Dwitunggal Baru DIY

Kedaulatan Rakyat, Analisis, 26 April 2016

Wakil Gubernur Yogyakarta Paku Alam X Suryodilogo akhirnya ditetapkan. Inilah untuk pertama kalinya, UUK 13/2012 digunakan untuk memilih pemimpin politik di Yogyakarta.  Tulisan ini ingin menelusuri beberapa persoalan terkait proses penetapan, sekaligus melihat kemungkinan dwi tunggal Sultan-Paku Alam memimpin Yogyakarta.

Pertama, prinsip penentuan Gubernur dan Wakil Gubernur DIY adalah administratif dan bukan proses politis. Kewenangan pemerintah dan DPRD DIY berada di level teknis administratif dan bukan pada persoalan subtantif dan politis. Hanya saja, hambatan politis menjadikan proses teknis menjadi berbelit. Proses politis yang berlangsung, hal tersebut terjadi di ranah tradisional di dalam Puro. Ketika jumenengan (6/1) dihadiri oleh mantan presiden Megawati, lima menteri dan dua gubernur, proses politis dapat diasumsikan berakhir. Kehadiran Sultan HB X menjadi penanda penting bahwa Paku Alam X Suryodilogo memililil legitimasi yang cukup.

Kedua, waktu penetapan Wagub tergolong lama. Apabila dihitung dari sejak mangkatnya PA IX, dibutuhkan 5 bulan, 9 hari (161 hari) kekosongan jabatan Wagub DIY atau hampir setengah tahun. Apabila dihitung sejak surat pemberhentian Wagub diterima DPRD DIY tanggal 17 Januari 2016, dibutuhkan 99 hari. Untuk proses administratif, hal ini tergolong lama jika dibandingkan dengan para Gubernur yang terpilih melalui Pilkada 9 Desember 2015 yang dilantik tanggal 12 Februari 2016. Proses penghitunggan suara dan administratif hanya membutuhkan waktu 65 hari atau sekitar dua bulan.

Ketiga, hambatan-hambatan teknis seringkali digunakan untuk kepentingan politis. DPRD memberlakukan kehati-hatian ekstra pada proses penetapan karena keputusannya dapat digugat pihak yang bersengketa, dalam hal ini kubu Anglingkusumo. Beberapa hari lalu, seorang anggota dewan meminta perubahan nama harus dengan ketetapan Pengadilan Tinggi, tidak cukup hanya dengan surat dari notaris. Sebelumnya, persoalan terkait dengan sumber dana pansus dan persoalan lainnya.

Padahal, perubahan nama dan juga penentuan nama dalam institusi Pakualam yang dulunya relatif independen dan mengatur rumah tangganya sendiri sudah menjadi ketentuan tradisional dan cukup ditetapkan dengan perintah Paku Alam yang bertahta. Semangat utama UUK adalah penghormatan terhadap institusi tradisional dan menghargai proses yang berlangsung sehingga mengharuskan integrasi dalam sistem hukum nasional justru merupakan langkah kontraproduktif terkait prinsip utama UUK.

Pola hubungan dwi-tunggal yang akan berlangsung di pemerintahan DIY tidak akan bergeser dari pola yang sudah terjalin sejak 1998 dimana Sultan HB X akan memegang kontrol penuh dan PA X akan nderek kemauan Sultan. Pola ini sebenarnya mirip dengan hubungan Gubernur-Wagub di Indonesia lainnya, hanya saja untuk kasus Yogyakarta, pola hubungan ini diperkuat dalam relasi kesejarahan yang panjang.

Sultan HB X pernah bekerjasama dengan kakek dan ayah PA X yang lebih tua dalam posisi superior-inferior yang saling menghormati. Sehingga hubungan dengan PA X kemungkinan besar tetap akan meneruskan pola lama yang selama ini sudah terjalin.

Perpaduan dwi tunggal yang ideal adalah ketika Sultan menekankan pada kebijakan politis, sementara PA X mampu membantunya menjabarkan pada tataran praktis dan teknis. PA X akan diuji pengalaman panjangnya di birokrasi Pemda DIY untuk diimplementasikan dalam konteks yang lebih luas dan pengaruh yang lebih besar. Misalnya, salah satu tantangnnya adalah menggunakan semaksimal mungkin danais. Walaupun terus mengalami perbaikan signifikan, tahun 2015 Pemda DIY hanya mampu menyerap dana 477 milyar rupiah dari total 547 milyar dana yang ditransfer pemerintah pusat. Salah satu persoalannya terkait dengan kemampuan apparat birokrasi di level praktikal. Padahal, UUK memberikan keleluasaan kepada Pemda DIY bergantung kemampuan serapan daerah. Akibat serapan yang tidak maksimal, tahun ini, dari usulan Pemda DIY sebanyak 1,35 trilyun rupiah, hanya disetujui sama dengan tahun lalu yaitu 547 milyar. Hal itu belum termasuk kemampuan untuk memaksimalkan anggaran DIY yang tahun ini berjumlah 4,2 trilyun rupiah.

Terakhir, Pakualaman cenderung bersikap netral dalam persoalan suksesi di Kasultanan Yogyakarta dan kemungkinan akan terus bersikap demikian. Masing-masing menjaga hubungan tradisional dengan tidak mencampuri urusan internal masing-masing institusi. Hanya saja yang perlu dipersiapkan adalah, jika proses penetapan Wagub yang relatif tanpa persoalan membutuhkan waktu lebih dari lima bulan, berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk pergantian Gubernur DIY nantinya? Hanya waktu yang bisa menjawab.

–000

Simak beberapa pendapat saya di media:

MetroTVNews,  Legislator Ungkap Tugas Berat Wagub Baru Yogyakarta, download disini

Radar Jogja, Pelantikan Wagub Tanpa Perayaan, Download disini