Masya Allah. Sudah seminggu ini kami kepanasan. Suhu di Canberra siang hari sekitar 38 derajat C, di malam hari turun menjadi 19 derajat C. Tidak seperti musim panas tahun lalu, tahun ini musim panas memang terasa menyengat. Di Melbourne, suhu sempat menyentuh 43,2 derajat C. Akibatnya, beberapa perjalanan kereta yang melintasi Flinders Station, salah satu stasiun tersibuk, dihentikan karena relnya melting. Begitu juga dengan jaringan Trem.
Seperti sudah saya tulis di posting tentang Daylight Saving, musim panas memiliki sinar matahari yang jauh lebih lama, kira-kira tenggelam jam 9 malam. Kemarin, kami sekeluarga sempat berkeliling di beberapa toko electronik besar untuk mencari cooler, pendingin udara yang memanfaatkan air. Tapi di seluruh toko tersebut cooler SOLD OUT, diborong Canberrans yang lebih dulu sadar akan “bahaya” panas matahari tahun ini.
Seberapa panaskah suhu 38 derajat itu? beberapa indikasi berikut bisa dijadikan pertanda.
1. Kipas angin tidak berfungsi mengingat angin yang dihembuskan tetap saja “angin panas”. Semakin kencang kipas diputar, semakin pedih muka menerima tamparan hawa panas.
2. Kasur, kursi dan seluruh perkakas empuk-empuk lainnya, walaupun tetap berada di dalam rumah, terasa seperti habis dijemur di bawah terik matahari selama 6 jam. Hawa angetnya, masih terasa di punggung.
3. Jika diparkir lebih dari 1 jam, perlu waktu agak lama untuk bisa langsung menyetir. Tuas setir terasa menyengat di tangan begitu kita menggenggamnya.
4. Margarine roti yang lupa tidak dimasukkan ke kulkas, meleleh seperti jika akan dipakai untuk menggoreng.
5. Hanya butuh satu jam untuk baju menjadi kering setelah diputar di mesin cuci, hanya dengan ditaruh di teras yang teduh.
Huih, Masya Allah, akhirnya, duel Nadal-Federer harus ditonton dengan berkali-kali meneguk air es dari kulkas. Untung masih punya Kulkas , kalau nggak……