Buat Pak Presiden Tercinta

Saya membuka Kompas.com. Kakak saya sedang mudik menuju Magelang, saya harus membantunya memantau berita mudik. Tak sengaja saya membaca berita tentang ulang tahun Bapak Presiden yang ke 61. Saya turut mendoakan bapak disini, semoga bapak diberi pencerahan oleh Allah tentang sisa waktu bapak menjadi Presiden.

Kemarin saya menangis di jalan raya. Di depan saya, ada keluarga pemudik menggunakan motor berplat B. Satu anak balita diantara kedua orang tuanya. Si Ibu di belakang, kesulitan menutupi balita dari semburan asap knalpot yang berwarna hitam. Saya teringat kisah beberapa tahun lalu, saking eratnya sang ibu mendekap anaknya, tak sadar bahwa jalan nafasnya tertutup. Lama kelamaan, tubuh sang anak menjadi dingin, setelah malaikat maut menjemputnya. Saya gemetar membayangkan sang ibu yang menjadi pembunuh anaknya tercinta, tanpa sengaja. Keluarga itu, tentu tak segembira bapak besok pagi.

Saya tidak tahu apakah bapak Presiden membaca berita itu. Seandainya tidak, semoga sekian banyak orang yang selalu siap menerima perintah bapak, menyampaikan berita pilu itu. Saya berdoa agar bapak diberi ketabahan untuk mendengar semua cerita itu.

Pada saat bapak menjadi presiden untuk yang pertama, nama bapak tidak pernah masuk dalam bursa Presiden setahun sebelumnya. Bapak cukup luar biasa melaju mengalahkan kandidat terkuat Megawati dalam dua putaran. Bapak sangat terlihat santun di media. Gaya bapak memukai banyak orang untuk memilih bapak. Mungkin itu sebabnya, bapak menang satu putaran saja tahun lalu.

Tetapi selama enam tahun bapak menjabat presiden, setiap menjelang lebaran, cerita sedih yang sama selalu saja muncul. Macet disini, pasar tumpah disana, banjir disitu, terlambat di terminal dan seterusnya dan seterusnya. Berita menyedihkan mudik yang selalu panjang. Saya tidak tahu kenapa, bapak masuk lubang yang sama selama enam kali. Guru SD saya pernah bilang, kita dilarang masuk ke lubang yang sama dua kali, hanya orang bodoh yang melakukan itu. Saya tahu bapak bukan orang bodoh. Bapak adalah lulusan terbaik di Magelang dan berkarier dengan otak untuk menjadi jenderal.

Saya sedih karena kakak saya terpaksa harus menyewa mobil yang melelahkan, 23 jam dari Depok ke Magelang. Jalanan di Indonesia, selalu dipenuhi malaikat maut yang siap mencabut nyawa pengendara, terutama pemudik bermotor. Tak ada transportasi mudik yang nyaman dan kalau bisa murah. Panjang Rel Kereta api sekarang, habis dipotong-potong selama kita merdeka. Jika ada kereta, mungkin kakak saya bisa naik kereta dari Depok ke Magelang setelah transit di Yogyakarta. Sayang, rel Yogyakarta-Semarang, sudah habis terjual di tukang loak.

Saya berdoa, anak bapak yang bersekolah di Australia dan Amerika tentu bisa bercerita tentang bagaimana nyamannya mereka berkendara di sana dan menikmati angkutan publik. Jika malam hari, “lampu kucing” yang ada di kiri dan tengah jalanan menjadi lampu yang menyala terang. Jika menyalip, tidak perlu mengambil jalan seberang, dimana malaikat maut rajin menunggu. Kereta juga nyaman dan jarang sekali terlambat.

Saya tahu bahwa semua itu butuh biaya yang mahal. Tetapi saya yakin pula kalau semua itu bisa diusahakan, terutama jika uang pembangunan tidak dikorupsi. Saya sedih sekali bapak presiden memberikan remisi kepada para koruptor kemarin itu. Tapi saya maklum, mungkin itu upaya untuk menyenangkan bapak menjelang ulang tahun.

Saya hanya berdoa, semoga mudik tahun depan, pemudik motor semakin sedikit, dan fasilitas mudik semakin banyak. Syukur-syukur jalur ganda rel kereta api bisa dipercepat dan jalur lain selain jalur Daendels sudah bisa diandalkan. Semoga, saya tak perlu lagi mengingat petuah Guru SD saya.