Tidak seperti malam satu Suro yang selama ini terlewati dengan biasa-biasa saja, setelah diawali dengan undangan nikah yang tidak habis-habis, malam satu suro kali ini benar-benar istimewa. Bagaimana tidak, malam tahun ini, 9 Januari 2008, saat menyambut satu Suro yang berpindah pada saat maghrib, diiringi dengan seluruh rush dan preparation ke Canberra. Sekali lagi, perjalanan panjang Sumedang-Jakarta yang untuk selanjutnya terbang abroad diulangi. Artinya, tahun baru kali ini betul-batul dimulai dengan sesuatu yang baru, tinggal di negara baru dan memulai kehidupan baru. Untungnya, sekian banyak blessing yang mendoakan saya, terimakasih banyak untuk mereka semua.
Perjalanan ke Sydney dengan Qantas tidak seistimewa ketika menuju Amsterdam dengan Malaysia Airlines. Keistimewaan disini sekali lagi perlu didefinisikan sebagai ada tidaknya TV di kursi penumpang. Jika ada, berarti masih kategori istimewa, karena tidak perlu kebingungan menghabiskan waktu dengan tidur yang sama tidak nyamannya dengan Bis. Saya masih teringat betul perjalanan ke Montreal dulu memakai Cathay Pasific. Perjalanan yang sangat jauh itu terasa terhibur dengan film Kung Fu Husle yang ditonton 3 kali. Anehnya, tidak bosan menontonnya, mungkin karena Stephan Chow yang sedang bersinar kariernya kala itu.
Tiba di Sydney 6, 5 jam kemudian, kira-kira jam 7 pagi waktu Sydney yang sangat panas cuacanya. Panas, kering dan membakar. Perjalanan ke Canberra dilanjutkan dengan pesawat dengan dua baling-baling yang berisi 76 penumpang 2-2, mirip bis Bandung Cepat, hanya sedikit lebih panjang. Eh tidak ding, lebih nyaman Bandung Cepat karena jarak kakinya lebih longgar. Dengan tidak sedikit guncangan ketika mendarat, sampailah saya di Canberra yang disambut dengan standing Banner Crawford School of Economics and Government, the Australian National University.
Kesan pertama tentang Canberra, tentu saja selain panas adalah sepi. Penduduk ibukota Australia ini sekitar 330.000 orang, kebanyakan usia muda. Mahasiswa adalah penyumbang significant kota kecil ini, selain tentu saja pegawai negeri. Berbeda dengan kesan pertama mendatangi kota baru yang selalu exciting, di Canberra sepertinya biasa saja. Entah karena pernah ke Melbourne sebelumnya atau ke Den Haag yang sangat mengasyikkan, tetapi sepertinya lebih karena tujuan datang ke kota ini sudah jelas, belajar selama dua tahun ke depan. Disamping itu, meninggalkan my lovely wife, jilan dan bening adalah faktor yang paling terasa.
In the first day, unexpectedly, I questioned myself disoriented,
“why I am here?”
“you already got your master…”
And I won’t stop questioning myself that has already started in the first day of Muharram. It will, many times, keep me focus in what I will do here.
The Blessing of Suro. Sorry Setan, I have let you down. I know that you won’t stop trying on me. Let see…