Sungguh teknologi dapat memudahkan banyak hal, termasuk membaca koran. Edisi electronic kompas di epaper.kompas.com dan tempo di epaper.korantempo.com bisa sedikit mengobati kerinduan tentang kondisi Indonesia, terutama kebiasaan di Jogja. Setiap pagi, hampir tanpa kecuali, saya selalu membaca kompas di teras rumah, lesehan dan ditemani rokok dan segelas teh manis. Kebiasaan ini hanya terganggu oleh hujan atau anak-anak. Saya harus membaca cepat karena teras yang menghadap ke timur menjadi panas dan terlalu terang jika matahari sudah beranjak naik. Satu -satunya yang agak kurang dari epaper ini adalah berita lokal Jogja.
Di halaman dua kompas edisi 15 September 2008, kolom pinggir yang nyempil di ujung kiri bawah, ada berita tentang Bekas Konjen di Kinabalu Malaysia, Johan Budi yang jadi tersangka korupsi. Sebelumnya, Dubes RI untuk Malaysia, Rusdihardjo dan Hadi Al Wayarabi telah dicekok lebih dulu. Modusnya sederhana, ada tarif tinggi yang harus dibayar WNI dan tarif bawah yang disetor ke Depkeu. Selisih dari keduanya dibagi-bagi diantara sesama diplomat. Membaca tulisan ini, saya tergelitik untuk menulis tentang KBRI Australia di Canberra yang sebenarnya sudah saya rencanakan sejak pertama kali datang di Canberra. Pertama kali datang, pertama kali kecewa.
Beberapa saat setalah datang, 1 Suro lalu, teman-teman penerima beasiswa ADS yang 90% PNS langsung memasukkan lapor diri ke KBRI sebagai agenda penting. Sekedar catatan, jalan ke KBRI tidak dilalui jalur bis dan agak ngoyoworo kalau jalan kaki. Untuk ke sana, harus diantar senior bermobil yang biasanya berombongan. Saya tidak ikut rombongan karena selain tidak muat, lapor ke KBRI juga bukan prioritas.
Ternyata, KBRI Australia memiliki aturan diskrimanasi untuk pemegang paspor biru (PNS/dinas) dan paspor hijau (bukan PNS). Pemegang paspor biru lapor gratis, sementara pemegang paspor hijau membayar sebesar A$10 sebagai bagian dari Penghasilan Negara Bukan Pajak. Selain itu, pemegang paspor biru juga gratis menerjemahkan SIM A nya ke dalam bahasa Inggris. Untuk tujuan yang sama, pemegang paspor hijau harus membayar A$ 25. Belum selesai disini, pembayaran tidak dapat dilakukan cash atau melalui EFTPOS (gesek debit/credit card) yang lazim di hampir semua toko di Canberra. Pembayarannya harus melalui Bank Draft yang bisa didapatkan di Bank atau di Kantor Pos. Biayanya pembuatannya A$ 5. Selain harus antri di Bank dan Kantor Pos, apa tidak ada mekanisme lebih cerdas untuk mencari uang? Bayangkan, baru mendengar ceritanya saja, sudah kecewa dengan KBRI, apalagi kalau ke sana ????