Ceteris Paribus

aus$Judul dari posting ini sudah mengendap sekian lama di draft WordPress. Judul ini datang dari bahasan tentang Introductionary Academic Preparation di Crawford yang mau tidak mau harus bersentuhan dengan ekonomi. Kristen mengajar dengan baik persiapan untuk course microeconomics yang akan dilalui di semester pertama dan macroeconomics yang ada di semester kedua .  Kedua subjects ini begitu mengerikan terdengar setelah sekian lama tidak lagi menggambar grafik, memahami rumus dan melakukan penghitungan matematik. Tapi apa daya, tuntutan untuk segera settle di Canberra dengan mendapatkan akomodasi yang mamadai, menuntut untuk meninggalkan beberapa kelas Kristen dan kelas IAP lainnya ketika dihadapkan pada persoalan inspeksi rumah.

Ceteris Paribus mengacu pada “all things are being equal”. Ekonom menggunakan hukum ceteris paribus untuk membuat model pada gejala ekonomi, yang menurut para ekonom, hadir dalam setiap sisi manusia. Berbeda dengan political science yang lahir sejak jaman Yunani kuno, dimana hukum Plato masih sering menjadi rujukan (ingat Socrates sebagai Critical thinker pertama), study ekonomi relatif baru hadir di tahun 1776 dari Adam Smith, dewa ekonomi. Menariknya, walaupun baru berumur 250 tahun, ekonom mengklaim manusia tidak pernah lepas dari hukum-hukumnya. Economy berkaitan dengan urusan Scarcity dan Choice. Resources terbatas, keinginan tidak terbatas dan bagaimana pilihan menghadapinya.

Ekonomi kerap dijelaskan menggunakan graph untuk mempermudah pemahaman. Graph dalam ekonomi lebih mudah digambarkan sebagai sebuah cerita dalam novel. Graph dapat dibayangkan sebagai interaksi antar aktor-aktor dalam novel. Sehingga untuk mengerti interaksinya, harus mengenal dulu karakter tiap pemainnya. Kita harus mengenal karakter konsumen, karakter produsen berkaitan dengan -paling tidak- Quantity dan Price untuk mengetahui letak interaksi dalam Supply dan Demand. Pemahaman ini mengeliminasi ketakutan terhadap ekonomi yang melulu tentang tabel, agak berbeda dengan Ilmu Politik dan Pemerintahan yang selama ini saya pelajari dimana angka hanya dapat ditemukan untuk mengidentifikasi halaman dan tanggal peristiwa penting. Artinya memiliki kalkulator sama saja dengan mubazir, karena hanya akan rusak berdebu.

Sebagai orang yang awam ekonomi, kata-kata sepopuler Ceteris Paribus pun membuat saya sempat terhening sejenak, membayangkan buku teks ekonomi SMA yang tidak pernah bisa sepenuhnya terpahami, (apalagi buku jatah Depdikbud (sekarang Diknas). Entah karena kesulitan menggambar grafik elastic demand berikut supply nya dan menentukan Dead Weight Lost, Ceteris Paribus yang menjadi hukum penting ekonomi sepertinya mustahil dalam kenyataan. Berikut kisah mencari rumah di Canberra sebagai sebuah ilustrasi.

Sangat sulit mencari rumah dua kamar dengan harga $240 per minggu di Canberra. Jika tidak  me-replace  (takeover) sesama teman Indonesia, kemungkinannya kecil. Proses pengajuan aplikasi rumah di Canberra harus dilakukan setelah inspeksi (melihat) langsung ke property yang bersangkutan. Setiap kali inspeksi, biasanya diikuti oleh lebih dari 10 orang calon tenants, yang hampir semuanya Australians yang tentu saja dengan income yang lebih besar dari beasiswa ADS. Australians sendiri stress dengan urusan akomodasi ini. Media (Canberra Times, The Cronicle, Queanbeyan Age) dan TV menyebutnya sebagai House Crisis. Apabila aplikasi telah diajukan ke agent, agent mengajukan kandidat yang memenuhi syarat ke landlord, pemilik rumah. Nah, disinilah masalahnya karena landlord sesuka hati menentukan siapa yang layak menghuni rumahnya. Jadi applicants tidak pernah tahu alasan aplikasinya ditolak. Hanya bisa meraba-raba letak kekurangan dan mencoba membuat aplikasi selanjutnya menjadi lebih baik .

Tidak ada akomodasi (dengan factor lainnya yang Ceteris Paribus) di hampir seluruh belahan planet ini. Semakin lama semakin mahal. Untuk urusan ini, ditengah semangat “meraba-raba” Canberra dengan bus kota yang interval waktunya relative lama dan sering memutar, saya harus bersaing dengan Australians untuk mencari tempat berteduh bersama keluarga. Tidak jarang, harus berlari-lari ke platform dan interchange (terminal kecil), menyodorkan kertas dan bertanya kepada sopir dengan logat daerah country Australia apakah bis yang bersangkutan lewat di jalan tertentu, dan jika tidak, berapa jauh harus berjalan. Di sisi lainnya, tuntutan untuk segera mencari akomodasi diperkuat dengan status “temporary” di Toad Hall yang hanya 1 bulan sejak Qantas yang saya tumpangi mendarat. Untungnya, beberapa mahasiswa memilih kembali ke Toad Hall mendekati semester, jadi status tidak jelas saya bisa diperpanjang.

Itu sebabnya, sebelum akhirnya mendapat unit di lantai 3 di Queanbeyan, 16 km dari ANU, saya sudah berjalan mengelilingi sebagian besar wilayah Queanbeyan dengan berjalan kaki. Tantangan ini semakin menderitakan jika turun hujan, angin besar dan cuaca tiba-tiba berubah dingin. Sehingga ketika dalam soal ujian akhir pengantar ekonomi Kristen menghubungkan Akomodasi dengan Price Ceiling yang diandaikan dipakai pemerintah Australian Capital Territory (ACT), dan factor-factor lainnya Ceteris Paribus, seluruh penolakan muncul. Faktor lainnya pasti selalu berubah, jumlah peminat rumah meningkat dari tahun ke tahun karena mahasiswa international yang semakin banyak.  Nilai Beasiswa semakin tergerus inflasi dan tidak adanya penambahan rumah signifikan di Canberra. Saya masih bisa bertoleransi dengan “pembodohan” ekonomi yang mengasumsikan Negara hanya memproduksi “butter and guns” atau “wheat and cars”  (yang diasumsikan orang yang belajar ekonomi sekarang faham perang dunia kedua,) karena sepertinya jauh dan unreachable dengan kondisi saat ini. Tetapi, mengasumsikan Price Ceiling akan terjadi pada kasus akomodasi di Canberra sama saja dengan menghianati seluruh perjuangan pribadi saya yang menyita energy selama 42 hari. Mungkin saya terlalu emosional, tapi merelakan satu soal graphic Price Ceiling tetap kosong lebih baik daripada menghianati sejarah perjuangan di hari-hari awal di Canberra.

Ah sudahlah, posting ini nanti terlalu emosional,dan toh Ceteris Paribus tidak akan pernah terjadi, karena perubahan adalah Qadha sekaligus Qadhar .