Review Perbandingan Beasiswa Dikti, AAS dan LPDP

14 Juli 2015 (Karena populernya tulisan ini, mohon diupdate kembali berbagai kebijakan yang mungkin sudah berubah sejak tulisan ini ditulis pada 2015 dan disesuaikan pada 2016).

Tidak mudah mencari perbandingan beasiswa yang apple to apple. Tetapi bagi yang masih bingung membandingkan beasiswa yang sekarang semakin banyak jumlahnya bagi WNI, berikut perbandingan ketiga beasiswa yang cukup populer di Australia antara Dikti yang dikhususkan bagi dosen, Australia Award Scholarship dan LPDP yang terbuka bagi seluruh WNI. Dikti dikelola oleh Direktorat Pendidikan Tinggi, Kementrian Riset dan Dikti. Beasiswa Dikti diambilkan dari APBN, sementara LPDP dari endowment fund yang sama-sama dikelola oleh Kemenkeu. Dana LPDP berasal dari endowment fund yang dicetuskan semasa menkeu Sri Mulyani yang diinvestasikan di berbagai usaha. Sehingga, keterlambatan Dikti salah satunya disebabkan karena anggaran terlambat di APBN. Jadi istilahnya, Dikti tidak pegang uang, uangnya di Kemenkeu yang juga mengelola LPDP. Sebelum masuk ke review, silakan perhatikan tabel berikut. Table berikut ini perbandingan antara Bayu Dardias (Dikti, enrolled Dec 2012), Burhanuddin Muhtadi (AAS, enrolled April 2013) dan Haula Noor (LPDP, enrolled July 2014).

Disclaimer: Perbandingan ini berdasarkan penuturan yang bersangkutan (termasuk kesediannya dimasukkan namanya di tulisan ini) dan buku panduan beasiswa masing-masing misalnya iniini, ini dan info perpanjangan disini untuk Dikti atau disini untuk LPDP dan juga komentar teman-teman di FB. Kantor kami bertiga berada di satu lantai di Hedley Bull Building, jadi perbandingan ini cukup bisa memberikan gambaran nyata atas kasus nyata. Mis-akurasi dimungkinkan terjadi terutama ketika ada kebijakan baru.  

Bayu Dardias (DIKTI)* Burhanuddin Muhtadi(AAS) Haula Noor(LPDP)
Department Ph.D candidate at Dept of Political and Social Change, ANU; 4 Years Programme Ph.D candidate at Dept of Political and Social Change, ANU; 4 Years Programme Ph.D candidate at Dept of Political and Social Change, ANU; 4 Years Programme
Tuition Fee  At cost  At cost At cost
Return Ticket At cost (Preferably Garuda) At cost (Preferably Qantas) At cost (Preferably Garuda)
Establishment allowance (once) AU$2,000 (1x living allowance) AU$ 5,000 (fix) AU$ 4,000 (2 x living allowance) **
Living allowance AU$ 2,000 per month (every 6 months), mostly late AU$ 1,158 (fortnightly)*** on time AU$ 2,000 per month (every 3 months) on time
Family allowance per month none none up to AU$ 1,000; 25% of living cost per month per family member (max 2) after 6 months.
Fieldwork None Airline ticket At cost (up to AU$15,000)
Fieldwork Airline Ticket None Return and in field for up to AU$4,500. Available for for three fieldworks. Return (at cost)
Fieldwork more than 2 months Living cost reduced to AU $250 (2,5 juta) per month. AU$ 1,158 (fortnightly) AU$ 2,000 (every 3 months)
Book/ Academic Support (per semester) AU $ 300 and thesis allowance AUD$518 (once) AUD $500**** 5 juta Rupiah
Insurance At cost At cost At cost
Family insurance none none none
Conference none At cost At cost
Visa none At cost At cost
Child Care Benefit (CCB) <6 years old No Yes No
Child School Fee (6-18 years old) Yes***** Yes Yes*****

* Beasiswa Dikti hanya diberikan selama tiga tahun dan dapat diperpanjang selama dua semester melalui aplikasi tiap semester.

**Tambahan AU$5,000 bagi penerima LPDP yang kuliah di top 50 Universities termasuk ANU setelah 2014 dengan skema Presidential Scholarship.

*** AAS memberikan beasiswa tiap dua minggu pada hari Kamis (pay day). Dalam setahun, AAS akan mendapatkan 26 kali atau lebih banyak satu bulan dibandingkan dengan Dikti dan LPDP yang dihitung per bulan, dimana beberapa bulan terdiri dari lima minggu.

**** AAS memberikan tunjangan AUD$ 500 per semester yang bisa gunakan untuk academic support seperti thesis editing, tutorial, computer program dll.

***** Mulai Januari 2016 untuk MPhil dan PhD (High Degree Research/HDR), detail sekolah anak dibaca disini. Surat keputusan gratis sekolah anak di ACT mulai tahun 2016 dilihat disini.

Dari table di atas, mari kita analisis pros and cons masing-masing beasiswa.

Pertama, Length of Scholarship. Dikti hanya menanggung tiga tahun beasiswa, sedangkan dua yang lain memberi beasiswa selama program PhD secara otomatis. Untuk kasus khusus, AAS memberikan perpanjangan sekitar 3 bulan. Perpanjangan beasiswa Dikti selama dua semester dilakukan tiap semester. Jelas, beasiswa Dikti paling tidak menguntungkan.

Kedua, Fieldwork. Peneliti ilmu sosial membutuhkan penelitian lapangan dalam riset, karena obyeknya manusia. Jika kasusnya Indonesia, tentu penelitian lapangan dilakukan di Indonesia. Ini berbeda dengan beberapa ilmu eksakta. Kawan saya dari Farmasi yang tak begitu lancar bahasa Inggris ketika wawancara untuk program PhD ditanya tentang kemampuan bahasa Inggrisnya, dia menjawab percaya diri “saya hanya butuh jempol dan otak.” Jempol untuk menekan pipet dalam laboratorium. Sehingga tidak memberikan tunjangan penelitian lapangan dan justru memotong beasiswa setara dengan BPDN sekitar 2,5 juta adalah kebijakan yang susah dicari alasan rasionalitasnya. Penelitian lapangan saya misalnya, di 14 Kab/Kota dan sembilan provinsi mulai dari Ternate, Bima sampai Palembang. Di saat yang sama juga harus tetap membayar sewa rumah di Canberra. Jadi memotong beasiswa lebih rendah dari UMR DKI Jakarta itu …. sesuatu banget.

Pada saat pertemuan formal dengan pejabat Dikti, saya sempat utarakan keluhan ini. Solusi bapak ini luar biasa ,”Sebaiknya memang bolak-balik Australia Indonesia sehingga tidak dihitung berturut-turut selama dua bulan di Indonesia.” Saya jawab dengan lebih santai ,”Saya tak akan melakukannya, selain bahwa hal itu berpotensi mengganggu penelitian, saya taat pada kebijakan. Kebijakan, walaupun terlihat sulit diterima nalar, tetap harus diikuti untuk dikoreksi, bukan diakali.”

Ketiga, Family Allowance, sejak 2006 ADS (sekarang AAS) menghentikan tunjangan keluarga, tetapi LPDP justru memberikan tunjangan tersebut. Ini kebijakan yang luar biasa dan langsung meningkatkan daya tarik LPDP.

Keempat, sekolah anak. Sekolah anak gratis di Vic, Qld dan WA. NSW members diskon sampai separuh dan ACT berbayar penuh. Keunggulan beasiswa AAS hanya berlaku di ACT dan NSW yang mewajibkan bayaran untuk sekolah anak dan penerima beasiswa yang anaknya kurang dari 6 tahun karena menerima CCB. Penerima beasiswa LPDP bisa menyisihkan family allowancenya untuk sekolah anak jika tinggal di ACT dan NSW, sementara penerima beasiswa Dikti tidak menguntungkan di negara bagian manapun, tetapi lebih leluasa membawa keluarga ketika memilih belajar di Vic, Qld atau WA. (* Note 11/8/2015, Ada kebijakan baru yang menggratiskan sekolah anak di ACT mulai Januari 2016, silakan lihat link di atas)

Dari perbandingan tersebut, Dikti adalah beasiswa yang paling tidak menguntungkan. Beasiswa Dikti hanya bisa menyaingi dua beasiswa lainnya di tiga poin: Tuition fee, asuransi kesehatan dan academic support. Saya tidak perlu menambah keluhan terhadap beasiswa yang memberikan kesempatan saya bersekolah di tulisan ini. Karena saya bersyukur menerima beasiswa Dikti dan bisa berhutang budi kepada pembayar pajak di Indonesia apalagi ditambah istri saya juga penerima beasiswa AAS. Jadi persoalan anggaran alhamdulillah relative tidak bermasalah, tidak seperti penerima beasiswa Dikti lainnya.

Tapi kalau boleh menambahkan pros nya Dikti saya kira cuma satu: kurang kompetitif dibanding beasiswa lainnya sehingga jika sudah mengantongi LoA dan IELTS akan relatif diterima karena mereka juga mengejar kuantitas jumlah dosen yang dikirim. Saya merasakan hal ini setelah membandingkan proses seleksi ADS dan Dikti. Oleh karena itu, mayoritas penerima beasiswa Dikti adalah dari universitas kecil dan swasta, which is good. Penerima Dikti dari universitas seperti UGM, UI, Unair, Undip, ITB, Unhas dan Unpad jumlahnya tak banyak, misalnya di data ini. Saya misalnya, mendaftar Dikti pada waktu yang tidak tepat, belum ada LPDP dan tak bisa mendaftar AAS karena terkendala tahun untuk mendaftar kembali setelah sebelumnya menerima ADS.

Namun demikian tidak ada salahnya jika Dirjen Dikti melepas kewenangan management Beasiswa Dikti menjadi satu pintu di LPDP termasuk proses seleksi , sehingga  tinggal ditambah satu kanal: LPDP Dikti.

Note 12/11/15. Menkeu minta LPDP prioritaskan dosen. PDF

Note 13/10/2016: Dikti menggabungkan beasiswanya dalam satu managemen di LPDP.

Namun, tak ada salahnya anda nonton film pendek indah berikut: