Setelah melewati jam-jam yang melelahkan dan menguras energi (walaupun menyenangkan) di kelas Wendy Sahanaya, beliau akhirnya mengijinkan muridnya untuk menonton presentasi sejarawan Australia. Pak sejarawan ini adalah Prof. David Reeve, ketua Departement of Chinese and Indonesia di University of New South Wales. Kebetulan, beliaunya ini juga sangat fasih berbahasa Indonesia dan Jawa, karena telah lebih dari sepuluh tahun mengajar di UI, UGM dan UMM.
Presentasinya tentang Industri pertama yang ada di Australia. Tidak seperti dugaan banyak orang bahwa goldseeker datang ke Australia untuk membangun industi emas, sekitar 200 tahun sebelum Captain Cook mendarat di Australia, nelayan Indonesia dari Bugis dan Makasar telah lebih dulu membangun industri di pesisir utara Australia. Para pemuda-pemuda pemberani ini menganngap perjalalanan ke Australia yang waktu itu mereka sebut dengan MAREGE dan KAYUJAWA sebagai wujud ekpresi diri dan petualangan.
Temuan sejarah menunjukkan bahwa pada sekitar tahun 1550, lebih dari 40 kapal Makasar dan Bugis yang setiap kapalnya terdiri dari 30-50 orang pergi ke MAREGE untuk mencari Teripang, sekali lagi Teripang (sea cucumber). Bagian Utara Australia yang airnya dangkal sangat cocok untuk teripang yang hanya diam menunggu ditangkap. Setelah ditangkap teripang dihilangkan isi perut dan insangnya, direbus, dijemur dan dikeringkan (biasanya dengan diasapi). Konon, industri ini mampu menghasilkan tidak kurang dari 300 ton teripang kering tiap tahunnya. Teripang tersebut dijual ke bangsa Cina setelah kembali ke Makasar untuk ditukar dengan Sutra, keramik, perhiasan giok dan barang berharga lainnya dari China.
Artinya, selama lebih dari 200 tahun, selama bulan November sampai April, lebih dari 1000 orang Indonesia membangun industri raksasa di sepanjang pesisir utara Australia setiap tahunnya. Selama sekian tahun itu pula, terjadi interaksi dengan penduduk Aborigin yang telah menghuni Australia sebelumnya. Sayangnya, industri ini hancur setelah Captain Cook dan teman-temannya menguasai Australia dan menemukan industri besar tersebut, walaupun tidak berhasil meneruskan bisnis Teripang yang dipakai sebagai campuran bumbu, obat dan semacam Viagra jaman dulu. Peninggalan bangsa Makasar dapat dilihat dari adanya Tamarind Tree (Asem Jawa), bahasa Aborigin, transfer teknologi (perahu, rokok -sayangnya-), dsb.
Sayangnya, bangsa ini memang bukan bangsa yang senang menguasai tanah yang tidak bertuan, atau tanah yang dihuni manusia yang berbeda tingkat kebudayaannya. Walaupun lebih dari 200 tahun secara kontinu tinggal di Australia untuk waktu yang lama, sampai saat ini tidak ditemukan peninggalan yang masuk agak dalam dari pantai. Kapal marupakan harta berharga yang mereka jaga selama berada di Australia. Bayangkan 200 tahun tinggal selama lima bulan di tanah orang dan tidak ada bukti artefak ditemukan.
Pertanyaannya adalah, saat ini, dunia telah masuk dalam sebuah perangkap internasional yang disebut sebagai international trade. Dunia telah dibagi menjadi teritori yang dibatasi oleh garis lintang dan bujur. Tidak mudah lagi, bagaimanapun gagah beraninya kita, mencoba menembus batas tersebut. Sehingga, setelah penguasaan barat atas Australia, nelayan Bugis dan Makasar akhirnya mencari Teripang di pesisir Ambon dan Nusa Tenggara, dengan kualitas yang jauh lebih buruk.
Pada masa kerajaan, termasuk di Jawa pada masa kerajaan Mataram Islam pasca perjanjian Giyanti, Pembagian Wilayah di KasultananYogyakarta dan Kasunanan Surakarta juga tidak didasarkan atas teritori tetapi berdasarkan kekerabatan. Sehingga jaman dulu mudah ditemukan sebuah desa yang diapit oleh dua desa lainnya yang menjukkan ketundukan kepada Kerajaan yang berbeda. Jika Keraton A menerapkan pajak yang tinggi, penduduk satu desa dapat pindah ketundukannya ke Keraton B. Itu juga sebab mengapa perhitungan terhadap hadiah atas seseorang, misalnya Pangeran Mangkubumi, bukan tanah dengan batas ini dan itu, tetapi tanah di Mentaok dengan sekian ribu cacah (jiwa).
Tetapi jaman telah berubah. Peringatan semua agama tentang Hawa Dunia kiranya kian menjadi kenyataan, sehingga ratusan ribu manusia setiap tahunnya berebut untuk mendapatkan sebanyak-banyaknya apa yang terkandung dalam, di permukaan dan diatas Bumi (baca: Dunia) tidak hanya sesuai yang dibutuhkan, tetapi jauh melampauinya. Apakah anda akan bergabung ???
Lebih lanjut baca: The Voyage to Marege: Macassan Trepangers in Northern Australia