Meloncat dari Kereta

mudik_dengan_kereta_apiilustrasi_100818152005Ini cerita tentang pengalaman menggunakan kereta di jaman dulu. Mungkin sebenarnya tidak dahulu sekali sih, cuma sekitar sepuluh tahuun.. Kalau dilihat, sebenarnya perubahan yang dilakukan bangsa Indonesia, misalnya terkait managemen kereta, sudah luar biasa. Ini pengalaman beberapa kali menjadi freerider kereta api dan cerita teman-teman yang kuliah di STAN yang rajin pulang ke Magelang via Kutoarjo.

Dulu semua orang bisa keluar masuk stasiun dan kereta. Sehingga, kondektur kereta yang mengecek karcis harus bekerja extra tapi dengan kompensasi income yang tak kalah extra. Karena bisa bebas keluar masuk stasiun dan kereta, maka tak sedikit freerider yang memaksimalkan kesempatan. Mereka bahkan punya tarif sendiri untuk masing-masing jenis kereta. Istilahnya “nembak” di atas kereta. Untuk kelas ekonomi, sekitar tahun 2000 an tarifnya sekali “nembak” adalah dua sampai lima ribu. Untuk Kelas Bisnis tarifnya lima sampai sepuluh ribu dan untuk kelas eksekutif tarifnya maksimal 20 ribu. Untuk rute Yogyakarta-Jakarta, biasanya ada pemeriksan tiket sebanyak dua atau tiga kali. Dua-tiga kali juga anda perlu nembak. Jadi total biaya yang dibutuhkan untuk dua kali “nembak” untuk kelas ekonomi adalah sepuluh ribu, tak sampai separuh tiket asli yang sekitar 25 ribu.

Cara nembaknya juga sangat sederhana. Anda tinggal perlu mengulurkan uang kepada kondektur yang memeriksa karcis. Dia  juga sudah otomatis memahami bahasa symbol ini dengan memasukkannya ke dalam kantong celana, yang sengaja dibuat sangat panjang, bahkan mendekati lutut. Pertama dia akan memasukkannya ke kantong sebelah kanan, jika sudah penuh, baru bergeser ke sebelah kiri yang tak kalah panjangnya. Jika jumlah tembakannya banyak dan beberapa uangnya receh, bunyi kerincingan, di tengah suara rel kereta, menyertai setiap langkahnya. Jika anda membawa pecahan uang besar, kadang perlu negoisasi kepada petugas untuk memberikan kembalian. Jika wajah anda sudah terbiasa menembak, mereka akan menyediakan kembalian. Pernah kawan saya hanya punya pecahan limaribu untuk pulang ke Magelang dari Jakarta. Dia perlu menembak dua kali dan ngotot biayanya dua ribu. Dibayangi rasa tak percaya jika petugas tak memberikan kembalian, dia tak tarik ulur uang lima ribu dengan tiga ribu kembalian. Uang lima ribu berpindah dari tangan kanannya ke tangan kiri kondektur kereta, dan tiga ribu rupiah berpindah dari tanggan kanan kondektur ke tangan kiri teman saya ini secara bersamaan. Kadang kondektur memaksa anda “membeli” tiket yang satu tiket bisa digunakan dua orang. Tiket ini bisa dipakai di pemeriksaan selanjutnya.

Ini adalah korupsi paling nyata dan paling jelas yang terjadi di tingkat bawah. Prosesnya sering berlalu dengan sangat cepat sehingga sebelum anda menyadari apa yang terjadi, proses sudah berakhir.  Saya yang kuliah di Yogya, hanya tertawa-tawa mendengarkan cerita kawan yang selalu pulang dari Jakarta setiap ada libur lebih dari dua hari. Di satu sisi kita bisa menyebutnya korupsi, di sisi lain, inilah kreatifitas rakyat jelata terhadap negara yang tak pernah serius memikirkan nasibnya. Kereta ekonomi dibiarkan panas dengan tempat duduk keras, lantai kotor dan toilet yang tak bisa digunakan. Jika toh toilet berfungsi, (di seluruh kelas kereta) anda bisa melihat kotoran yang anda buang tersapu angin dan mendarat di antara rel. Belum termasuk kereta yang harus berhenti tiap sepuluh menit disalip kereta-kereta lain termasuk kereta barang. Dari jadwal jam 6 pagi, kereta paling cepat datang tiga-empat jam kemudian.

Karena tak bisa diprediksi berapa banyak jumlah penumpang yang menjejali kereta, semua orang masuk tergantung kapasitas manusia yang bisa bertahan di dalamnya. Pernah suatu ketika, saya membeli tiket hari Sabtu dari Jakarta menuju Yogyakarta, kelas ekonomi di Pasar Senen. Waktu itu, apesnya berbarengan dengan Muktamar Muhammadiyah di Senayan sehingga empat gerbongnya sudah dipesan. Dua jam sebelum jadwal berangkat, sudah tidak ada tempat duduk di “gerbong umum.” Tiket ekonomi waktu itu, yang berupa kotak kecil tebal berwarna merah, tidak memiliki nomor kursi, hanya tulisan “duduk” dan “berdiri”. Continue reading “Meloncat dari Kereta”

Anjing-Anjing Puri

2103AnjingButuh mental lebih untuk menghadapi tantangan penelitian lapangan yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya: anjing. Sejak kecil lingkungan social mendidik saya untuk melihat anjing tak lebih dari binatang najis, galak dan harus diwaspadai. Pendeknya, anjing adalah a nasty animal. Apalagi lingkungan kampung saya di Bogeman Magelang yang gangnya sempit-sempit dan rumah yang sempit tetapi banyak yang beretnis tionghoa, membiarkan anjingnya berkeliaran di jalanan. Saya bersahabat dengan pemilik anjing, tapi tidak dengan anjingnya. Tapi percayalah, bukan anjing yang sering di jalan yang berbahaya, tetapi anjing yang biasa di dalam rumah, tetapi pada saat tertentu yang sangat jarang dilepas di jalanan.

Ketika anjing rumahan itu dilepas, dia akan liar, apalagi mendekati musim kawin. Kakak saya pernah digigit anjing di kakinya, saya juga pernah. Waktu itu saya kelas satu SMP sekitar 13 tahun. Saya dan adik saya sedang mengejar layang-layang putus. Adik berlari di depan dan tidak menghiraukan anjing yang akan mengejarnya. Continue reading “Anjing-Anjing Puri”

Makassar dan Gowa: Sampah, Jeruk Nipis dan Martabak Terang Bulan

Jika boleh memilih tiga kesan pertama saya setelah tinggal enam hari di Gowa dengan travel ke Makassar, mungkin tiga kata tersebut yang muncul pertama kali di kepala: Sampah, Jeruk Nipis dan Martabak Terang Bulan.

Kesan pertama tentang sampah tentu bukan hal yang mengenakkan. Selama berjalan kaki di beberapa ruas jalan Makassar dan Gowa, kesan tentang sampah yang pertama kali muncul. Di setiap selokan yang saya temui, tumpukan sampah, menyatu dengan lumpur pekat, menghambat aliran air yang menyebabkan sebuah perpaduan jorok antara sampah, lumpuh dan limbah. Warnanya hitam dan seringkali di bagian atasnya kehijauan. Tentu saja tidak ada yang peduli karena tidak ada yang berjalan kaki menyusuri jalanan. Genangan ini muncul mencuat di sela-sela trotoar yang bolong. Saya dengar Makassar sering tergenang ketika musim hujan walaupun saya kebetulan datang di puncak musim kemarau. Tetapi hampir pasti, genangan itu bercampur sampah yang terbawa air.

Kondisi ini merata hampir di setiap sudut kota, mulai beberapa meter dari lapangan Karebosi, sampai ke jalan-jalan di Sungguminasa. Bahkan, di jalanan beberapa meter dari makam Syeh Yusuf, pahlawan nasional dari Sulsel selain Sultan Hasanuddin, ada selokan meluber yang menimbulkan genangan di jalanan yang dibeton. Genangan itu saking lamanya, telah menyebabkan beton ditumbuhi lumut walaupun terus tergerus ban kendaraan.

Selain itu, tempat sampah sepertinya langka. Warga hanya menaruh bungkusan kantok plastik berisi sampah yang diangkut oleh truk terbuka yang selalu tampak penuh, beberapa hari sekali. Disatu sisi pemerintah sibuk mengkampanyekan budaya membuang sampah pada tempatnya, di sisi lain tak ada tempat sampah dan tata kelola sampah. Saya berani bertaruh, seluruh selokan mampat itu sudah bertahun-tahun tidak dikeruk.

Kesan kedua adalah jeruk nipis yang selalu hadir dalam hampir semua makanan. Jeruk ini diiris menjadi beberapa bagian dan diperas untuk ‘topping” hampir semua makanan mulai bihun goreng, pallu basa, kakap penyet, konro, coto, mie ayam…you name it. Bahkan pada sebuah warung makan pinggir jalan, saya percaya diri memesan es jeruk setelah melihat gundukan jeruk nipis, ternyata jeruk nipis itu hanya untuk “topping” saja. Para pedagang jalanan di Gowa dan Makassar malas menyediakan menu minuman. Mereka sepertinya sudah sibuk dengan menu makanan saja. Minumnya pun seragam: air es dengan gelas alumunium. Padahal minuman ini bisa menjadi salah satu penyumbang keuntungan yang lumayan jika dikelola dengan baik.

Ketiga tentang Martabak Terang Bulan (MTB) yang selalu ada tiap 200 meter di jalan utama. Saya tidak tahu darimana MTB berasal, yang jelas, dari spanduk penjualnya, cukup lengkap mulai dari MTB Medan Asli sampai MTB Tegal Asli Cabang Penakukkan. Seandainya dapat mengambil kesimpulan yang pasti tepat dalam riset lapangan saya kali ini, bisa jadi kesimpulannya adalah Gowa dan Makassar adalah kota dengan MTB terbanyak di Indonesia. Sepertinya, saya harus mencoba memesannya nanti malam….

Masjid di Larkin Bas Terminal Johor Bahru Malaysia

Image000Masjid di lantai tiga terminal bus Larkin di Johor Bahru ini nyaman dipakai untuk Sholat dengan AC yang cukup dingin untuk melepaskan panas tropis di lokasi terdekat dengan Singapura. Terminal bis Larkin merupakan terminal yang menghubungkan Singapore dengan Malaysia melalui bis. Singapore, sebelum bertransformasi menjadi negara kaya SDM di bawah kepemimpinan Lee Kuan Yew, adalah bagian dari Malaysia.

Perjalanan ke Malaysia dari Singapura bisa ditempuh dengan perjalanan darat dengan beberapa pilihan, antara lain taksi, bus Singapore Johore Express (SJE) dan bus umum. Saya memilih menggunakan SJE yang dikelola swasta dengan tiket yang terjangkau kantong, hanya Sin$ 10,00 untuk berempat sekali jalan. Singapore dan Malaysia dihubungkan dengan jembatan yang cukup lebar yang di tepinya terlihat pipa-pipa air raksasa yang memberikan supply air minum ke Singapura. Dalam setiap perjalanan, tidak lupa meninggalkan dan masuk ke negara baru melalui imigrasi. Dengan paspor Indonesia, kita berhak untuk tinggal di Singapura dan Malaysia selama 30 hari tanpa visa.

Kembali ke Masjid Larkin terminal, dengan luas yang cukup untuk ukuran terminal, di masjid ini pertama kali saya temukan layar LCD besar terpampang di tengah-tengah masjid dengan meja baca Al Qur’an berjejer di sepanjang bagian depan masjid. Saya tidak sempat bertanya apakah layar LCD ini digunakan untuk pengajian atau juga untuk sholat Jumat. Menurut saya, sholat Jumat dengan model presentasi LCD yang ditembakkan ke layar sangat efektif untuk menghilangkan kantuk di tiap khotbah jumat.

Sewaktu saya sholat, di depan masjid ada kampanye mendukung Palestina. Palestina kehilangan lebih dari 70% lahannya dari tahun 1940 an dan berganti dengan Israel. Kampanye dukungan terhadap Palestina dapat dilhat dengan jelas dari spanduk-spanduk, penjualan kaos dan souvernir Palestina di sepanjang koridor menuju masjid. Di seberang masjid juga terdapat klinik kesehatan yang namanya sama dengan nama masjid.

Sayangnya, sebagian besar foto perjalanan saya Singapore dan Malaysia pertengahan Desember 2013 hilang terhapus dari HP yang secara tak sengaja menghapus seluruh foto dalam album dalam memory card. Foto masjid ini saya dapatkan disini.

Tiga Jenis Ibadah Haji: Reguler, Khusus dan Non-Kuota

Hajj1Terdapat tiga cara untuk haji bagi orang Indonesia yaitu melalui haji regular, haji Khusus (dulu ONH Plus) Kuota dan Haji Khusus Non Kuota (haji sandal jepit). Ketiganya menentukan bagaimana ibadah haji dilakukan dan apakah calon jemaah haji betul-betul bisa menunaikan ibadah haji atau tidak.

Pada prinsipnya, Jemaah haji yang akan berangkat ke Baitullah harus mendapatkan ijin masuk (Visa) dari Kedutaan Besar Arab Saudi (KBSA). Kerajaan Arab Saudi saat ini merupakan the custodian of the two holy places yaitu penjaga dua kota suci Mekkah dan Madinah. Penjaga dua kota suci ini terus berganti setiap waktu. Kaum Kafir Quraisy pernah menjaga kota Mekkah sebelum Nabi. Kekhalifahan Turki Utsmani pernah menjaganya pula.

Visa haji yang diberikan gratis ini hanya membolehkan pemiliknya untuk mengujungi tiga kota saja: mendarat di Jeddah, dan mengunjungi Mekkah dan Madinah. Jalan dari Jeddah ke Mekkah atau Madinah pun harus menggunakan jalur tol khusus dengan bus atau taksi. Jadi pemegannya tak boleh jalan-jalan sembarangan ke kota-kota lain di Arab Saudi.

Berhubung Jemaah haji semakin banyak, maka pemerintah Arab Saudi terpaksa membatasi jumlah Jemaah haji. Setiap tahun Jemaah haji sekitar 3 juta Jemaah karena keterbatasan ruang yang harus disediakan untuk mengantisipasi jalur perjalanan Mekkah-Arafah Mina (Armina) yang merupakan tempat perkumpulan terbesar manusia setiap tahun. Jemaah kemudian dibatasi dengan system kuota yang kira-kira 1 jemaah haji untuk sekitar 1000 muslim di negara tersebut. Penduduk muslim Indonesia yang berjumlah sekitar 210 juta penduduk mendapatkan kuota sekitar 210 ribu Jemaah haji untuk tahun 2012. Sehingga calon Jemaah harus mengantri untuk dapat beribadah ke Baitullah. Dalam kuota ini dibagi menjadi kuota untuk Jemaah regular dan kuota untuk Jemaah haji khusus (ONH Plus) yang sejak 2004 pendaftaran dan mekanismenya turut dikelola pemerintah. Dahulu, Jemaah haji plus diorganisir secara mandiri oleh travel perjalanan haji, walaupun Pemerintah Indonesia sudah mengelola haji sejak tahun 1949. Untuk lengkapnya, mari kita bahas satu per satu jenis-jenis haji tersebut.

Haji Regular

Dibandingkan dua jenis haji lainnya, haji regular biayanya paling murah dan waktu di Arabnya paling lama, disamping tentu saja waktu tunggunya paling lama. Haji regular dikelola pemerintah sejak tahun 1971 dan kemudian dimasukkan dalam system antrian haji yang disebut Siskohat (Kisah Haji tahun 1970an bisa dibaca disini). Kuota Jemaah haji regular dihitung berdasarkan jumlah penduduk muslim per Kabupaten/Kota yang didapatkan dari pembagia kuota nasional. Jadi antrian untuk satu kabupaten berbeda dengan kabupaten lainnya. Sebagai contoh, jika ada dua jamaah haji yang mendaftar dari Kabupaten Magelang dan Kota Magelang dalam waktu yang sama dan mendapatkan nomor porsi, bisa saja estimasi berangkat berbeda tahun, tergantung antrian dan kuota di kabupaten/kota yang bersangkutan. Karena kuotanya per kabupaten, Jemaah haji hanya dapat mendaftar di kabupaten berdasarkan domisili di Kartu Tanda Penduduk.

Haji reguler merupakan haji paling murah, seiring dengan tuntutan peningkatan pelayanan haji. Karena meningkatnya kemampuan ekonomi, jemaah haji menuntut perbaikan layanan misalnya terkait dengan akomodasi, menu makan, transportasi dls. Sebelum berangkat ke tanah suci, Jemaah haji reguler mendaptkan bimbingan manasik dari Kemenag di Kabupaten/Kota. Seringkali persiapannya memakan waktu tidak sedikit dan bisa menciptakan keakraban diantara Jemaah haji. Silaturahmi ini terus terjaga sepulang dari berhaji. Setelah latihan manasik, Jemaah haji dikarantina di asrama haji yang didirikan pemerintah selama beberapa hari/minggu. Karantina diperlukan mengingat tidak sedikit dari jamaah yang tidak faham peraturan sehingga masih membawa barang-barang yang dilarang di penerbangan.

Di tanah suci, Jemaah haji reguler bisa menghabiskan waktu antara 30-40 hari. Hampir semua Jemaah haji reguler memiliki kesempatan untuk melakukan Sholat Arbain (40 kali sholat waktu) selama 8 hari di Masjid Nabawi. Setelah tiba di bandara Jeddah, jika masih lama dari waktu haji, Jemaah  reguler akan pergi dulu ke Madinah dan baru kemudian ke Mekkah. Jika datang menjelang puncak haji, akan langsung ke Mekkah dulu baru kemudian ke Madinah. Jemaah haji reguler harus pandai-pandai menjaga stamina agar pada saat ibadah haji kondisi fisik Jemaah prima.

Jemaah haji reguler cocok untuk mereka yang memiliki dana terbatas, tetapi ingin lebih lama di tanah suci. Kelompok ini juga mendapatkan dukungan pemerintah yang kuat di Indonesia dan di tanah suci karena banyaknya peserta haji Indonesia telah berusia lanjut dan tidak terbiasa bepergian keluar negeri.

Haji Khusus (dulu ONH Plus)

Haji khusus merupakan tuntutan perbaikan ekonomi yang tidak lagi merasa puas dengan pelayanan haji reguler. Hukum unik di dalam perjalanan haji, jika di wisata lain anda membayar lebih mahal untuk berlibur untuk waktu yang lebih lama, di ibadah haji, anda membayar mahal untuk waktu yang lebih sebentar. Semakin sebentar, semakin mahal. Paket haji khusus untuk 21 hari lebih murah dibandingkan dengan 14 hari (puncak ibadah haji hanya 5 hari).

Sejak tahun Jemaah Haji Khusus Kuota, walaupun pendaftarannya dikoordinir Kemenag, pelayanan dan fasilitasnya dilakukan oleh travel-travel secara mandiri. Pelayanannya dua kali lipat diatas Jemaah haji regular, mengingat harganya yang juga sekitar dua kali lipat. Manasik Jemaah haji khusus tidak dilakukan di kantor-kantor Kemenag tetapi di hotel-hotel. Hotel juga menjadi transit sebelum berangkat, tidak di asrama haji. Di tanah suci, Jemaah haji khusus juga mendapatkan hotel berbintang dengan Continue reading “Tiga Jenis Ibadah Haji: Reguler, Khusus dan Non-Kuota”

Keistimewaan Ibadah Haji

Semua orang tahu bahwa haji adalah salah satu pilar dalam rukun Islam. Pilar lainnya adalah syahadat, sholat, zakat dan puasa. Mengapa haji adalah ibadah yang istimewa? Ada beberapa alasannya:

Pertama, ibadah haji, tidak seperti keempat pilar yang lainnya, hanya wajib dikerjakan sekali seumur hidup. Saat Nabi Allah ditanya apakah ibadah haji dilakukan setiap tahun, beliau menjawab jika dilakukan tiap tahun, kita tak akan sanggup. Apa konseuensinya? Artinya, tahun 2012 ini ada sekitar 4 juta manusia yang datang ke Baitullah dan melakukan ibadah untuk pertama kalinya, hanya sedikit yang mengulang. Anda ingat kapan pertama kali anda Sholat? Apakah anda hafal seluruh bacaan sholat ketika melakukannya untuk pertama kali? Artinya, orang yang berhaji harus tahu betul rukun dan wajib haji untuk dapat melakukan haji dengan baik, karena kemungkinan untuk mengulanginya lagi, bagi kita orang Indonesia, tidak mudah. Jika sholat kita lupa bacaan, masih bisa diulang, tidak demikian dengan haji.

Di majelis-majelis taklim, sangat sering dibahas tentang tauhid, sholat, zakat dan perpuasa. Setiap tahun di bulan Ramadhan, kita selalu diingatkan untuk menjalani puasa sehingga tidak hanya lapar dan dahaga saja. Tetapi, tidak mudah mencari majelis taklim yang membahas tentang haji. Bahkan saking sulitnya, pembahasan dan majelis taklim tentang haji yang bartajuk Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH), harus disertifikasi Kementrian Agama. Itupun seringkali harus membayar.  Majelis taklim yang membahas manasik menjelma menjadi ladang bisnis baru, karena pesertanya dianggap cukup secara materi.

Kedua, ibadah haji istimewa karena melibatkan seluruh anugerah Allah yaitu raga dan materi. Sholat, puasa hanya melibatkan raga sedangkan zakat melibatkan materi. Ibadah haji butuh pengorbanan dua-duanya. Pengorbanan raga dilakukan dengan menjalankan prosesi fisik dalam lima atau enam hari yang berpindah di enam lokasi mulai Mekkah, Mina, Arafah, Muzdalifah, kembali lagi ke Mekkah dan Mina. Pengorbanan materi tentu tak perlu lagi diragukan. Bagi orang Indonesia, yang dianugerahi hidayah Allah perjalanan haji berbiaya besar. Tahun 2012 biaya haji regular sekitar USD $ 3300 dan untuk haji khusus minimal USD$ 7000.  Dengan pendapatan rata-rata orang Indonesia yang hanya USD $ 4000 an setahun, pergi haji adalah proses panjang menabung (sekarang berhutang) dan lama.

Ketiga, ibadah haji adalah satu-satunya ibadah yang mensyaratkan kehadiran fisik di lokasi yang spesifik dalam waktu yang spesifik. Inti ibadah haji adalah wuquf di Arafah pada tanggal Islam 9 Dzulhijjah pada Dzuhur sampai Magrib yang menandai perpindahan tanggal ke 10 Dzulhijjah. Jika Jemaah haji tidak wuquf di Arafah, dia harus mengulang ibadah hajinya. Oleh karena itu, Pemerintah Arab Saudi sengaja membuat rumah sakit di Arafah hanya untuk memastikan yang sakit tetap mendapatkan hajinya.  Ini berbeda dengan pilar lainnya yang bisa dilakukan di mana saja di seluruh muka bumi Allah.

Keempat, ibadah haji adalah satu-satunya pilar yang untuk beribadah harus mengantri bertahun-tahun dengan administrasi yang rumit. Beribadah saja mengunggu giliran. Dengan program talangan haji dan peningkatan ekonomi masyarakat Indonesia, antrian semakin lama saja. Jemaah baru akan mendapatkan nomor antrian ketika menyetorkan sejumlah uang sekitar USD $ 2500. Kalau dulu Jemaah mendapatkan nomor antrian karena menabung, sekarang ada program talangan yang dibayari dulu oleh bank dan jamaah mengangsur. Karena setelah mendapat nomor tidak langsung melunasi dan berangkat. Jeda waktu inilah yang dimanfaatkan oleh bank untuk membuat program talangan. Ibadah yang lain anda bisa lakukan kapanpun anda mau. Berzakat misalnya, sekarang semudah mengirim SMS lewat mobile banking.

Karena ibadah haji adalah istimewa, kita harus mempersiapkannya secara istimewa juga.

Ambon: Post Conflict Divided Societies dan Dilema Provinsi Kepulauan

Ambon adalah salah satu daerah yang terletak di wilayah kepulauan. Sebagaimana daerah lain, kapal dan pelabuhan merupakan transportasi penting sebagai pemasok kebutuhan dari luar daerah yang sangat bergantung kepada cuaca dan musim. Apabila musim ombak sedang tinggi, nelayan lokal hanya mengandalkan tangkapan dari sekitar pantai, tak berani melaut terlalu jauh. Ambon memiliki teluk yang tenang dengan bentuk pulau yang melingkar sehingga jarak antara satu bagian pulau dengan bagian pulau yang lain lebih cepat dilalui dengan feri, daripada jalan darat yang memutar.

Selain itu, Ambon baru sepuluh tahun selesai dari konflik horizontal dengan agama sebagai sebab utama (Brown et al, 2005, CGI 2000). Konflik agama ini menyebabkan terjadinya segregasi sosial di masyarakat yang dampaknya masih terasa lekat hingga saat ini. Konflik yang dimulai dari pertikaian di Kota Ambon, menyebar hingga ke seluruh pulau Ambon dan merangsek dan memanaskan kepulauan Maluku hingga ke Maluku Utara.

Saat ini, jejak konflik masih terasa jelas. Setiap orang masih hapal terhadap reruntuhan bangunan yang menjadi ciri di setiap sudut Ambon. Konflik redam salah satunya karena pembagian wilayah yang jelas antara komunitas Islam, Kristen dan wilayah netral. Warga muslim yang tinggal di komunitas Kristen terpakssa atau sukarela pindah ke komunitas Islam dan sebaliknya. Zoning ini jelas mampu meredam dan menghentikan konflik secara signifikan, tetapi belum mengembalikan kondisi kondusif sebagaimana sebelum konflik.
Setting daerah Ambon terkait desentralisasi asimetris dan sistem integritas akan berpijak pada dua kata kunci ini, daerah kepulauan dan masyarakat pasca konflik. Kedua kondisi ini sangat mempengaruhi bagaiamana sistem integritas diterapkan untuk menciptakan pelayanan publik yang lebih baik. Bagian pertama tulisan ini akan menguraikan tentang daerah kepulauan yang akan diikuti oleh post conflict divided societies.

Daya Jangkau Daerah Kepulauan

Ambon adalah ibukota Provinsi Maluku yang terletak di tengah pulau Maluku yang merupakan yang menjadi salah satu dari kepulauan Maluku. Maluku terbentang di bagian Timur Indonesia. Sebelum mekar menjadi dua provinsi di tahun 1999, Provinsi Maluku merupakan provinsi terluas di Indonesia yang membentang 850.000 km persegi (Monk et.al 1997). Provinsi Maluku mekar menjadi Maluku Utara dengan ibukota sementara di Seram sebelum pindah ke Sofifi. Wilayah kedua provinsi ini 90% merupakan wilayah kepulauan yang terdiri lebih dari 1.000 pulau. Terdapat tarik-menarik kepentingan agar ibukota Maluku Utara terkait kesiapan fisik dan politik (JPP 2010).

Dalam kondisi kepulauan yang tersebar dalam kondisi geografis yang luas, komuntias di Ambon menuntut adanya pengelolaan baru terhadap disain pemerintahan agar mampu menjangkau kepentingan masyarakat yang tersebar. Universitas Pattimura, bersama dengan tujuh provinsi kepulauan lainnya sedang mengupayakan terselesaikannya proses pembahasan RUU Daerah Kepulauan yang saat ini didiskusikan di tingkat pusat, walaupun mengalami perkembangan yang lambat. Perkembangan RUU daerah kepulauan………..
RUU Daerah Kepulauan dianggap paling sesuai untuk melaksankaan pemerintahan yang baik dalam karakter geografis yang terpisah oleh laut. Menurut diskusi yang muncul dalam FGD,  Undang Undang yang selama ini diberlakukan di seluuruh Indonesia telah menempatkan Provinsi yang terdiri dari banyak pulau tidak berada pada posisi yang ideal bagi pelayanan publik. Penyusun kebijakan membayangkan provinsi dengan karakter darat sebagai acuan dan mengesampingkan karakter laut seperti di beberapa provinsi, termasuk Maluku.

Paling tidak terdapat tiga isu yang menguat dalam diskusi tentang RUU Daerah Kepulauan yaitu: Pertama, daerah-daerah  kepulauan diperperlakukan berbeda dalam pelaksanaan Undang Undang yang membutuhkan perhatian spesifik berkaitan dengan karakter geografis kepulauan, misalnya berkaitan dengan revenue sharing, alokasi budget dan pengelolaan pemerintahan. Kedua, pelayanan publik harus mempertimbangkan karakter kepulauan dengan memberikan fasilitas mobile dengan pemanfaatan teknologi IT. Ketiga, struktur organisasi pemerintahan di daerah kepulauan idealnya berbeda dengan memprioritaskan unit dibawah Kabupaten. Detail poin ini akan dibahas sebagai berikut.

Sejalan dengan isu dalam RUU Daerah Kepulauan, muncul usulan untuk memperkuat peran kecamatan di Provinsi Maluku. Penguatan peran kecamatan di daerah kepulauan diharapkan mampu memperbaiki pelayanan publik dasar seperti pendidikan dan kesehatan dengan mendekatkan pelayanan ke masyarakat. Daya jangkau instansi teknis di Kabupaten dianggap terlalu jauh, terlalu lambat dan berbiaya besar untuk dapat memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat terutama terkait mobilitas dan responsifitas.
Dalam UU 32/2004, kecamatan merupakan perangkat daerah yang dapat diberikan kewenangan tertentu sesuai dengan keinginan kepala daerah dan kebutuhan daerah. Kewenangan yang diberikan kepada camat memiliki karakteristik yang unik karena kewenangan diberikan dalam konteks kewilayahan dan bukan pada konteks sektoral seperti yang diberikan kepada dinas, badan, kantor dls. Pada transfer kewenangan di instansi teknis, kewenangan yang diberikan berfokus pada sektor tertentu dibawah koordinasi Setda. Pada penyerahan kewenangan kepada kecamatan, perbedaan terletak bukan pada penyerahan urusan sektoral, tetapi pemberian kewenangan koordinatif lintas sektoral. Fungsi kecamatan merupakan coordinator sektoral dalam lingkup kewilayahan sektoral.

Sampai saat ini, pengaturan tentang kecamatan hanya menyerahkan urusan ke kepala daerah dan tidak pada proses koordinatif lintas sektoral. Dari beberapa penelitian yang dilakukan Jurusan Politik dan Pemerintahan Fisipol UGM di beberapa Kabupaten/Kota misalnya di Kota Yogyakarta, Kota Magelang dan Kabupaten Kutai Kartangara (JPP……., Kurniadi 2011) menunjukkan bahwa penguatan kecamatan adalah sebuah keharusan untuk menjamin pelayanan publik yang lebih baik.  Penguatan tersebut diberikan dengan memberikan beberapa urusan wajib yang standar untuk seluruh kecamatan dan ususan khusus yang memberikan kewenangan lebih beberapa sektor sesuai dengan karakter dan kemampuan kecamatan. Rekomendasi ini diberikan sebagai upaya untuk memperkuat kecamatan di dalam regulasi yang ada saat ini, misalnya di PP 41/2007.

Pada tahap selanjutnya perlu pengaturan yang lebih detail dan spesifik berkaitan dengan pemanfaatan kecamatan di kondisi geografis kepulauan. Hal ini memiliki konsekuensi terhadap daya dukung dan eselonisasi Camat. Camat idealnya memiliki eselon yang berada di atas Kepala Dinas dan dibawah Setda. Untuk daerah kepulauan, Camat dikembalikan fungsinya sebagai kepala wilayah yang memiliki fungsi koordinatif lintas sektoral dalam wilayahnya. Selain pemberian kewenangan di kecamatan, penguatan daya dukung terkait personnel, keuangan dan lainnya mutlak diperlukan. Penguatan Kecamatan ditambah dengan personel dan anggaran untuk kepentingan koordinatif. Selain itu instansi teknis dapat staf-stafnya nya di kecamatan. Konsekuensi selanjutnya, struktur organisasi di kecamatan harus disesuaikan dengan karakter urusan yang menjadi tanggungjawab di wilayahnya. Artinya, kecamatan tidak hanya melakukan fungsi koordinatif yang nyaris sulit dilakukan karena ketiadaan wewenang, tetapi menjadi lebih bergigi dengan  memberikan tanggungjawab sektoral yang menempatkan Camat dalam posisi yang lebih strategis untuk membantu Bupati memimpin urusan sektoral di wilayahnya.

Usulan penguatan kecamatan diharapkan mampu menekan keinginan daerah untuk memekarkan diri menjadi kabupaten baru. Pemekaran kabupaten dapat diredam dengan mendekatkan pemerintahan kepada rakyat. Selama ini, salah satu dalih untuk memerkan Kabupaten adalah untuk mendekatkan pelayanan kepada rakyat. Faktanya, tidak ada perubahan signifikan terhadap pelayanan karena kabupaten baru sibuk dengan pembangunan infratruktur pendukung desentralisasi di daerah baru dan menyisakan sedikit sekali untuk pelayanan kepada masyarakat, Anggaran dibelanjakan untuk pembangunan infrastruktur pemerintah seperti kantor, dinas-dinas, sarana pendukung dan membiayai cycle pergantian politik di daerah. Hanya sisa sedikit yang diberikan untuk pembangungan pendidikan dan kesehatan.

Memperkuat peran kecamatan mampu meredam isu politik pemekaran tetapi sekaligus mampu menghadirkan pelayanan kepada masyarakat. Satu-satunya infratruktur yang perlu dibangun hanyalah kantor kecamatan yang semakin sibuk dengan pemberian berbagai kewenangan sektoral. Hal ini semakin baik apabila kecamatan mampu menggunakan teknologi IT dan jaringan bergerak.
Kondisi Masyarakat Terbelah Pasca Konflik

Ambon merupakan kota yang mencetuskan konflik horizontal terburuk di Indonesia sejak pembantaian anggota PKI tahun 1965-1966. Konflik antara Islam 49,1% dan Kristen 51% agama yang dikombinasikan dengan faktor sejarah, kepemimpinan nasional yang lemah yang terjadi di tengah lemahnya institusi negara membawa dampak yang masih sangat terasa saat ini. Lebih dari 7.000 orang meninggal dan tidak kurang dari 200.000 orang menjadi IDPs.

Continue reading “Ambon: Post Conflict Divided Societies dan Dilema Provinsi Kepulauan”

Manokwari: Sewindu setelah Otsus

Saya  pertama kali datang ke Manokwari pada 6 September 2003 untuk penelitian selama 10 hari. Waktu itu Manokwari adalah ibukota dari Provinsi Irian Jaya Barat yang baru terbentuk sesuai UU 45 tahun 1999. Pusat ekonomi Irian Jaya sebelah Barat tetap berada di Sorong yang memang relatif lebih maju secara ekonomi dan sosial. Hanya saja, karena Manokwari dianggap memiliki “hak kesulungan” karena peradaban pertama kali masuk ke tanah Papua lewat Pulau Mansinam pada 5 Februari 1885, ibukota Irjabar berada di Manokwari.

Artinya, Manokwari pada saat itu tak lebih seperti kota-kota kecil lainnya di Irian. Manokwari memiliki bandara kecil yang hanya bisa dilewati pesawat Fokker dari Ujung Pandang. Motor masih bebas melintas di wilayah dan hampir tak ada batas antara pengantar dan pengunjung karena bandara lebih mirip terminal bis dimana semua orang dapat melaju ke ruang tunggu. Frekuensi pesawat yang masih rendah menyebabkan area di bandara yang beraspal bagus dapat digunakan untuk latihan mengendarai motor. Di pinggir landasan, masih banyak sapi berkeliaran.

Walaupun memiliki pelabuhan, ukurannya relatif kecil dan hanya dapat disinggahi kapal kecil dan sedang dengan angkutan yang tidak ramai. Hanya ada beberapa belas kontainer yang berada di pelabuhan yang terlihat dari jalan raya. Pada tiga hari pertama saya menginap di Hotel Mangga yang berada di sebelah pelabuhan sehingga bisa mengamati aktifitas pelabuhan. Tak banyak aktifitas yang dilakukan di sana. Kantor Bea dan Cukai juga kecil, sesuai dengan ukuran dan kapasitas pelabuhan.

Beberapa kantor dan bank masih minim. Bank terbesar tetap BRI dan agak sulit menemukan lokasi ATM Mandiri karena letaknya hanya di sekitar pasar Sanggeng atau Pasar Tingkat sesuai sebutan masyarakat. Hotel terbaik adalah Hotel Mutiara yang letaknya persis di depan Pasar Sanggeng yang runtuh akibat gempa tahun 2009. Restoran terbaik adalah Billi restoran yang ber-AC dan menjual kepiting besar yang didatangkan dari Bintuni. Hampir setiap hari kami makan di restoran Billi karena hampir tak ada alternatif lainnya. Sekitar 5 km naik ke atas, kita hanya menemukan hutan rimba yang tak ada manusia berani ke sana. Hanya Unipa yang menjadi pusat keramaian di luar pusat kota Manokwari. Satu-satunya menara sinyal handphone hanyalah menara Telkomsel di tengah kota. Jika menara ini mati, terputuslah seluruh komunikasi seluler.

Continue reading “Manokwari: Sewindu setelah Otsus”

Makan Siang Terjauh

Seberapa jauhkan anda “tersesat” di perjalanan dan akhirnya hanya memutuskan untuk makan siang? Jika jawabannya “masih” dalam kisaran puluhan kilometer, anda masih beruntung. Perjalanan Sabtu (14/3/2009), lima bulan lalu sungguh menakjubkan. Saya makan siang di KFC setelah menempuh perjalanan 218 km dari Queanbeyan menuju kota kecil Shellharbour di pesisir timur Australia. Melenceng 110 km dari tujuan utama di Goulburn, kota antara Canberra dan Sydney. Bagaimana itu bisa terjadi?

Tidak cukup hanya menaiki mobil dengan kondisi bagus dan tubuh dengan kondisi fit, berkendara di Australia praktis membutuhkan perangkat penting lainnya: google maps dan GPS. Google Maps diperlukan untuk menganalisa jarak, waktu tempuh sesuai dengan rute yang dipilih. GPS memandu perjalanan dengan bantuan satelit, termasuk estimasi waktu kedatangan. Di Australia, tidak ada pedagang atau orang-orang di pinggir jalan yang bisa ditanyai dan sulit berhenti di pinggir jalan. Menembus kepadatan Sydney dan Melbourne hampir mustahil dilakukan tanpa GPS dan (minimal) peta.

Masalahnya, database di google maps terbatas, dan disinilah awal mula bencana tersebut. Rencananya, istri saya yang menjadi anggota Management Committee di Queanbeyan City Council ingin ikut menghadiri acara multicultural di Belmore Park di Goulburn. Tapi hanya mengetikkan Belmore Park, sehingga entry pertama yang muncul adalah Belmore Park di Shellharbour. Sedikit sentuh-sentuh di GPS, meluncurlah kami ke Shellharbour. Nah, tiga setengah jam kemudian, barulah kami sadar bahwa kami menyetir terlalu jauh. Tak apalah, kami akhirnya menikmati kota kecil di pinggir laut ini setelah telebih dahulu makan siang di KFC. Lagian, perjalanannya juga mengasikkan. Daripada dibawa stress, mendingan dibawa ketawa iya gak?

Silly thing isn’t it?

Malam Satu Suro

Tidak seperti malam satu Suro yang selama ini terlewati dengan biasa-biasa saja, setelah diawali dengan undangan nikah yang tidak habis-habis, malam satu suro kali ini benar-benar istimewa. Bagaimana tidak, malam tahun ini, 9 Januari 2008, saat menyambut satu Suro yang berpindah pada saat maghrib, diiringi dengan seluruh rush dan preparation ke Canberra. Sekali lagi, perjalanan panjang Sumedang-Jakarta yang untuk selanjutnya terbang abroad diulangi. Artinya, tahun baru kali ini betul-batul dimulai dengan sesuatu yang baru, tinggal di negara baru dan memulai kehidupan baru. Untungnya, sekian banyak blessing yang mendoakan saya, terimakasih banyak untuk mereka semua.

Perjalanan ke Sydney dengan Qantas tidak seistimewa ketika menuju Amsterdam dengan Malaysia Airlines. Keistimewaan disini sekali lagi perlu didefinisikan sebagai ada tidaknya TV di kursi penumpang. Jika ada, berarti masih kategori istimewa, karena tidak perlu kebingungan menghabiskan waktu dengan tidur yang sama tidak nyamannya dengan Bis. Saya masih teringat betul perjalanan ke Montreal dulu memakai Cathay Pasific. Perjalanan yang sangat jauh itu terasa terhibur dengan film Kung Fu Husle yang ditonton 3 kali. Anehnya, tidak bosan menontonnya, mungkin karena Stephan Chow yang sedang bersinar kariernya kala itu.

Tiba di Sydney 6, 5 jam kemudian, kira-kira jam 7 pagi waktu Sydney yang sangat panas cuacanya. Panas, kering dan membakar. Perjalanan ke Canberra dilanjutkan dengan pesawat dengan dua baling-baling yang berisi 76 penumpang 2-2, mirip bis Bandung Cepat, hanya sedikit lebih panjang. Eh tidak ding, lebih nyaman Bandung Cepat karena jarak kakinya lebih longgar. Dengan tidak sedikit guncangan ketika mendarat, sampailah saya di Canberra yang disambut dengan standing Banner Crawford School of Economics and Government, the Australian National University.

Continue reading “Malam Satu Suro”

Negeri Para Kumpeni, sebuah catatan perjalanan (satu)

rokkenTanggal 16 Oktober 2007 pagi, empat hari setelah Idul Fitri, perjalanan panjang Jakarta-Kuala Lumpur-Schiphol dimulai. Keberangkatan pagi-pagi dari Sumedang ke Jakarta tidak disambut dengan hiruk pikuk dan kemacetan Jakarta yang terpaksa menyertai selama dua bulan terakhir. Hanya kantor-kantor yang tidak peduli idul fitri saja, yang tetap menjalankan aktivitas seperti biasanya, salah satunya Kedutaan Belanda, dimana visa schegen diurus dan diambil siang itu untuk keberangkatan sore harinya.

Bandara Soekarno-Hatta sepertinya tidak malu membawa nama besar pemimpin kelas dunia ini, Hal ini sangat terasa ketika pertama kali menginjakkan kaki di Bandara KL, dua jam setelah lepas landas dari Jakarta. Bandara KL sudah mirip dengan bandara kelas dunia yang dapat ditemukan di negara maju. Indikatornya gampang, air yang langsung dapat diteguk, jadi PAM betul-betul singkatan dari Perusahaan Air Minum dan bukan Perusahaan Air Mandi. Jadi pendeknya, keinferioran sebagai bangsa tertinggal, miskin dan tidak maju langsung terasa, hanya dalam 2 jam dari Jakarta. Sebenarnya enggan kami naik Malaysia Airlines mengingat sebagian keuntungannya dipakai untuk membayar empat polisi yang memukul Ketua Juri Karate Indonesia Donald Pieter Luther Kolopita beberapa saat lalu. Tapi bagaimana lagi, selain relatif lebih murah, tidak ada maskapai Indonesia yang diijinkan terbang di seluruh dataran Eropa, bahkan beberapa negara membuat travel warning agar warganya tidak naik pesawat ketika berada di Indonesia. Waduh, memalukan memang, tapi itulah realitasnya. Dalam dunia yang semakin terasa kecil dan teknologi yang semakin maju, ada banyak hal yang membuat kita harus berkaca.

Continue reading “Negeri Para Kumpeni, sebuah catatan perjalanan (satu)”