Di bulan puasa ini, bapak minta maaf membawamu berpuasa di negeri seberang, dimana tetangga bawah mengetuk pintu jika engkau bersuara terlalu keras saat sahur.
Di negeri orang kafir ini, kau tak bisa merasakan nikmatnya berpuasa seperti yang dulu pernah bapak alami. Kau tak akan tahu bagaimana serunya pulang keringatan di dini hari, setelah berkeliling kampung membangunkan orang sahur, dengan bedug kecil yang tertambat di gerobak.
Engkau juga mungkin tak akan pernah merasakan, bagaimana bapakmu rela berjalan ke Masjid Besar untuk sholat Subuh, dan setelahnya berjalan-jalan di Pecinan. Tentu saja sambil menyalakan satu – dua mercon cap Leo di depan toko-toko atau di manapun yang bapakmu mau.
Waktu bapak seusiamu, nyaris tak pernah menghabiskan waktu di rumah. Bulan puasa selalu penuh dengan kejutan, permainan dan teman-teman baru.
Menjelang berbuka, makanan-makanan serba manis mendadak hadir di meja makan. Eyang putrimu sering membuatkan setup degan dengan gula manis kesukaan bapak. Tetangga-tetangga juga mendadak menjadi pedagang makanan ringan untuk berbuka. Jika bulan puasa, uang jajan bapak yang tak seberapa tak pernah lagi dibelikan Mamee, Anak Mas atau Chiki, tetapi habis untuk makanan manis itu.
Atau tak jarang habis untuk membeli Ses, Sesdor, Mercon cap Leo atau Mercon Cabe Rawit yang hanya berbunyi “plub” itu. Jika beruntung dan eyang putrimu tak tahu, bapak bisa mendapatkan mercon yang lebih besar lagi, yang dibungkus dengan kertas bekas fotocopian. Jika tidak hujan, bapak membuat senapan dari bamboo yang memakai peluru dari biji-biji semak liar di pinggir kali Manggis. Dengan peluru itu, bapak bermain tembak-tembakan. Itu semua ada sebelum Kali Manggis diturap pemerintah, hingga tak lagi parade jongkok di pagi hari.
Kali Manggis itu memang selalu menawarkan permainan yang seru. Lebar kali yang 15 meter cocok untuk peperangan dua kampung, Juritan dan Bogeman. Setelah tarawih, tak jarang bapak berperang Ses dan Ses Dor dengan Juritan. Memakai sebuah peralon, Ses dan Ses Dor yang dimasukkan di dalam peralon itu akan langsung menuju ke “musuh” yang berhamburan menghindari Ses Dor.
Menjelang Bodho, bapak tak sabar menunggu takbir keliling yang diadakan pada malam takbiran. Pernah suatu ketika, pengumuman pemerintah membuat takbir keliling ditunda. Obor minyak tanah yang sudah dibagikan sejak siang hari terpaksa dipakai malam esok hari, yang membuat bau seisi rumah. Engkau tahu, bapak, pakde dan om memiliki obornya masing-masing. Oh ya, tentang obor, kau tak perlu memilih yang besar. Cukuplah yang sedang dengan sumbal kain yang bagus. Jika sial, kadang bapak mendapat sumbal kain dari plastic yang membuat obor berkobar dasyat, dan mati setelahnya. Membawa obor, engkau tahu, adalah satu-satunya kesempatan bapakmu bisa bermain api.
Eyang kakungmu yang kreatif itu, sering membuat bulan puasa menjadi semakin terasa. Pernah suatu ketika, eyang kakungmu membuatkan tutup mata dan pedang mirip Zorro, tentu saja dengan ujung yang tumpul. Bapak merasa paling mirip Zorro, film kartun di TVRI itu. Sepanjang sholat tarawih itu, bapak memilih berdiri di pojok masjid, sambil terus memandang pedang dan tutup mata yang bersandar di dinding.
Saat ini, mungkin kau tak akan merasakan makanan dasyat dan kolak-kolak yang dibuat tetangga, atau bermain mercon. Engkau juga mustahil bertakbir keliling memakai obor, bahkan pohon bamboo pun tak ada. Bulan puasa ini engkau juga tak akan menemukan teman baru atau permainan baru. Tetangga kita lebih sering mengunci pintu apartemennya. Lagian, siapa yang mau bermain di luar di musim dingin ini?
Tak mengapa anakku, Bapak berdoa agar engkau diberi kebahagiaan yang lain di bulan puasa ini.
Engkau belajar bagaimana orang kafir membangun Sydney. Engkau tahu, sulit sekali menemukan sampah disini, karena orang-orang kafir itu sadar betul bagaimana membuang sampah di tempatnya. Bapak masih ingat ketika engkau memilih mengantongi bungkus permen daripada membuangnya di taman. Itu kau pelajari di negeri orang-orang kafir ini.
Engkau juga belajar, bagaimana mereka menghargai waktu. Tak pernah sekalipun bis, kereta dan ferry itu menghianati kita. Alat-alat transport itu tak pernah ingkar janji akan jam kedatangan dan sampainya.
Lihatlah juga bagaimana burung-burung hidup bahagia. Mereka bersarang di pohon-pohon tanpa merasa terganggu. Tak seorangpun memburu mereka, sehingga kau bisa mengejar mereka di taman. Jika tak engkau kejar, burung-burung itu mungkin tak sadar ada kita di sana. Engkau juga akan temukan kelinci-kelinci di kampus tempat bapakmu sekolah, yang hidup damai tanpa diganggu.
Engkau juga akan belajar, bagaimana orang-orang kafir itu mengutamakan orang lain. Mereka akan menahan pintu terbuka sampai orang lain di belakangnya berganti menahannya sambil masuk dan seterusnya demikian. Mereka juga pandai menahan diri dengan teratur antri dan selalu mengutamakan mereka yang penyeberang di jalan.
Berpuasa di negeri orang kafir ini anakku, semoga engkau belajar bahwa Islam itu tidak hanya yang tertuang di kitap-kitap dan disampaikan berulang-ulang di ceramah. Islam itu engkau tahu, indah ketika diterapkan dalam kehidupan.