Méndém dalam bahasa di kampung saya di Bogeman Magelang artinya mabuk, biasanya khusus untuk mabuk yang disebabkan oleh pengaruh minuman. Kadang méndém juga diasosiasikan untuk makan sesuatu melebihi batas, seperti méndém duren, méndém gadung dls. Saya mau membandingkan méndém cara Australia dan méndém model proletar seperti kita.
Di Australia, mereka yang sudah lebih dari 18 tahun boleh méndém sepuasnya. Toko-toko ndém-ndéman tersebar merata di “kampung-kampung”. Saya belum pernah menemukan deretan toko di sebuah kawasan belanja yang tidak ada toko ndém-ndéman-nya. Kalau belum 18 tahun, remaja Australia dilatih méndém dengan minum bir dengan kadar alcohol yang rendah. Bir di Australia (dan juga di negara barat lainnya) sangat lazim diminum hampir kapan saja. Jika masih anak-anak, latihannya dengan minum minuman bersoda. Saking lazimnya, minuman bersoda itu seperti teh di Indonesia. Melengkapi setiap makanan dan menghiasi hampir semua menu.
Minuman beralkohol, misalnya anggur juga menghiasi hampir seluruh menu makan dan lazim disajikan dalam setiap acara. Jadi kalau ada acara makan malam dan tidak memiliki anggur untuk sedikit méndém, akan sama anehnya dengan tidak memiliki teh panas manis di kampung-kampung di Jawa. Tuan rumah akan sangat malu. Waktu saya masih tinggal di asrama kampus khusus mahasiswa PhD di University House ANU, setiap Rabu petang kami dijamu dengan menu makan malam lengkap (buffet) mulai dari opening, main course dan dissert. Di meja juga selalu ada satu botol anggur putih dan satu botol anggur merah selain air putih. Hanya itu pilihan minumnya. Pernah saya bertanya kepada kawan yang sering absen ikut makan malam mewah sekaligus gratis tersebut. Jawabannya, karena dia selalu tergoda untuk minum sehingga menjadi tidak produktif di hari Kamis.
Minuman beralkohol terutama anggur putih dan anggur merah juga selalu menghiasi acara-acara akademik di kampus. Jika ada konverensi atau pelucuran buku, anggur putih akan disajikan berjejeran dengan juice dan air putih. Tiga jenis minuman ini hampir selalu ada. Pernah waktu saya mengikuti kelas ekslusif tentang korupsi dan anti korupsi yang berbiaya AU$5,000 hanya untuk kursus intensif selama dua setengah minggu, istirahat sela di siang hari di tengah kelas adalah anggur merah dan anggur putih.
Di Indonesia tentu sangat berbeda. Minuman beralkohol dibatasi dengan ketat. Impor diatur. Anggur yang di Australia harganya sebotol sekitar AU$10 tidak mudah ditemukan, kecuali mereka yang memang berniat mencarinya. Nilai sepadan belanja dari AU$10 itu kira-kira 10 ribu rupiah. Jadi bayangkan anda mendapatkan anggur berkelas hanya dengan 10 ribu rupiah sebotol. Betul-betul surga bagi penikmat ndém- ndéman.
Di Indonesia lebih mudah menemukan ndém- ndéman kelas kambing dengan harga murah, bahkan bisa beli separuh botol. Harga Topi Miring di sebuah supermarket di Surabaya sebotol 20 ribu. Jelas kualitasnya juga miring, yang penting murah. Dua merek paling terkenal karena murahnya adalah Topi Miring (katanya Wisky) dan Mansion House (katanya Vodka). Sebelum Kepres yang mengatur miniman beralkohol di Hotel dan restoran tertentu dibatalkan, minuman kelas atas hanya dapat ditemui di tempat-tempat eksklusif yang tidak mungkin terjangkau kaum miskin. Pilihan kaum miskin seringkali ekstrem, mencampurkan alcohol untuk luka luar dengan minuman energy ditambah sedikit Autan. Tentu saja akhir dari semuanya adalah kuburan.
Walaupun bisa disebut surga bagi penggemar ndém- ndéman, Australia sangat ketat mengatur siapa dan dimana boleh diminum. Alkohol tidak boleh diminum di tempat-tempat public. Harus di tempat-tempat privat. Hukumannya ketat dan polisi akan cepat merespon. Sehingga mendém menjadi sebuah gaya hidup yang dapat diterima. Tentu saja tidak sedikit pemendém yang kerjaannya juga hanya méndém. Di Indonesia méndém menjadi konsumsi kelas proletar. Minum di tempat umum dan kemudian membuat onar. Bangga dengan keméndéman nya.
Bagi mahasiswa asing yang tidak pernah méndém, dampak surga perméndém-an bisa menimbulkan dua dampak. Dampak pertama adalah cicip-cicip dan coba-coba setiap ada kesempatan gratis. Masih sungkan untuk membeli sendiri perméndéman di Liquor Shop. Dampak lainnya justru sebaliknya, menjadi semakin ekstrem dan berhati-hati, menjauhi seluruh minuman yang mungkin terdampak dari perméndéman. Ketika dihadapkan pada tantangan. Keyakinan justru semakin mengkristal.
Bagaimana dengan saya? Saya sih cuma ingat kalau minuman keras itu minumannya setan. Kalau minuman setan diminum manusia, trus setannya minum apa? Wedang Jahe??
Kalau anda bagaimana???