Kisah Tukang Permak Jeans

Saya punya langganan Permak Jeans sejak masih kuliah. Permak Jean adalah industry unik yang muncul di sekitaran kampus. Tugasnya sederhana, memotong celana jeans baru yang kebesaran, atau menambal jeans usang yang mulai robek di bagian dengkul, karena terlalu sering ditarik ulur dalam berbagai posisi kaki yang kebanyakan dipakai jalan kaki. Permak Jeans langganan saya ini letaknya di depan Fakultas Kehutanan UGM, di seberang selokan arah ke Klebengan, bersebelahan dengan tukang fotokopi.

Kiosnya tidak besar dan cukup nyaman untuk bekerja. Di dalam kios itu ada beberapa mesin jahit dan beberapa tumpuk celana jeans. Satu meja panjang seukuran celana normal yang dibentangkan dan rak untuk menyimpan celana jeans yang sudah jadi. Kiosnya mirip dengan puluhan kios permak jeans lain di seputaran kampus.

Ada perbedaan signifikan ketika kembali memendekkan celana jeans setelah sekian lama. Bedanya ketika kuliah dulu pesanannya lebih bervariasi, mulai dari memendekkan celana sampai menambah celana di bagian pantat dan dengkul. Tambalan dilakukan dengan menutup bagian yang sobek dengan potongan celana bekas pelanggan lain. Jadi walaupun tidak bolong, tetapi kenyamanan berkurang karena bagian yang ditambal menjadi lebih tebal. Sekarang umumnya hanya memendekkan saja. Berubah seiring meningkatnya kemampuan ekonomi.

Hal lain yang membedakan adalah, semakin lama, bagian bawah yang dipotong semakin panjang, menyesuaikan bertambahnya ukuran celana. Ukuran celana, sayangnya, menyesuaikan ukuran perut. Kalau dulu masih bisa melipat bagian bawah celana, sekarang, kalau dilipat lebih mirip patung orang-orangan di sawah.

Beberapa hari lalu saya memotongkan celana jeans. Waktu itu, kios permah dijaga oleh sang ibu. Beberapa hari kemudian ketika akan saya ambil, sang bapaklah yang menjaga. Saya lupa membawa slip pengambilan dan juga KTP. Ketika saya akan ambil bapak itu berkata


Wah tidak bisa diambil mas. Kalau mau diambil harus ada Fotokopi KTP. Lha nanti bagaimana kalau ada orang yang membawa slip yang sah datang mengambil celana?”

Tanpa berkata apa-apa lagi, saya ngeloyor pergi.

Saya sungguh terpana dengan jawaban bapak ini. Walaupun sederhana, jawaban bapak ini menunjukkan konsistensi terhadap prinsip yang disepakati antara dirinya dan istrinya, bahwa tidak boleh mengambil celana tanpa slip pengambilan, siapapun itu. Bapak ini menunjukkan juga bagaimana amanah celana jeans tersebut dijaga, lewat mekanisme sederhana yang diterapkan secara konsisten dengan secarik slip pengambilan. Beliau mengerti betul arti impersonal dan ketaatan pada prinsip.

Perilaku tukang permak jeans yang sederhana ini sekali lagi langka di republik ini ketika hampir segala sesuatu sangat mudah dinegoisasi.  Tepatnya, dibeli. Urusan birokrasi menjadi sulit, berbelit dan berliku hanya ketika kita tidak memiliki jaringan. Ketika memiliki jaringan, birokrasi adalah urusan paling mudah untuk ditembus.

Banyak diantara kita, yang dititipi amanah jauh lebih besar daripada celana jeans, tetapi tak pandai menjaga amanah. Semoga kita bukan salah satunya.