Tulisan ini adalah bagian dari cerita-cerita mendampingi ibu saya yang terkena kanker payudara. Tulisan akan dibagi menjadi beberapa bagian berdasarkan tema-tema yang dipilih. Tema kedua adalah tentang sistem record pasien dan sistem managemen yang masih manual.
Internet telah dikenalkan di dunia pada 1989 dan mulai dikembangkan pada fase 1990an. Internet dikembangkan berdasarkan temuan yang berawal pada komputer jaringan. Di Indonesia, seiring dengan perkembangan teknologi komputer baik hardware maupun software, internet berkembang di awal 2000an dan terus berkembang sampai kini. Sayangnya penggunaannya secara maksimal, terutama berkaitan dengan data pasien dan sistem obat belum berjalan maksimal.
Pasien masih diharuskan membawa kemana-mana berkas yang berisi hasil print berlembar-lembar dengan warna yang berbeda-bedas berkaitan dengan klinik yang menjadi tujuan. Sesampai di klinik, lembar tententu diserahkan dan lembar lainnya diserahkan di loket dan bagian lain sebagai basis verifikasi. Dokter melihat riwayat pasien yang terkotak-kotak dalam setiap klinik. Seandainya ada proses pengambilan dari database terpusat (yang tetap saja paperbased), butuh waktu yang jauh lebih lama dari lamanya dokter memeriksa. Pendeknya, komputer masih sebatas alat pengganti mesin ketik. Ibaratnya, walaupun perangkat sudah dilengkapi sistem Windows 7, pola pikir masih tetap saja Brother, merk mesin ketik terkenal ketika itu.
Menariknya, sekitar 200 meter dari Sardjito, Gadjah Mada Medical Center (GMC) semacam puskesmasnya UGM, sudah cukup canggih menerapkan IT dalam sistem pemeriksaan. Petugas pendaftaran mengklik dan kemudian mempersilahkan pasien masuk ke ruang dokter. Dokter melihat record pasien di komputer dan kemudian melakukan pemeriksaan. Selesai diperiksa, pasien menulis resep di komputer dan kemudian diteruskan ke apotek. Pasien keluar dan mengambil obat di apotek. Seluruh proses itu berlangsung tanpa kertas dan waktu terlama adalah berada di ruang dokter (walaupun seringkali cepat juga hehehe).
Continue reading “Kanker Payudara Ibuku: Paperless Hospital”