The Canberra Times dua minggu lalu melaporkan bahwa suhu di Canberra pada bulan Juni 2008 adalah suhu bulan Juni terhangat selama 51 tahun terakhir sejak 1957. Biasanya bulan Juni-July adalah bulan-bulan yang dingin, tetapi tahun ini lebih “hangat”. Apakah ini semua akibat Global Warming? Saya tidak mau berspekulasi seperti para ahli cuaca, tapi yang jelas, ini adalah “the coldest June” buat saya.
Suhu yang berada di antara minus 4 sampai dengan 12 derajat celcius tentu bukan suhu yang bersahabat untuk orang Indonesia. Pada pagi hari, kaca depan mobil penuh dengan butiran es setebal beberapa milimeter. Jika sedang “dingin” dan diparkir di jalanan, seluruh bodi mobil tertutup lembaran es yang butuh beberapa menit untuk hilang. Setiap pagi pula, Sim C yang nyaris tidak berfungsi, bersalin rupa menjadi alat ampuh untuk mengikis lapisan es di windscreen. Inilah juga pertama kalinya saya tahu fungsi filament di bagian kaca belakang berikut panel defrost di sebelah kemudi yang berguna untuk melelehkan es dan embun yang menempel dan mengganggu jarak pandang ke belakang.
Musim dingin ini mengingatkan tentang bagaimana berkuasanya Allah di atas semesta. Bergeser sedikit saja matahari ke Utara, bagian bumi selatan mengalami dingin yang membekukan. Jika matahari bergeser ke Selatan, belahan bumi Utara mengalami musim dingin yang hebat. Di Canada, di bulan Desember, suhunya bisa menembus minus 30 derajat celcius. Setiap pagi, mobil penyapu salju harus membersihkan jalanan yang ditutupi salju hingga beberapa puluh cm. Pada musim dingin, banyak orang yang bunuh diri dengan menghunjamkan diri di atas rel subway sebelum kereta berhenti di stasiun. Jika ini terjadi, dengan sigap seluruh lampu dimatikan demi menghindari efek trauma dari melihat bagian tubuh korban yang berceceran, penumpang kereta dievakuasi ke bagian belakang kereta dan diangkut dengan bis ke stasiun berikutnya. Hanya dalam hitungan menit, bis-bis sudah hadir di station. Stasiun baru dibuka kembali ketika seluruh bagian tubuh korban dibersihkan. Karena sudah biasa, proses ini hanya memakan waktu beberapa jam. Orang-orang putus asa ini, lebih memilih kematian cepat daripada kematian menyiksa yang dilakukan sedikit demi sedikit oleh dingin. Saya takut membayangkan matahari lupa pada pergeserannya beberapa minggu yang menyebabkan bagian bumi tertentu dirundung kekeringan dan kepanasan, dan bagian bumi lainnya menggigil kedinginan.
Tapi kondisi tubuh menghadapi cuaca berbeda. Suhu di Australia, walaupun dikabarkan hanya beberapa derajat, tidak sedingin di Belanda. Di Australia matahari siang masih bersinar terang, terik malah, menyebabkan efek musim dingin jauh berkurang. Salju juga hanya ada di beberapa tempat walaupun hampir setiap pagi terjadi morning frost. Dengan suhu yang sama, misalnya 4 drjt celcius, di Belanda dingin sekali, persis seperti aksi Dementor “menyedot” Harry Potter. Tapi di Australia tidak begitu, sedikit lebih “manusiawi”. Di Australia juga orang masih bisa pergi “ke atas” di Queensland untuk menikmati suhu di atas 20 derajat.
Di Canberra, the coldest place in Australia selain Tasmania, terasa betul bagaimana negara empat musim berjuang demi energy penghasil panas yang sayangnya, banyak bersumber dari energi fosil. Setiap hari, setidaknya setiap malam, dibutuhkan heater yang membuat tubuh berbaring lebih nyenyak, mulai dari yang oil, water, air, fire, gas dls. Listrik yang dibutuhkan oleh heater ini sangat besar, membuat tagihan listik membengkak di atas tiga digit dolar setiap bulannya.
Bagaimana dengan Indonesia? Alhamdulillah, masih sulit menemukan orang yang mati kedinginan atau kepanasan di Indonesia yang suhunya sulit turun dari 20 derajat dan sulit lebih dari 32. Semuanya serba pas. Sayangnya, tidak banyak yang bisa bersyukur dari karunia ini. Indonesia berada di lingkaran katulistiwa yang hanya mengenal dua musim, hujan dan kemarau, indah betul. Pada musim-musim ini, turis Australia menghindari dingin dengan menyerbu Bali, atau negara Eropa yang sedang musim panas. Hanya sedikit yang menyukai musim dingin, dan saya bukan salah satunya.