Terdapat tiga cara untuk haji bagi orang Indonesia yaitu melalui haji regular, haji Khusus (dulu ONH Plus) Kuota dan Haji Khusus Non Kuota (haji sandal jepit). Ketiganya menentukan bagaimana ibadah haji dilakukan dan apakah calon jemaah haji betul-betul bisa menunaikan ibadah haji atau tidak.
Pada prinsipnya, Jemaah haji yang akan berangkat ke Baitullah harus mendapatkan ijin masuk (Visa) dari Kedutaan Besar Arab Saudi (KBSA). Kerajaan Arab Saudi saat ini merupakan the custodian of the two holy places yaitu penjaga dua kota suci Mekkah dan Madinah. Penjaga dua kota suci ini terus berganti setiap waktu. Kaum Kafir Quraisy pernah menjaga kota Mekkah sebelum Nabi. Kekhalifahan Turki Utsmani pernah menjaganya pula.
Visa haji yang diberikan gratis ini hanya membolehkan pemiliknya untuk mengujungi tiga kota saja: mendarat di Jeddah, dan mengunjungi Mekkah dan Madinah. Jalan dari Jeddah ke Mekkah atau Madinah pun harus menggunakan jalur tol khusus dengan bus atau taksi. Jadi pemegannya tak boleh jalan-jalan sembarangan ke kota-kota lain di Arab Saudi.
Berhubung Jemaah haji semakin banyak, maka pemerintah Arab Saudi terpaksa membatasi jumlah Jemaah haji. Setiap tahun Jemaah haji sekitar 3 juta Jemaah karena keterbatasan ruang yang harus disediakan untuk mengantisipasi jalur perjalanan Mekkah-Arafah Mina (Armina) yang merupakan tempat perkumpulan terbesar manusia setiap tahun. Jemaah kemudian dibatasi dengan system kuota yang kira-kira 1 jemaah haji untuk sekitar 1000 muslim di negara tersebut. Penduduk muslim Indonesia yang berjumlah sekitar 210 juta penduduk mendapatkan kuota sekitar 210 ribu Jemaah haji untuk tahun 2012. Sehingga calon Jemaah harus mengantri untuk dapat beribadah ke Baitullah. Dalam kuota ini dibagi menjadi kuota untuk Jemaah regular dan kuota untuk Jemaah haji khusus (ONH Plus) yang sejak 2004 pendaftaran dan mekanismenya turut dikelola pemerintah. Dahulu, Jemaah haji plus diorganisir secara mandiri oleh travel perjalanan haji, walaupun Pemerintah Indonesia sudah mengelola haji sejak tahun 1949. Untuk lengkapnya, mari kita bahas satu per satu jenis-jenis haji tersebut.
Haji Regular
Dibandingkan dua jenis haji lainnya, haji regular biayanya paling murah dan waktu di Arabnya paling lama, disamping tentu saja waktu tunggunya paling lama. Haji regular dikelola pemerintah sejak tahun 1971 dan kemudian dimasukkan dalam system antrian haji yang disebut Siskohat (Kisah Haji tahun 1970an bisa dibaca disini). Kuota Jemaah haji regular dihitung berdasarkan jumlah penduduk muslim per Kabupaten/Kota yang didapatkan dari pembagia kuota nasional. Jadi antrian untuk satu kabupaten berbeda dengan kabupaten lainnya. Sebagai contoh, jika ada dua jamaah haji yang mendaftar dari Kabupaten Magelang dan Kota Magelang dalam waktu yang sama dan mendapatkan nomor porsi, bisa saja estimasi berangkat berbeda tahun, tergantung antrian dan kuota di kabupaten/kota yang bersangkutan. Karena kuotanya per kabupaten, Jemaah haji hanya dapat mendaftar di kabupaten berdasarkan domisili di Kartu Tanda Penduduk.
Haji reguler merupakan haji paling murah, seiring dengan tuntutan peningkatan pelayanan haji. Karena meningkatnya kemampuan ekonomi, jemaah haji menuntut perbaikan layanan misalnya terkait dengan akomodasi, menu makan, transportasi dls. Sebelum berangkat ke tanah suci, Jemaah haji reguler mendaptkan bimbingan manasik dari Kemenag di Kabupaten/Kota. Seringkali persiapannya memakan waktu tidak sedikit dan bisa menciptakan keakraban diantara Jemaah haji. Silaturahmi ini terus terjaga sepulang dari berhaji. Setelah latihan manasik, Jemaah haji dikarantina di asrama haji yang didirikan pemerintah selama beberapa hari/minggu. Karantina diperlukan mengingat tidak sedikit dari jamaah yang tidak faham peraturan sehingga masih membawa barang-barang yang dilarang di penerbangan.
Di tanah suci, Jemaah haji reguler bisa menghabiskan waktu antara 30-40 hari. Hampir semua Jemaah haji reguler memiliki kesempatan untuk melakukan Sholat Arbain (40 kali sholat waktu) selama 8 hari di Masjid Nabawi. Setelah tiba di bandara Jeddah, jika masih lama dari waktu haji, Jemaah reguler akan pergi dulu ke Madinah dan baru kemudian ke Mekkah. Jika datang menjelang puncak haji, akan langsung ke Mekkah dulu baru kemudian ke Madinah. Jemaah haji reguler harus pandai-pandai menjaga stamina agar pada saat ibadah haji kondisi fisik Jemaah prima.
Jemaah haji reguler cocok untuk mereka yang memiliki dana terbatas, tetapi ingin lebih lama di tanah suci. Kelompok ini juga mendapatkan dukungan pemerintah yang kuat di Indonesia dan di tanah suci karena banyaknya peserta haji Indonesia telah berusia lanjut dan tidak terbiasa bepergian keluar negeri.
Haji Khusus (dulu ONH Plus)
Haji khusus merupakan tuntutan perbaikan ekonomi yang tidak lagi merasa puas dengan pelayanan haji reguler. Hukum unik di dalam perjalanan haji, jika di wisata lain anda membayar lebih mahal untuk berlibur untuk waktu yang lebih lama, di ibadah haji, anda membayar mahal untuk waktu yang lebih sebentar. Semakin sebentar, semakin mahal. Paket haji khusus untuk 21 hari lebih murah dibandingkan dengan 14 hari (puncak ibadah haji hanya 5 hari).
Sejak tahun Jemaah Haji Khusus Kuota, walaupun pendaftarannya dikoordinir Kemenag, pelayanan dan fasilitasnya dilakukan oleh travel-travel secara mandiri. Pelayanannya dua kali lipat diatas Jemaah haji regular, mengingat harganya yang juga sekitar dua kali lipat. Manasik Jemaah haji khusus tidak dilakukan di kantor-kantor Kemenag tetapi di hotel-hotel. Hotel juga menjadi transit sebelum berangkat, tidak di asrama haji. Di tanah suci, Jemaah haji khusus juga mendapatkan hotel berbintang dengan makanan yang lebih enak dan lebih dekat dengan (kadang di depan persis) Majidil Haram dan Masjid Nabawi. Tenda-tenda tempat istirahat ketika wuquf juga lebih baik.
Jika Jemaah Haji Reguler harus menunggu selama beberapa tahun untuk dapat berhaji, Jemaah Haji Khusus hanya menunggu untuk waktu yang lebih pendek. Kuota untuk Jemaah Haji khusus sekitar 17 ribu (dari 230 ribu untuk Indonesia) yang dihitung secara nasional dan tidak dibagi per kabupaten. Pendaftaran haji Reguler juga tidak dilakukan di Kantor Kemenag tetapi di biro perjalanan haji. Dana awal haji kemudian disetorkan ke rekening pemerintah untuk mendapatkan “nomor porsi” melalui Siskohat.
Haji Khusus Non-Kuota
Diluar Haji Khusus yang dikoordinir pendaftarannya oleh Kementrian Agama yang dilakukan lewat system terpadu (Siskohat), masih ada travel yang mengkoordinir lagi Jemaah khusus mereka masing-masing. Jemaah haji yang menggunakan jalur ini sering didiskrimasi dengan sebutan haji non-kouta “haji sandal jepit”. Tidak jelas darimana asal penyebutan itu, tetapi tidak sesuai dengan pelayananan hotel bintang empat/lima yang diterimanya. Jemaah Haji Non-Kouta ini mengandalkan pada pemberian visa haji oleh KBSA yang jumlahnya tiap tahun dapat setara dengan haji khusus kuota.
Haji non-kuota di satu sisi merupakan sisa-sisa pengelolaan haji mandiri yang dilakukan individu dan kelompok agama sebelum diambil alih pemerintah dan disisi lain peluang bisnis travel haji. Pendeknya, sebelum ada Indonesia, banyak orang sudah berhaji. Mereka menggunakan berbagai macam jaringan, mulai afiliasi ulama, dagang, keluarga dls. Pemerintah berusaha menghilangkan haji non-kuota agar semuanya Jemaah haji berada dalam kontrol pemerintah. Dengan biaya yang sama, Jemaah haji non-kuota bisa mendapatkan fasilitas yang lebih baik daripada haji khusus. Travel-travel yang berpengalaman mampu melakukan efisiensi sehingga dapat memberi pelayananan haji yang lebih baik. Efisiensi, masih menjadi masalah pemerintah.
Terdapat beberapa keuntungan dan kerugian menggunakan jalur Haji Khusus Non Kuota. Salah satu keuntungannya adalah tidak perlu antri menggunakan kuota, namun resiko yang sebanding adalah gagalnya Jemaah ke tanah suci kalau visa tidak dikeluarkan oleh KBSA. Kisah di tahun 1433 H (2012) cukup mendominasi media di musim haji adalah gagalnya ribuan (travel menyebut angka 19.000, anggota DPR menyebut 3.500) calon Jemaah haji karena tidak mendapatkan visa dari KBSA. Salah satu sebab dari gagalnya ribuan Jemaah haji tersebut adalah adanya surat kesepahaman antara Kemenag RI dan Kementrian Urusan Haji Arab Saudi yang hanya memberikan visa untuk Pejabat dan VIP dan tidak diberikan kepada jamaah yang dikelola travel. Pemerintah Indonesia memang berusaha keras untuk memberantas haji non-kuota karena menurut pemerintah Indonesia menjadi beban ketika berada di tanah suci, terutama apabila tidak dikelola dengan baik oleh travel. Beberapa Jemaah ditelantarkan di tanah suci karena travel yang tidak kompeten dan ada permainan untuk mendapatkan visa. Sudah sejak lama Kementrian Agama disinyalir menjadi salah satu sarang korupsi, dan proyek tahunan terbesar seperti haji menjadi target utamanya. Belakangan, Menteri Agama Suryadharma Ali tersandung kasus korupsi Haji di tahun 2012 ketika ribuan haji jalur non kuota gagal berangkat (lihat juga disini). Salah satu yang dilakukannya adalah dengan memasukkan istrinya sebagai petugas haji dan mendapatkan gaji dari negara. Bayangkan, sudah naik haji gratis, tidak urut nomor antrian, dibayar pula. Ketika menemui masalah, akan kembali ke perwakilan “resmi” Indonesia. Selain itu, Jemaah Haji non Kuota juga dianggap memotong antrian menggunakan system Kuota.
Disisi lainnya, Jemaah haji Non Kuota yang cukup kompeten menganggap pembatasan Jemaah Haji Non Kuota adalah bukti “keirian” pemerintah Indonesia. Menurut mereka, pemerintah Indonesia gagal menyediakan fasilitas dan akomodasi yang lebih baik dari mereka di tanah suci. Travel penyelenggara haji khusus dapat memilih penerbangan, hotel, transportasi dan fasilitas lain secara bebas sehingga kenyamanan Jemaah haji menjadi prioritas mereka. Memang pada umumnya, fasilitas Jemaah Haji Khusus Non Kuota lebih baik daripada Jemaah Haji Khusus Kuota, apalagi jika dibandingkan dengan Jemaah Haji Reguler. Seandainya ada beberapa yang terlantar beberapa saat, misalnya harus menunggu bus di Jeddah, jumlahnya tidak signifikan.
Setiap tahun, Jemaah Haji Khusus non-Kuota ini selalu ada karena pemberian visa adalah kewenangan KBSA. Jemaah haji yang ingin kepastian keberangkatan, dapat memilih haji regular atau Haji Khusus Kuota. Bagi yang ingin bertaruh dengan resiko gagal berangkat, silakan memilih Haji Khusus Non Kuota. Untuk sebagian kecil kalangan, haji non-kuota juga lebih mensucikan haji karena dana langsung disetor ke travel yang tidak masuk system perbankan konvensional yang dipakai Kementrian Agama untuk mengurus uang haji reguler dan haji khusus karena masih menggunakan rekening di bank umum. Tentu saja, saat ini banyak dana haji yang dikelola bank syariah dengan metode bagi hasil.
Calon Jemaah haji harus berhati-hati untuk memastikan namanya masuk dalam system kuota pemerintah dengan mendapatkan nomor porsi. Cara pendaftaran Haji khusus kuota dan non-kuota sama. Bedanya, pada haji khusus kuota dana yang disetorakan calon jamaah disetorkan ke pemerintah sementara di haji non-kouta dana calon jamaah dikelola travel secara mandiri. Jemaah juga harus berhati-hati lagi jika menggunakan kouta negara lain, seperti Filipina yang digagalkan tahun 2016.
Baca Juga:
-
- Situs resmi Haji Kemenag disini
-
- Muslim Abdurrahman,” Bersujud ke Baitullah“
-
- Danarto,” Orang Jawa Naik Haji& Umroh“
- Ali Syariati, “Haji“