Sudah lama sebenarnya saya ingin menulis tentang penentuan permulaan puasa dan lebaran, walaupun baru kesampaian sekarang di 1 Ramadhan 2013, lebih baik daripada tidak sama sekali. Tadi malam, sidang isbat memutuskan Ramadhan jatuh besok hari Rabu, 10 Juli 2013. Muhammadiyah menentukan Ramadhan adalah hari ini Selasa 9 Juli 2013. Perbedaan ini sepertinya akan terus berlangsung karena dasar yang dipakai berbeda. Walaupun sepertinya merupakan fenomena yang terus berulang, penentuan waktu itu sangat penting.
Seluruh peradaban besar di dunia sadar bahwa waktu merupakan sesuatu yang sangat vital. Daniel J Boorstin dalam dua volume bukunya yang saya beli di toko loak di Montreal menjelaskan bahwa waktu adalah temuan paling penting dalam sejarah umat manusia. Waktu mengatur seluruh elemen kehidupan manusia dan ritual yang dilakukannya. Semuanya berdasarkan hitungan dan waktu-waktu tertentu. Bahasan tentang agama dan peradaban yang ditentukan oleh waktu bisa dilihat disini.
Nah bagaimana dengan penentuan awal Ramadhan dan Syawal? Pertanyaan ini penting terjawab ketika memulai puasa di negara bukan Islam dan sekuler dimana “ulil amri” memisahkan hubungan antara agama dan pemerintahan. Saya mengikuti perhitungan kalender dengan dua alasan:
Pertama, perhitungan kalender tidak pernah salah dan selalu tepat memprediksi berbagai fenomena langit. Kecanggihan ilmu astronomi sejauh ini belum pernah membuat saya kecewa. Ilmu Astronomi selalu akurat mempredikti kapan gerhana akan datang, kapan matahari tepat berada di atas Ka’bah , kapan supermoon terjadi dan lain sebagainya. Bahkan ilmu astronomi dengan tepat memprediksi kapan Komet Helley yang hanya terlihat di bumi tiap 75-76 tahun sekali. Komet Helley bahkan sudah ditemukan 300 tahun lalu. Jika ilmu astronomi tak pernah salah memperkirakan peredaran benda langit yang jauh, mengapa kalender bisa salah menentukan revolusi bulan yang kasat mata dan merupakan benda langit yang paling mudah diamati dan bahkan sudah pernah diinjak manusia 30 tahun lalu? Umat manusia sekarang memiliki teropong Hubble yang bahkan bisa melihat sampai juta tahun cahaya. Dengan jarak bulan yang paling dekat dengan bumi, permukaan bulan sangat mudah dilihat.
Kedua, selama ini saya selalu konsisten menggunakan perhitungan kalender untuk melihat waktu sholat. Kalau di Indonesia konsisten melihat jam, di negara empat musim, konsisten melihat HP karena waktunya bisa sangat berbeda tiap musimnya. Penentuan menggunakan ilmu astronomi juga dilakukan untuk menetukan hari dimana puasa dilarang atau dianjurkan atau menentukan waktu Wuquf saat Haji. Jika kemudian ramai-ramai melihat bulan dengan teropong, sepertinya terlihat aneh dan tidak konsisten. Jika mau konsisten, penentuan waktu sholat, dan waktu-waktu lainnya juga dilakukan dengan melihat fenomena langit seperti dilakukan Rasulullah SAW. Perhitungan astronomis merupakan alat bantu yang sangat bermanfaat untuk beribadah.
Sekali lagi, itu menurut saya yang dangkal terhadap ilmu astronomi dan perhitungan menurut Islam, tetapi dipaksa untuk berpuasa di Australia. Kalau anda punya pertimbangan berbeda ya silakan saja. Saya yakin Allah SWT tidak akan mempermasalahkan hal yang demikian. Saya tetap menghormati apapun keputusan dan dasar anda. Jangankan anda yang berpuasa, lha wong yang tidak berpuasa juga saya hormati kok. Gitu aja kok repot.