Indonesia dan Gedung UGM

Konon, masalah Indonesia dapat dilihat dari bagus tidaknya gedung di UGM, terutama di sebelah Timur bagian Humaniora.

Gedung FEB megah yg beberapa bagian dibangun sebelum krisis menunjukkan performance ekonomi Indonesia yg gemilang. Kita masuk investment grade, kita masuk MIC (Middle Income Country), bukan negara miskin lagi. Investasi deras masuk dan cadangan devisa selalu memecahkan rekor baru setiap saat. Bursa kita pun selalu diprediksi bagus dan seringkali prediksi tersebut tidak hanya tercapai, tetapi terlampaui. Capaian yang gemilang juga ada di nilai tukar rupiah yang stabil yang menguntungkan industri karena mampu membuat prediksi usaha. Konon hal ini salah satunya karena kebijakan dari Wapres Budiono yang juga dosen FEB UGM. Walaupun tak banyak bicara dan kurang menarik secara politik jika berbicara, capaian ekonomi Indonesia patut dibanggakan. Sekarang, FEB sedang membuat lagi gedung tinggi sumbangan dari Pertamina.

Masalah sosial politik sedikit demi sedikit mulai terurai, seiring pembangunan gedung Fisipol yang masuk dalam tahap-tahap finishing di beberapa sudut. Fondasi politik kita telah diganti dengan yg baru, seperti fondasi gedung Fisipol. Rezim lama dihancurkan dan diganti dengan tatanan baru yang lebih baik. Selama beberapa tahun terakhir, Indonesia satu-satunya negara demokratis di Asia Tenggara, menurut Freedom House yang mengukur demokrasi dari dua kategori, Political Right  and Civil Liberties. Kita harus pastikan transisi damai di tahun 2014, dimana sebelum itu, gedung Fisipol harus sudah berfungsi seutuhnya untuk menjamin pemimpin Indonesia yang baru. Artinya transisi damai 2014 sangat krusial untuk melihat kedewasaan politik kita. Siapapun pemenangnya harus kita dukung untuk menguji bahwa kita bangsa yang bermartabat dan dewasa secara politik.

Tetangga sebelah Fisipol, Fakultas Hukum, mirip dengan kondisi Indonesia saat ini. Tidak ada perubahan mendasar dalam sistem hukum kita, sebagaimana terjadi perubahan mendasar sistem politik. Gedung di FH hanya bongkar pasang, comot sana, comot sini tapi tak ada perubahan struktural yang menyentuh fondasi hukum kita. Akibatnya, korupsi kita tetap di level tertinggi, termasuk aparat penegak hukumnya.Kasus  Sandal Jepit, Kakao, pisang dll  menyeruak. Tak ada upaya serius untuk mereformasi hukum. Masalah yang sama sejak sebelum reformasi, tetap tak terselesaikan. Fakultas Hukum, for the years to come, tampaknya hanya bisa iri dengan tetangga dekatnya Fisipol dan FEB.

Di sebelah hukum, Filsafat, kita malah lupa ada gedung yg harus dibangun, seperti kita lupa kita masih punya Pancasila.

Sekali lagi konon….