Mak Erot

Saya tergelitik untuk menulis sedikit tentang seksualitas, bukan karena pernah menjadi “pelanggan” mak Erot, tetapi lebih karena isu mak Erot memberkaitan dengan perdebatan antara Traditional/Alternative medicine dan Biomedical yang menjadi mainstream dunia kedokteran di Indonesia. Untuk urusan ini, tesis saya tentang dukun bayi, membahasnya dengan (semoga) komprehensif.

Sekitar enam bulan yang lalu, sebelum berangkat ke Australia, saya bolak balik ke kantor iklan KR dan Kompas untuk urusan pengiklanan. Nah, esoknya, sambil memastikan iklan saya termuat dengan benar, saya tergelitik untuk melihat bagian pengobatan di KR. Di bagian ini terdapat iklan tentang ‘pembesaran’ dan ‘pemanjangan’ penis. Bahkan di salah satu iklan, bisa dibuat kombinasinya. Panjang sekian cm dan diameter sekian cm. Saya takjub dengan iklan yang seolah-olah membayangkan alat vital laki-laki seperti balon, bisa ditiup dan dibentuk sesuai selera. Pengiklannya melampirkan foto mak Erot, yang tampak sudah renta, berkerudung (bukan berjilbab) yang mengesankan mak Erot ini santri betul. Pengiklannya tentu saja bukan mak Erot, yang konon tidak melek advertising, tetapi menantunya, cucu langsung, keponakan, anak kesayangan dll. Pokoknya mengesankan yang bersangkutan berhubungan darah, langsung atau tidak, dengan mak Erot. Banyak sekali iklan sejenis di satu kolom. Prakteknya hanya beberapa hari di salah satu kamar hotel kelas melati dengan “mahar” 300 an ribu. Nah, dari sini saya mulai bertanya-tanya.

Pertanyaan pertama berkaitan dengan service yang ditawarkan. Penis, sebagaimana kita tahu, sangat vital bagi laki-laki. Tidak ada yang boleh salah dengan benda satu ini dan sangat penting untuk hubungan rumah tangga. Itulah sebabnya, para ‘pelanggan’ yang mungkin datang, saya bayangkan sebagai laki-laki yang ingin membahagiakan istrinya, dan bukan sekedar tidak PD karena anunya terlalu mini dan tidak “menonjol’ ketika memakai celana jeans. Mereka ini orang-orang yang punya itikad baik menjaga harmoni rumah tangga.

Nah, benarkah ukurannya bisa dipermak sesuai keinginan, atau dengan kata lain, benarkah iklan yang ditawarkan itu? Nah ini saya tidak tahu. Pelanggannya tentu tidak ingin jika kedatangannya ke hotel melati ini diketahui orang lain. Kan agak repot jika tetangga tahu ybs datang membayar ‘mahar’. Ini sama saja mengumumkan pada dunia, kalau si “adik” miliknya kecil. Jadi tidak mungkin ybs datang ke YLKI mengadukan “anunya” yang ternyata tidak bertambah besar. Jadi benar atau tidaknya service yang ditawarkan tidak ada yang tahu karena tidak ada yang berani bercerita.

 Kedua, berkaitan dengan hubungan pengiklan dengan Mak Erot. Pengiklan mengasumsikan keahlian yang (bisa jadi) dimiliki Mak Erot bisa diturunkan ke cucunya, atau bahkan ke keponakannya. Dengan kedekatan darah ini, keahlian bisa diturunkan. Tapi siapa yang menjamin mereka ini benar-benar berhubungan dengan Mak Erot dan sejauh mana keahliannya? Saya baru saja membaca Kompas yang berkisah tentang Suraji dari Semanu, Gunung Kidul yang menjadi pawang ular, yang bisa mencium bau ular dari jarak 5 meter. Keahliannya ini dikatakannya sebagai bakat yang tidak dapat diturunkan. Ibunya ketika hamil dirinya 7 bulan , kejatuhan ular berwarna putih. Nah, sejak umur 9 tahun Suraji bisa memanggil ular dengan bersiul. Apakah (sekali lagi jika benar) keahlian Mak Erot seperti Suraji? Kalau, iya tentu tidak bisa diteruskan ke keluarga besarnya.

 Ketiga, berkaitan dengan after service, jika ternyata ybs pulang ke rumah dan menemukan istrinya justru ketakutan dengan ‘penampilan baru’ yang (sekali lagi) mungkin sukses, apakah bisa dikembalikan lagi ke posisi semula? Seperti lagu Iwan Fals… yang jimatnya melebihi dosis, sebesar burung belibisdan aku mendesis…..

 Masih ada banyak sekali pertanyaan-pertanyaan lainnya….

 Tapi setidaknya fenomena ini menunjukkan dua hal: Satu, terdapat ruang bagi traditional medicine untuk mengambil bagian dari dominasi biomedical. Saya tidak pernah menemukan iklan Kedokteran modern pasca revolusi perancis mengiklankan pembesaran ini. Jika toh iya, iklannya tentu tidak sedramatis saudara Mak Erot dengan kata-kata “sekali datang”, “dijamin Puas”, “Efek langsung ditempat” dll.

 Dunia medis tradisional mengalami kemunduran luar biasa karena tidak disupport oleh kebijakan pemerintah. Di Cina, pengobatan tradisional diakui (dalam arti disupport) negara dan dipraktekkan di rumah sakit modern. Mahasiswa kedokteran juga diajari alternative medicine ini sebagai bagian dari 20% kurikulum untuk menjadi dokter. Tentu saja jika berminat memilih spesifikasi ini. Pasien, setelah melalui diagnose modern, boleh memilih therapy antara tradisional atau modern.

Setidaknya, perbedaan antara alternative dan biomecal ada tiga macam. Pertama, hubungan antara mind dan body. Alternative medicine memandang hubungan keduanya sebagai tidak terlepaskan, sedangkan modern medicine lebih melihatnya terpisah. Dalam Alternative medicine, jiwa dan raga merupakan unsur yang saling mempengaruhi. Kesalahan di salah satu unsur bisa menyebabkan gangguan di sisi lainnya. Bentuknya bisa ditemukan dari banyak bukti nyata kekuatan dzikir untuk penyembuh penyakit raga (walaupun banyak penyalahgunaan juga, misalnya pake dukun hitam, santet dll). Walaupun tren kedokteran biomedis sekarang mengarah pada penyatuan dua unsur itu, derajatnya masih jauh dibanding alternative medicine. Kedua, center of healing. Dalam alternative medicine, center of healingnya adalah pasien itu sendiri, curer/penyembuh lebih berperan sebagai fasilitator. Di biomedical, ketergantungan terhadap dokter menjadi bukti bahwa yang berlangsung sebaliknya. Banyak orang yang bilang hanya cocok ke ‘dokter anu’, dan seringkali menafikan kemampuan alami tubuh untuk mengobati penyakit. Tidak akan puas jika tidak diberi obat. Kakek saya dulu, setiap ke dokter harus selalu disuntik, walaupun cuma vitamin. Ketiga, obat-obatan, antara natural dan chemical, antara jamu dan bodrex. Obat alternative biasanya dibuat spesifik per pasien yang seringkali diramu ketika pasien datang, sementara biomedical lebih dibuat massal. Tapi bisa jadi ke depan, jika obat alamiah menjadi tren, bisa jadi massalisasi bukan sesuatu yang mustahil, seperti pabrik jamu Sido Muncul.

Di Indonesia, alternative medicine dianaktirikan dan tidak dikembangkan dengan dukungan yang memadai dan sering tidak diperhatikan. Inilah mengapa, kasus Mak Erot tidak menjadi perhatian serius. Jika ternyata tidak benar, rakyat banyak (terutama laki-laki) menjadi korbannya. Perlu diingat, ‘kegagalan’ ini bisa menimbulkan efek berantai dan panjang, mulai dari disharmoni di rumah tangga sampai perceraian. Disinilah Pemerintah harus berperan sebab salah satun fungsi pemerintah adalah melindungi rakyatnya. Dan jika benar pun, harus ada dukungan dari pemerintah untuk memasarkannya. Bukankah ini temuan yang luar biasa dan dibutuhkan hampir semua laki-laki di dunia? Mak Erot, bisa menjadi daya tarik di tengah suramnya Visit Indonesia Year 2008.

Tapi ngomong-ngomong, jika memang betul-betul bisa berefek, dugaan saya industri biomedical akan dengan senang hati menggelontorkan jutaan dolar untuk bisnis ini, apalagi ditambah istilah: “sekali datang”, “langsung di tempat” dan “dijamin puas”

Mau mencoba “keponakan” Mak Erot setelah membaca posting ini?