Iseng-iseng masuk ke situs academicearth.org, ada video kuliah tamu Thomas L Friedman di MIT. Setelah menontonnya, saya langsung membaca bukunya The World is Flat, A Brief History of the Twenty-first Century. Kebetulan, saya tertarik dengan sejarah. Seperti biasa, tidak semua 400 an dibaca, tetapi intisari nya akan dipaparkan dibawah ini.
Friedman, journalist di New York Times tiga kali Pulitzer di tangannya, membagi tiga fase Globalisasi. Globalisasi 1.0 dimulai ketika Columbus membuang sauh (1492) dan selesai sekitar tahun 1800. Globalisasi ini membuat dunia yang tadinya terasa “lebar” menjadi “medium”. Era globalisasi ini dimotori oleh negara dengan semangat imperialisme dan agama atau keduanya. Artinya, seseorang “meng-global” tidak atas keinginan sendiri, tetapi didorong dan difasilitasi oleh negara dengan dua motif di atas tadi.
Globalisasi 2.0, dimulai tahun 1800 dan berakhir tahun 2000, merubah dunia yang tadinya medium menjadi small. Aktor utama Globalisasi 2.0 adalah multinational company. Jika lebih diperinci, Globalisasi 2.0 dimulai dengan perdagangan (atau penguasaan) perusahaan Belanda (VOC) dan revolusi industri. Penemuan kereta, telekomunikasi dan era awal internet menjadi faktor penting Globalisasi 2.0.
Globalisasi 3.0 dimulai sejak tahun 2000 sampai saat ini yang merubah dunia yang sudah small, menjadi tiny. Bentangan jarak ribuan kilometer tidak terasa lagi. Lebih mengesankan, aktor di Globalisasi 3.0 adalah individual. Setiap orang menjadi aktor di Globalisasi 3.0 dan bersaing dengan individu lain di seluruh dunia, lewat jaringan yang semakin canggih.
Temuan personal computer dan internet lintas browser membuat jarak menjadi hilang, sehingga dunia menjadi rata (saya sengaja menerjemahkan Flat sebagai rata bukan datar). Rata dalam arti dunia modern memberi fasilitas untuk berkembang bagi tiap individu. Lebih hebat lagi, jarak dan waktu bukanlah sesuatu yang seiring seperti pemahaman terdahulu. Anda tentu sudah lupa bahwa hanya sekitar sepuluh tahun yang lalu, email masih hanya bisa dilakukan sesama operator, pemilik email AOL hanya bisa mengirim ke sesama AOL, pun (kalau ini saya masih ingat) sekitar tahun 2000, pemilik nomor HP Pro XL (sekarang berubah menjadi XL) tidak bisa mengirim SMS ke Simpati atau Mentari dan sebaliknya. Pemilik kartu harus membeli TOKEN untuk bisa mengirim SMS lintas operator. Baru beberapa tahun lalu, pula ada Apple Word, sebelumnya, pemilik Apple kerepotan jika mengambil file dari kawannya yang Windows.
Saat ini, dunia disajikan persis di depan anda. Di depan layar 14 inci notebook. Dari dunia datar ini, saya bisa menulis posting di Canberra, mengirimkannya ke Server UGM di Jogja dan pembaca di 23 negara (sebagaimana tercatat pernah mampir di blog ini) bisa membacanya bersama. Hanya butuh waktu kurang dari 5 detik untuk seluruh proses uploading proses tersebut.
Jika anda membaca posting ini sekarang dan tidak “menghayati” proses cepatnya evolusi IT, anda mungkin hanya akan berkomentar ” ah kan memang begitu”, tapi cobalah berefleksi sedikit barang sepuluh tahun. Kondisi saat ini sudah berubah sangat signifikan.
Homepage pertama yang saya buka di internet adalah www.bbc.com (dulu masih dot com sebelum ganti ke co.uk) di Perpustakaan Pusat I UGM di Jalan Kaliurang pada awal kuliah sebelum Soeharto jatuh. Waktu itu, UGM ingin memperkenalkan internet kepada mahasiswa. Saya tidak tahu apa itu internet. Kerubutan banyaknya mahasiswa waktu itu juga tidak tahu apa itu internet. Berita, saya dapatkan dari Radio kecil, hadiah dari bude karena saya keterima di UGM. Ini radio kecil dengan gelombang SW dari SW 1 sampai SW 10, selain AM dan FM. Kegemaran saya, mendengar BBC tiap jam 5 pagi. Kebetulan waktu itu saya membawa jadwal yang dikirimkan BBC (saya pernah mengirim surat untuk meminta jadwal). Dari puluhan mahasiswa yang menggerombol di depan dua PC bermonitor sangat cembung 14 inci, tidak ada satupun yang punya alamat web. Internet masih barang langka. Karena penasaran, saya minta tolong kepada petugas yang menjaga untuk melihat situs BBC, sekedar ingin tahu seperti apa itu. Saking lamanya situs terbuka, saya pergi melihat koran Kompas yang ditempel di dekatnya. Beberapa saat kemudian ada yang menyentuh pundak saya:
“mas itu BBC nya sudah ada”
Saya kembali dan melihat situs untuk pertama kalinya. Ooooo, cuma begini toh ternyata internet.
Seminggu kemudian saya sudah memiliki account email di Yahoo, tapi hanya sedikit teman yang bisa dikirimi email.
Baru delapan tahun lalu saya masih mengirim surat ke beberapa kawan SMA dan saling menukar foto. Saat ini fungsi ini sudah digantikan oleh Facebook. Rasanya aneh jika sekarang membeli surat dan perangko, mengisinya dan mengirimkannya ke kantor pos. Generasi baru di Globalisasi 3.0 juga tidak pernah merasakan bagaimana berdebarnya menunggu dan menulis surat cinta. Deru motor orange Pak Pos adalah masa yang paling dinanti. Sebaliknya, expressi cinta masa kini hanya perlu dilakukan dengan jempol dengan biaya hanya 200 rupiah, yang jika dikirimkan sesama operator malah bisa gratis. Expresi cinta saat ini sangat praktis. Tentu saja, pelajaran mengirim telegraph sudah lama dihapuskan dari buku pelajaran kelas tiga SMP.
Di Globlalisasi 3.0, if you haven’t done something, somebody will done it for you. Saya ada tiga cerita di Canberra tentang ini, ketiganya orang Indonesia.
Pertama, seorang kawan, mobilnya menabrak trotoar, separo badan mobilnya ada di trotoar dan separo lagi masih di jalan. Bagian bawah rusak parah dan tidak bisa jalan (not roadworthy.) Dari penelusurannya di Internet, temen yang buta soal mobil ini bisa membetulkan sendiri mobilnya dalam waktu 6 bulan yang dikerjakan ketika luang setelah membeli mobil lainnya.
Kedua, temen saya Camera Canon EOS 350 D nya rusak. Dari internet juga dia menemukan kerusakan dan membetulkannya dalam dua minggu. Ada mekanik di camera yang bisa diganti dengan sebatang clipper.
Ketiga, tetangga saya membetulkan stationer mobilnya yang semuanya disetel secara electronic.
Saat ini, sebelum ke dokter karena sakit, kita tinggal memasukkan gejala dan sudah ada ribuan orang yang memberikan sarannya di internet. Sakit yang kita alami, kemungkinan besar pernah dialami sekian orang di seluruh dunia. Dari internet juga, obat bisa ditemukan. Trus apa gunanya dokter dong ???
Hehehehe, selain dokter, dosen dan guru juga merupakan profesi yang terancam terhapus di Globalisasi 3.0, karena setiap orang bisa kuliah gratis, mencari silabus dan bahannya di internet, membaca bukunya di perpustakaan, serta belajar sendiri.
Kunci di Globalisasi 3.0 adalah kemampuan tiap individu menempatkan diri dalam dunia yang sama sekali baru ini. Tantangan di era ini, kata Friedman adalah You and Your Imagination. Kita harus pinter-pinter mengikuti perkembangan yang semakin cepat ini. Tidak perlu canggih komputer, asalkan bisa, seperti kata bijak Pakde saya:
“nggeli ning ojo ngasi keli“
(mengikuti arus air, tapi jangan sampai terbawa arusnya)