Salah satu temuan paling penting sepanjang sejarah kebudayaan manusia adalah penemuan tentang waktu. Buku the Discovery yang saya beli di toko buku bekas di Montreal menyebutkannya demikian. Penemuan tentang waktu dimulai dari kesadaran bahwa bumilah yang berputar mengelilingi matahari (heliocentric) dan bukan sebaliknya (geocentric). Temuan yang harus ditebus dengan nyawa Galileo ini membuka peluang baru tentang temuan tentang waktu matahari dimana setiap putaran planet selalu akan kembali ke titik yang sama ketika berputar dalam satu putaran penuh. Bumi akan menemui titik yang sama pada satu putarannya terhadap matahari. Dari sanalah waktu matahari berawal.
Waktu bulan dihitung berdasarkan putaran bulan terhadap bumi. Setiap malam, manusia mengamati perubahan terhadap bulan. Kapan bulan menjadi sabit, separo dan purnama diamati secara terus menerus. Tidak kalah luar biasa dibandingkan dengan waktu matahari, waktu bulan dipakai sebagai standar waktu manusia. Kedua basis perhitungan ini dipakai manusia selama ribuan tahun untuk menentukan banyak hal. Bedanya, dalam waktu matahari, matahari berposisi sebagai centre dan dalam waktu bulan, bumilah yang berfungsi sebagai centre.
Sekali manusia menemukan bagaimana waktu dapat dihitung, temuan lain segera menyusul. Kejadian-kejadian penting kemudian dicatat dan dikategorikan, sehingga nelayan tahu kapan badai akan datang, petani tahu betul bahwa ada 2 minggu cuaca panas tanpa hujan setelah 6 minggu musim hujan. Perhitungan lainnya dikategorikan secara lebih detail dengan mengamati setiap tanggal lahir manusia yang menjadikan perhitungan bintang, shio dan primbon tetap diminati. Pendeknya, temuan tentang waktu membuka kesempatan luas terhadap perhitungan lainnya yang membuka kesempatan banyak hal. Penemuan tentang waktu, mungkin hanya bisa tersaingi dengan penemuan computer dan internet.
Kebudayaan Romawi dan China merupakan dua kebudayaan yang menggunakan perhitungan waktu matahari. Agama-agama juga memiliki perhitungannya sendiri. Confucian dan Buddha menggunakan waktu matahari, Hindu menggunakan waktu bulan (Chaka) Christian menggunakan perhitungan waktu matahari yang dihitung sejak kelahiran Jesus. Islam menggunakan perhitungan waktu bulan yang dimulai dari perjalanan Muhammad (hijra) dari Mecca ke Medina. Setiap agama sadar betul tentang pentingnya perhitungan waktu bagi perluasan doctrine dan ajarannya, sehingga semuanya menciptakan perhitungan waktunya sendiri dan baru. Menariknya, hanya ada satu kebudayaan di dunia yang coba menggabungkan beberapa perhitungan waktu tersebut. Suku Jawa di Indonesia menggabungkan berbagai perhitungan waktu yang menciptakan system perhitungan waktu paling kompleks di dunia yang dikenal dengan Anno Javanica.
Perhitungan waktu Matahari (kalender Masehi) yang berpusat di Matahari memiliki lebih banyak kekurangan daripada Waktu bulan dibandingkan dengan pertihungan waktu bulan. Sempat dilakukan beberapa kali revisi agar ukuran 365,25 hari menjadi pas. Perhitungan waktu matahari pernah dimajukan selama 17 hari, dimundurkan, dimajukan lagi. Salah satu penyesuaian itu adalah Daylight Saving yang dimulai sejak awal abad 20.
HP Benq-Siemens saya yang sering error memberikan pilihan tentang daylight saving yang tidak saya pahami. Ketika saya “ON” kan pilihan daylight saving, tidak ada yang berubah, “ah mungkin akan menghemat energy baterai di siang hari.” Pikirku. Pada saat di Den Haag, saya baru tahu apa itu day-light saving. Tiba-tiba waktu di computer mundur 1 jam karena mulai masuk musik gugur menjelang musim dingin, tanda musim panas telah berlalu. Saat ini di Canberra, Daylight Saving diundur menjadi tanggal 6 April karena perubahan cuaca. Pada tanggal itu, setiap orang harus mengundurkan waktunya 1 jam. Nanti jika mau menginjak musim panas (spring), waktu dimajukan kembali 1 jam. Hal ini dilakukan karena perhitungan tidak tepat lagi. Daripada merubah semua jadwal kereta, bus, jam kantor menjadi mundur satu jam karena menjadi terlampau pagi atau terlampau malam, lebih simple jika waktunya sendiri yang dimundurkan sehingga semua “seolah” tidak berubah.
Di negara-negara 4 musim, matahari sangat tergantung pada tanggal. Pada musim panas di Montreal misalnya, Fajr terbit pada jam 4.00 am dan tenggelam jam 8.23 pm. Artinya, sholat subuh dimulai jam 4.00 dan Magrib jam 8.23 pm, Isya jam 10 pm. Pada musim panas, siang hari menjadi lama dan malam hari menjadi sebentar. Pada musim gugur di Den Haag, Sholat subuh dimulai jam 6.25 am dan Magrib jam 4.36 pm. Malam menjadi lamaaaa sekali. Dalam sehari, waktu sholat bisa berubah dalam skala waktu yang besar. Di Canberra, setelah dimatikannya Daylight Saving yang berarti awal Autumn, Waktu Sholat Magrib tgl 6 April 2008 adalah jam 5.51 pm dan Sholat Magrib tanggal 30 April adalah jam 5.22 pm yang berarti dalam 24 hari terdapat perbedaan waktu selama 29 menit. Bisa dipastikan, tanpa panduan waktu sholat, perhitungan menjadi kacau. Di Belanda, saya pernah 8 hari sholat Subuh di waktu sholat Tahajud. Di Montreal, saya jarang sholat Subuh karena baru bangun jam 7 pagi. Perubahan ini lebih menyakitkan jika datang waktu puasa. Jika bulan Ramadhan datang di Montreal pada musim panas, siap-siap saja untuk berpuasa selama 18 jam, walaupun puasa serasa lebih ringan jika hadir musim dingin.
Tidak seperti di Indonesia dan Negara Ecuador lainnya, waktu serasa fix, tetap dan hanya sedikit berubah. Satu-satunya kesempatan mengotak-atik perhitungan jam adalah karena baterainya habis atau rusak karena kehujanan. Tanpa melihat perhitungan waktu sholat, setiap orang akan dapat menduga kapan waktu sholat. Bahkan saking pastinya waktu sholat, beberapa daerah pedesaan Indonesia menggunakan waktu sholat sebagai basis aktifitas. Dalam tesis M.A saya tentang Dukun Bayi di beberapa pelosok Bantul, Yogyakarta, saya menyebutnya sebagai Sholat Time Based Management. Di tempat penelitian saya, aktivitas keseharian masyarakat misalnya pengajian, arisan atau janjian dengan tamu, tidak berdasarkan jam tapi berdasar waktu sholat. Ketika saya bertanya kapan bisa ketemu, mereka menjawab “ya nanti mas, habis Ashar”. Bukan jam 3, 4, atau 5. Habis Asyar berarti sekitar jam 4-5. Mereka member toleransi waktu bagi saya untuk bertemu dalam jam itu. Praktik ini semakin lama semakin pudar, entah karena setiap orang mampu membeli jam tangan, atau semakin sedikit orang yang sholat, atau dorongan Globalisasi.
Dunia didominasi oleh jam matahari. Setiap perhitungan waktu dilakukan dengan jam matahari. Jadwal penerbangan pesawat misalnya, di seluruh dunia dilakukan dengan jam matahari. Saat ini, ketika internet memudahkan banyak hal, dan gadget-gadget semakin canggih, waktu semakin tersentral. Waktu di computer, hp dan gadget lainnya otomatis berubah disesuaikan dengan waktu central di time.wondows.com atau di big bang di Inggris. Mencocokkan waktu tidak harus menunggu acara Dunia Dalam Berita di TVRI seperti jaman bapak saya dulu. Sekali klik, pasti cocok dengan milyaran orang lain di seluruh dunia.