Bali, pulau eksotis di Indonesia yang kaya budayanya, tetap mayoritas Hindu di tengah “kepungan” Islam. Pertanyaan di atas akan dijawab dalam dua hal, pertama menjelaskan mengapa Bali Hindu, dan kedua mengapa Bali tetap menjadi Hindu pada saat Jawa telah berubah menjadi Islam. Berikut sedikit ringkasan dari buku Robert Pringle (2004) A Short History of Bali: Indonesia’s Hindu Realm.
Pertama, penduduk Bali sebagian besar berasal dari luar Bali, kemungkinan berasal dari Jawa atau Lombok. Bahasa Bali lebih mirip bahasa Sasak di Lombok daripada bahasa Jawa. Bali tidak pernah putus hubungan dengan Jawa dan juga Kerajaan lainnya. Raja Airlangga (p.48) adalah “setengah Bali” karena berayah Bali dan beribu Jawa (cucu Mpu Sindok). Bali selalu berada dalam pengaruh Kerajaan di Jawa terutama Majapahit. Saat Majapahit berada pada puncak kekuasaannya, Bali menjadi salah satu daerah penting dengan adanya pusat kekuasaan penting yang kemudian menjadi Kerajaan Gelgel yang semakin menguat seiring dengan melemahnya Majapahit. Gelgel pernah mengirimkan pasukan untuk membantu Blambangan di ujung Timur Jawa. Saat Islam di Jawa menguat, terjadi influx ke Bali.
Penjelasan tentang mengapa Bali tetap menjadi Hindu ada beberapa hal, paling tidak geografis dan historis. Penjelasan geografis Bali yang terpisah dari Jawa kurang masuk akal. Jarak kedua pulau itu hanya sekitar 2,4 kilometer. Sangat mudah untuk dijelajahi. Penjelasan historis lebih mudah difahami. Terdapat beberapa kemungkinan seperti ditulis Pringle (p.70):
Pertama, Bali tidak pernah secara nyata “anti Islam”, walaupun memiliki budaya yang berbeda. Ini sebabnya Bali tidak pernah merasa harus ditundukkan oleh Kerajaan Islam, terutama Mataram di Jawa. Minoritas Islam yang berdagang, terutama di Bali Utara, dan menjadi tentara tetap dapat singgah di Bali.
Kedua, berkaitan dengan momentum, sejak runtuhnya Majapahit kemudian Pajang-Jipang-Demak sampai Mataram yang paling kuat, setidaknya ada jeda selama 100 tahun. Saat Majapahit runtuh dan Gelgel menguat, Mataram belum terlalu kuat. Walaupun Mataram dapat mengusir Gelgel dari Blambangan, Gelgel masih terlalu kuat untuk ditaklukkan.
Ketiga, ketika Mataram mulai menguat dan Gelgel mulai melemah, datang Belanda yang membuat Mataram harus membagi konsentrasi. Mataram juga dilemahkan oleh konflik-konflik internal.
Keempat, Mataram menjadi defensive saat kekuatan Belanda menguat, tak lagi memikirkan ekspansi. Mataram justru semakin kehilangan wilayah kekuasaannya seiring dengan menguatnya Belanda. Karena Mataram yang melemah, tidak ada keuntungan yang didapat dari penguasa di Bali untuk memeluk Islam. Pecahnya Gelgel tahu 1690 menjadi sembilan kerajaan kecil justru memudahkan Belanda mengontrol Bali di periode-periode akhir masa colonial. Sembilan Kerajaan di Bali ditaklukkan Belanda hanya dalam waktu 60 tahun (1849-1908).
#photo diambil dari hinduhumanrights.info