Buku teks ekonomi menggambarkan monopoly sebagai sebuah kondisi pasar yang dikuasai oleh satu seller. Seller ini bisa menentukan harga yang berlaku di pasar sementara buyers tidak punya banyak pilihan untuk dapat memenuhi kebutuhannya. Monopoly berkaitan erat dengan hukum demand and supply, ketika demand tetap dan supply sedikit, harga cenderung naik, atau paling tidak supplier dapat menentukan harga. Deskripsi monopoly jenis ini mudah sekali terlihat. Indonesia pernah memiliki pengalaman panjang dengan monopoly, misalnya ketika crony capitalism berlangsung semasa Soeharto dengan Tata Niaga Jeruk, Tata Niaga Gula, Tata Niaga Cengkeh, yang menjadikan keluarga Suharto menjadi kaya luar biasa. Sayangnya, semua ini pengertian yang basi tentang monopoly.
Pengertian baru tentang monopoly yang tidak mewajibkan hadirnya kekuasaan dalam monopoly, tidak mewajibkan modal yang besar dan telah dipraktekkan bertahun-tahun. Inti dari monopoly jenis baru ini adalah exclusivitas dengan memanfaatkan taste pasar yang dapat dibangun dari kuatnya branding. Selera pasar dimodifikasi sedemikian rupa sehingga memunculkan kesan eksklusif sebuah produk dari produk substitusi di pasar. Ketika pasar baru sudah tercipta, berapapun harga yang dijual seller, tetap akan dibeli. Disinilah monopoly tercipta. Seller menciptakan monopoly nya sendiri terhadap pasar, ia mampu menciptakan pasar baru yang berasas pada eksklusifitas. Demand pada pasar jenis ini berbentuk inelastis (penurunan jumlah pembeli lebih kecil dari kenaikan harga).
Contoh nyata menciptakan monopoly dapat dideteksi dari harga yang relative lebih tinggi dari produk sejenis. Orang mengenalnya sebagai branded product. Honda misalnya, adalah salah satu brand motor yang berhasil menciptakan monopoly di pasar motor. Dalam pasar umum motor, Honda bersaing dengan Yamaha, Suzuki dan lainnya. Tiap pabrikan ini menciptakan sendiri monopoly mereka dengan mempengaruhi taste pasar sampai pada titik “Ini bukan motor, ini Honda!!!” . Pada tahap ini, Honda telah berhasil menciptakan monopoly di penggemarnya. Lebih dasyat lagi, penduduk di kampung saya bilang “numpak Honda Mio.” Untuk menggambarkan aktivitas menaiki kendaraan roda dua. Entah Honda, Yamaha, Suzuki. Masih di kampung saya, hal ini lazim terjadi dengan munculnya “tuku pepsoden.” , “njaluk sunslik”, dan “tuku akua“. Seluruh harga barang tersebut lebih tinggi dari benda substitutenya, dengan kualitas yang bisa jadi sama persis atau bahkan lebih rendah.
Dagadu, sebelum bajakannya beredar, telah berhasil menciptakan monopoly di pasar kaos khas jogja di Yogya. Dagadu bukan monopolis di pasar kaos dengan ratusan merek. Tapi sekali lagi, monopoly kaos khas jogja. Monopoly ini telah berhasil menjadikan lantai dasar Malioboro Mall menjadi center pariwisata baru di deretan jalan Malioboro. Harganya tentu lebih mahal, tapi inilah konsekuensi dari upaya pemenuhan taste itu. Ada ekseklusivitas yang dijual. Saat ini, tantangan Dagadu bukan dengan produk kaos sejenis, tapi dengan ratusan penjual yang menjajakan ribuan Dagadu Bajakan dengan harga kurang dari separonya, dengan kualitas yang tidak jauh berbeda. Monopoly Dagadu beberapa tahun lalu telah berhasil menciptakan pasar baru yang bernama Dagadu Bajakan.
Masih dalam dunia perkaosan, ratusan butik dadakan (distro) di Yogyakarta dan kota lainnya menawarkan kaos yang hanya dibuat terbatas, maksimal 10 buah dan kadang-kadang hanya 5 biji yang dimungkinkan dari teknik printing kaos saat ini. Munculnya pasar baru ini mencoba peluang di tengah ceruk kaos yang dikuasai pemain besar. Pemain kecil ini menciptakan pasar mereka sendiri, menciptakan monopoly di pasar yang mereka ciptakan sendiri.
Maka ciptakanlah pasar anda sehingga anda menjadi monopolis…..