Di kampus-kampus di negara barat, sangat lazim untuk sholat Jumat di tempat-tempat umum yang biasanya digunakan untuk fungsi lainnya. Mahasiswa yang mengorganisir sholat Jumat di kampus biasa menggunakan ruang serba guna, lapangan basket, atau lapangan tenis untuk menggelar sholat Jumat.
Pada acara summer course di McGill University, Montreal Canada tahun 2005, sholat Jumat diselenggarakan di Student Society Ballroom. Ruang ini sebenarnya cukup luas untuk menampung seluruh Jemaah yang ada. Hanya saja, masalah yang selalu muncul ketika sholat Jumat di Ballroom atau lapangan basket, adalah tidak adanya tempat untuk wudhu (ablution). Jadi Jemaah berwudhu di sink yang biasa digunakan untuk cuci tangan. Masalah muncul ketika harus mencuci kaki. Alhamdulillah waktu itu berat badan saya masih 15 kg lebih rendah daripada saat ini sehingga bisa dengan mudah menangkringkan kaki di wastafel. Beberapa Jemaah saya lihat hanya membasuh sepatu saja. Mungkin sudah bersih kakinya dari rumah.
Panitia sholat Jumat, selain meminggirkan kursi-kursi dan menvacuum lantai, juga harus membersihkan sisa air bekas wudhu yang berceceran di lantai. Jadi Jemaah harus memastikan agar cipratan airnya tidak terlalu parah sehingga menimbulkan kesan buruk bagi umat Islam yang minoritas.
Waktu sholat jumat di Canada inilah saya pertama kalinya melihat perbedaan-perbedaan tentang beberapa posisi sholat yang minor. Misalnya, posisi menyilangkan kaki kiri di bawah kaki kanan saat tahiyat akhir hanya dilakukan oleh Jemaah asal Indonesia. Jemaah negara lainnya hanya cukup duduk bersimpuh. Pengalaman pertama saya ini cukup membekas karena untuk pertama kalinya saya sholat jumat dengan Jemaah dari seluruh dunia dan khutbah menggunakan bahasa Inggris.
Karena tidak memiliki mushola atau sejenisnya yang bisa digunakan untuk sholat fardhu, mahasiswa biasa menggunakan lokasi-lokasi favorit untuk sholat dhuhur dan asar, misalnya di bawah tangga darurat yang jarang dipakai atau di pojokan lantai atas perpustakaan yang jarang dilewati.