Pura dan Wakil Gubernur

PuroKedaulatan Rakyat, analisis, 23 November 2015 . PDF

DIBANDINGKAN dengan 33 provinsi lain di Indonesia, sepertinya posisi Wakil Gubernur DIY akan terus menjadi posisi cukup krusial dan tidak hanya menjadi ‘ban serep’. Sejak UUK disahkan, posisinya ditegaskan secara legal formal terintegrasi dengan struktur politik tradisional Pakualaman. Keterikatan antara pemerintahan modern dan tradisional ini menempatkan posisi Gubernur dan Wakil Gubernur DIY tidak mudah diintervensi oleh Pemerintah Pusat. Namun juga menuai ancaman terkait konflik internal.

Sehingga tidak aneh, jika posisi ini menjadi ‘gula’ yang menggiurkan yang menarik untuk diperebutkan. Selain itu, karakter Pakualaman yang agraris, menemukan momentumnya setelah lahan di Pesisir Selatan memiliki nilai ekonomis tinggi. Sebelumnya, kerajaan agraris yang bercirikan tanah, petani dan air tak sepenuhnya dimiliki Pakualaman. Pakualaman memiliki tanah kurang produktif dan hanya dihadiahi 4.000 cacah oleh Raffles. Sehingga, sejak didirikan, Pakualaman hanya memainkan peran minimal dalam percaturan politik, dibandingkan dengan tiga kerajaan Jawa lainnya.

Pakualaman yang inferior pada awal kemerdekaan, memilih menggabungkan diri dengan Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan merelakan Kadipaten Adikarto bergabung menjadi Kulonprogo tahun 1951. Inilah satu-satunya amalgamasi dalam pemerintahan daerah di Indonesia yang bertahan hingga saat ini. Kunci suksesnya terletak pada kesadaran politiknya untuk selalu mengikuti posisi politik Kasultanan.

Posisi Wakil Gubernur bertambah penting ketika Yogyakarta tidak memiliki Gubernur pascamangkatnya HB IX. PA VIII menjabat Gubernur dari tahun 1989-1998 karena keraguan Soeharto untuk menentukan HB X meneruskan jabatan ayahnya. Bahkan HB X sempat berkata sulit baginya untuk menjadi Gubernur DIY selama Pemerintahan Soeharto.

Dibandingkan dengan ayahnya yang menjadi Wagub DIY selama 53 tahun (termasuk pejabat Gubernur DIY karena belum ada gubernur definitif), KGPAA PA IX (Ambarkusumo) menduduki posisi tersebut cukup singkat, hanya selama 12 tahun. Beliau memulainya sejak 2003 pada usia 65 tahun. PA IX dikenal dekat dengan rakyat dan selalu datang ke Kepatihan sangat pagi.

Dhawuh PA XWafatnya PA IX meninggalkan warisan penting terkait suksesi. Pada 2012, beliau menunjuk putra mahkota, RM Wijoseno Hario Bimo sebagai penerus dengan gelar KBPH Prabu Suryodilogo (nama yang dilorot dari PA VIII), di tengah klaim garis ibu Ratnaningrum yang saat ini dimotori oleh Anglingkusumo. Konflik ini disebabkan karena ibu Ratnaningrum dianggap ‘dituakan’ walaupun dinikahi setelah ibu Purnamaningrum. Sehingga keturunannyalah yang dianggap berhak atas tahta.

Namun demikian, kecil kemungkinan Suryodilogo gagal menjadi PA X dan selanjutnya menjadi Wakil Gubernur DIY. Selain almarhum PA IX adalah anak laki-laki tertua, Anglingkusumo juga bukan anak lelaki tertua dari ibu Ratnaningrum. Dia hanya meneruskan perjuangan kakaknya, Purbokusumo yang lebih dulu bersaing dengan Ambarkusumo.

Dalam beberapa tahun terakhir, Suryodilogo secara de-facto telah menjalankan institusi Pakualaman. Posisi politiknya di internal Pura sudah sedemikian mapan yang menghasilkan dukungan yang solid. Itulah sebabnya, walaupun Anglingkusumo menobatkan diri sebagai PA IX dan beberapa saat lalu melantik strukturnya sendiri, hal itu tidak berpengaruh banyak terhadap jalannya Pura pimpinan Suryodilogo. Jika pun ada yang cukup mengganggu, mungkin penguasaan kubu Angling terhadap museum dan beberapa bangunan di sisi Timur Pura, termasuk beberapa bangunan yang menempel kurang etis di tembok Pura. (lihat penolakan kubu Angling disini)

Suryodilogo (53 tahun), memiliki cukup pengalaman di birokrasi Pemda DIY akan menjadi tokoh kunci terhadap pemerintahan DIY. Posisinya semakin penting jika perbedaan pandangan di Kasultanan terkait suksesi belum menemukan titik terang. Posisi Gubernur dan Wagub dalam Pasal 28 UUK bersifat saling menggantikan selama belum ada jabatan Gubernur definitif. Sehingga ada kemungkinan Suryodilogo akan memegang jabatan seperti yang dulu dijalani kakeknya selama sepuluh tahun, seperti gelar yang disandangnya.