KLARIFIKSI BERITA terkait Menkopolhukam Mahfud MD dan M. Rizieq Shihab

 
Dalam beberapa media-media, ada framing yang tidak sesuai dengan apa yang saya sampaikan di acara Refleksi Akhir Tahun di Dept. Politik Pemerintahan pada 18 Desember 2020. Gatra.com menampilkan judul “Dosen UGM: Polisi Harusnya Periksa Mahfud MD Sebelum Rizieq.” Pikiran Rakyat menampilkan judul, “Dosen UGM Sebut Mahfud MD Lebih Layak diperiksa Terlebih Dahulu.” Demokrasi.co.id menampilkan judul, “Dosen UGM: Polisi Harusnya Periksa Mahfud MD Sebelum Rizieq.” MBS News menampilkan judul “Dosen UGM: Sebelum Rizieq Shihab, Polisi harusnya periksa Mahfud MD lebih dulu.”
 
Berikut ini beberapa klarifikasi saya:
 
Pertama, saya tidak pernah menyampaikan bahwa Menkopolhukam Mahfud MD harus diperiksa terlebih dahulu sebelum Muhammad Rizieq Shihab. Saya bahkan tidak menyebut sama sekali tentang pemeriksaan Rizieq Shihab. Kata “Rizieq” hanya saya ucapkan dua kali terkait dengan “penjemputan Rizieq”, dan sama sekali tidak berkaitan dengan pemeriksaannya.
 
Apa yang dipelintir dari pernyataan saya tersebut?
 
Menurut saya memang ada kecenderungan pelanggaran protokol kesehatan diubah menjadi motif politik yang dibuktikan dengan pemanggilan Gubernur DKI dan Gubernur Jabar. Ini berbahaya ketika kita bersama-sama berusaha untuk menangani pandemi. Jika ingin adil terkait penengakan protokol dengan melibatkan kepolisian dan bukan dengan koordinasi antar pemerintahan pusat-daerah, Menkopolhukam seharusnya diperiksa sebelum Gubernur DKI dan Gubernur Jabar. Jadi bukan sebelum Rizieq, tetapi sebelum Anies Baswedan dan Ridwan Kamil. Hal ini saya sampaikan dalam rangka melihat disharmoni hubungan pusat-daerah.
 
Sekali lagi, pernyataan saya terkait Menkopolhukam sama sekali tidak berhubungan dengan pemeriksaan Rizieq Shihab.
 
Kedua, pernyataan bahwa kalimat “Indonesia bukan yang terbaik, tapi juga bukan yang terburuk. Kapasitas kita setara Negara-negara terbelakang di Afrika” tidak berdiri sendiri. Kapasitas negara tersebut diukur dari kapasitas tes per sejuta populasi dimana pada 31 Agustus 2020 Indonesia hanya mampu melakukan 8.118/sejuta populasi dan pada 18 Desember 2020 meningkat menjadi 24.038/sejuta populasi (menurut wolrdometers.info). Angka ini memang setara dengan negara-negara seperti Zambia, Ethiopia dan Zimbabwe dan kritik tentang hal ini sudah banyak disampaikan sejak awal pandemi.
 
Penulisan berita sekolah-olah terkesan ada evaluasi terhadap semua negara di dunia, padahal karakter tiap negara sangat berbeda. Pada pilihan kebijakan Rem dan Gas yang dilakukan Pemerintah, terlihat capaian ekonomi Indonesia yang cukup baik di Asia Pasific yang saya sampaikan sebelumnya, tidak dimasukkan dalam kutipan berita. Padahal keduanya adalah bagian integral.
 
Silakan anda dengarkan kembali pernyataan saya tersebut disini:
 
Bahan Presentasi dapat anda download disini:
 
https://simpan.ugm.ac.id/s/agtbOUWuSf6EYWx