Sekolah Anak di Australia

*Update Agustus 2015: Mulai Januari 2016, Sekolah anak di Australia untuk HDR (Master Research dan PhD) Student di ACT digratiskan. Salinan suratnya dilihat disini

ChildcareDua kolega saya akan segera terbang ke Australia untuk melanjutkan studi PhD bulan depan. Selama beberapa bulan ini, saya sering ditanya tentang kehidupan di Australia, terutama tentang tatacara dan pengurusan anak, mulai dari childcare hingga sekolah dasar. Saya bukan expert untuk urusan ini, tetapi ijinkan saya berbagi, mungkin ada gunanya untuk pembaca sekalian.

Pertama yang harus disadari adalah Australia dibagi menjadi beberapa negara bagian yang memiliki independensi yang tinggi dalam kebijakannya. Pemerintah kota (city council) hanya mengurusi urusan remeh temeh lainnya, misalnya kapan boleh membuang sampah perkakas di jalan. Hal ini berbeda dengan Indonesia yang meletakkan otonomi di Kabupaten/Kota. Setiap negara bagian tersebut memiliki kebijakan tersediri tentang childcare dan pendidikan dasar bagi mahasiswa asing. Walaupun terdapat skema federal tentang supporting berkaitan dengan Childcare, tetap saja kebijakan negara bagian yang bersangkutan yang lebih dominan. Sebagai contohnya, saya dulu tinggal di negara bagian NSW dan bersekolah di ACT seperti juga dialami beberapa kawan lainnya. Bagi mereka penerima beasiswa pemerintah Australia seperti saya dulu, tidak masalah menyekolahkan anak ke negara bagian manapun. Pemerintah Australia (walaupun tidak memberikan family stipend), tetap menjamin sekolah anak. Hanya butuh mengisi form yang digunakan negara bagian ACT untuk meminta klaim biaya ke NSW, tempat saya tinggal (seharusnya kebijakan ini juga dilakukan kabupaten/kota agar pendidikan tidak tersekat daerah administratif).

Terdapat treatment yang berbeda untuk mahasiswa yang berbiaya sendiri atau diberi beasiswa lainnya (misalnya DIKTI). Kawan tersebut harus menanggung total biaya sekolah Primary School di ACT dan membayar separuh biaya jika bersekolah di NSW. Besarnya kalau tidak salah sampai AU$4,500 an setahun di NSW. Untuk ACT sekitar AU$ 9,000.Tentu ini angka yang cukup fantastis untuk mahasiswa. Tetapi jika diukur dari pengalaman dan kemampuan perkembangan anak, angka itu sebenarnya tidak terlalu mencemaskan. Itulah tabungan kita ke anak. Istilahnya, AusAid sudah memberi beasiswa ke Ortunya, kewajiban ortu memberi “beasiswa” ke anaknya hehehe. Jika orang lain percaya dan mau membiayai kita sampai ke Australia, mengapa kita tidak percaya anak kita mengenyam pendidikan yang sama? Continue reading “Sekolah Anak di Australia”

Rejowinangun Versus Carrefour

Pada hari Kamis, 26 Juni 2008, api menghanguskan pasar Rejowinangun, pasar kebanggaan penduduk Kota Magelang. Nyaris tak ada yang tersisa dari kebakaran besar tersebut. Dua tahun berlalu dan tidak ada tanda-tanda pembangunan kembali pasar akan segera dilakukan. Sebagai gantinya, hanya 500 meter di sebelah Barat Pasar, Giant supermarket membuka cabang baru, lengkap dengan upaya perluasannya. Posisi Giant ini, berhimpitan dengan tempat penampungan sementara pedagang ex pasar Rejowinangun yang sebagian besar sudah rupuh dimakan usia.

Saat ini, hampir tiga tahun setelah kebakaran tersebut. Belum juga ada pertanda pembangunan pasar Rejowinangun akan dilakukan. Upaya Pemkot, dengan semangat baru hasil Pilkada 2010 melalui kerjasama dengan pihak ketiga, tak pernah bisa mencapai target yang diharapkan. Enam hari setelah peletakan batu pertama tanggal 29 Maret 2011, Walikota mengumumkan pembatalan kerjasama. Batu pertama, sekaligus menjadi batu terakhir.

Ironisnya, tak sampai dua kilometer di sebelah Selatan lokasi Pasar, pembangunan Armada Town Square (AMTOS) sedang dalam kondisi puncak. Setiap hari, warga Magelang bisa melihat progress pembangunan yang cepat. Di dalam AMTOS , rencananya akan dibangun jaringan ritel Perancis, Carrefour. Carrefour merupakan jaringan ritel kedua terbesar di dunia setelah Wal-Mart. Pertanyaan pentingnya, apa yang bisa dibaca dari lambatnya Pemkot membangun Pasar Rejowinangun dan kegesitan swasta membangun “pasar” Carrefour.

Continue reading “Rejowinangun Versus Carrefour”

Anggaran dan Kinerja DPR

Kedaulatan Rakyat-Analisis-13 Mei 2011

Kritik terhadap kunjungan ke LN oleh anggota DPR kembali bergulir. Dalam sebuah diskusi dengan mahasiswa Indonesia di Melbourne, anggota DPR tidak bisa memberikan alamat email resmi yang pada tahun 2010 dianggarakan sebesar 10,9 milyar. Pertanyaan ini hanyalah salah satu dari sekian persoalan berkaitan dengan kunjungan DPR ke LN.

Kunjungan DPR tidak tepat karena dilakukan pada saat Parlemen Australia sedang reses. Selain itu, 16 orang dari Komisi VIII datang berkaitan dengan RUU Fakir Miskin tidak mengunjungi daerah miskin di bagian Utara, tetapi justru ke tiga kota besar, Sydney, Canberra dan Melbourne dimana jejak-jejak kefakiran sulit terlihat. Kemampuan bahasa juga menjadi persoalan tersendiri.

Anehnya, walaupun kunjungan kerja telah menjadi sorotan publik, anggaran untuk kunjungan LN terus saja meningkat, tiga setengah kali lipat dalam tiga tahun terakhir dan lebih dari 23 kali lipat sejak tahun 2005. Pada tahun 2005 anggaran kunjungan kerja ke LN hanya 23,6 M dan meningkat signifikan dalam tiga tahun terakhir: 2010 (162, 9 milyar); 2011 (301 milyar); 2012 (541 milyar).

Anggaran total yang dikucurkan untuk mendukung kinerja 560 anggota DPR juga meningkat signifikan. Anggaran DPR meningkat lebih dari dua kali lipat dalam lima tahun terakhir. Anggaran DPR berturut turut untuk 2008-2012 adalah: 1,7 trilyun, 2,021 trilyun, 2,7 trilyun, 3, 025 trilyun dan lebih dari 3,5 trilyun untuk tahun depan. Artinya setiap anggota dewan di tahun 2012 akan mendapatkan dukungan anggaran kira-kira 6,25 milyar setahun atau setara dengan 17 juta perhari. Anggaran yang fantastis ini tentu tidak diberikan jreng ke anggota dewan, tetapi dibagi menjadi dukungan sekretariat, tenaga ahli dll. Angka itu juga digunakan untuk menjamin terlaksananya tiga fungsi: angaran, legislasi dan pengawasan. Tetapi tetap saja, angka ini menciptakan keheranan terutama jika dikaitkan dengan kinerja DPR.

Jumlah produk undang-undang yang dihasilkan DPR pada tahun 2008 dan 2009 hanya 56 dan 52 undang-undang. Hal ini termasuk sedikit karena setara sepuluh anggota DPR hanya menghasilkan satu undang-undang setiap tahun. Pada fungsi pengawasan, DPR lebih banyak bereaksi ketika masalah sudah terlanjur mencuat. Padahal, jika pengawasan berjalan baik, resiko bisa diminimalisir.

Pertanyaannya, walaupun seluruh elemen civil society termasuk media telah dengan sangat keras mengkritik anggaran dan kinerja DPR, perilakunya cenderung tidak berubah dan bahkan semakin menjadi. Mengapa?

Continue reading “Anggaran dan Kinerja DPR”

Kartu Kredit dan Neoliberal

Ini cerita sederhana dan bukan tentang sesuatu yang baru. Anda semua saya yakin sebagian besar tengah mengalaminya. Tetapi ditengah kesederhanaan dan “kebiasaan” tersebut, sebenarnya terungkap bagiamana kapitalisme ekonomi bekerja dengan luar biasa.

Beberapa hari yang lalu saya ingin membeli barang dari ebay karena tidak dijual di Indonesia, tepatnya Amazon tidak bersedia mengirimkan Kindle nya ke Indonesia. Beberapa negara lain juga mengalami blockade ini. Tetapi sekarang Krisdayanti bisa membeli Kindle, karena walaupun menolak mengirim ke Indonesia, Amazon bersedia mengirim ke Timor Leste, negara baru yang menurut beberapa literature terancam menjadi negara gagal.

Untuk mendapatkan Kindle, alternative lainnya adalah membeli via ebay. Walaupun lebih mahal, tetapi itu pilihan terbaik yang ada. Ada beberapa toko online di Indonesia yang menjual Kindle, tapi harganya dua kali lipat dari harga resmi Amazon. Masalahnya, uang di paypal  tidak pernah saya gunakan lagi sejak ke Indonesia. Saya mencoba membuat paypal baru, tetapi paypal Indonesia menolak menerima transfer uang dari rekening debit. Bahkan, dari keluhan di media,  beberapa rekening kredit juga ditolak. Pendeknya saya harus memiliki kartu kredit, untuk bisa berbelanja. Singkatnya lagi, walaupun punya uang (debit) saya tetap harus berhutang (kredit).

Hutang ini menjadi tren di dunia yang dikuasai dan dijalankan dengan ekonomi neoliberal yang dalam filosofi ekonomi, disebut neoliberalism. Kaum neoliberalism percaya bahwa negara seharusnya tidak turut campur dalam mekanisme pasar yang akan berlangsung sesuai dengan logika dan cara kerjanya sendiri. Selain itu, negara juga seharusnya tidak mengambil pajak besar yang progressif kepada kaum berpunya. Negara seharusnya menghargai para orang kaya yang sudah bekerja keras untuk mencapai kekayaannya. Negara tidak seharusnya “menghukum” kaum berpunya dengan kewajiban membayar pajak yang besar. Justru orang kaya harus diberi diskon pajak, karena kontribusinya terhadap ekonomi.

Continue reading “Kartu Kredit dan Neoliberal”

Spelling Bee EF Yogyakarta sucks

Ini cerita tentang kompetisi Spelling Bee yang diselenggarakan English First (EF) Yogyakarta tadi siang  (3/4/2011) di Taman Pintar Yogyakarta. Acara ini merupakan acara puncak dari Edufest 2011. Spelling Bee adalah kompetisi untuk anak SD dan SMP (tergantung level) yang pada intinya meminta anak untuk mengeja kata dalam bahasa Inggris. Ketika juri mengatakan PUPPET misalnya, peserta mengejanya menjadi P-U-P-P-E-T. Pesertanya sekitar 30-40 anak dari beberapa SD di Yogyakarta dan kemudian dipilih tiga orang untuk memperebutkan juara 1,2 dan 3. Seleksi dari 40 peserta menjadi 3 juara dilakukan di sebuah ruangan tertutup dalam empat babak. Setelah terpilih, ketiga peserta terbaik maju ke atas panggung dan menjawab pertanyaan juri.

Ketiga peserta terbaik itu adalah Jilan, anak saya yang ikut kompetisi untuk pertama kalinya, Afkar, putra mas Gaffar kedua dari dosen dan rekan kerja saya di kampus, dan seorang anak lagi. Jilan dan Afkar mewakili SD Al Azhar 31 Yogyakarta yang dengan mudah ditandai dari baju seragam dan rompi yang rapi. Peserta terbaik lainnya, setelah diundi menempati Meja A, Jilan meja B, dan Afkar meja C. Saya akan ceritakan bagaimana proses pemilihan juara berlangsung dan mengapa saya dan mas Gaffar memutuskan untuk meminta Jilan dan Afkar turun dari panggung sebelum selesai.

Kompetisi juara ini terdiri dari dua babak. Pada babak pertama, setiap peserta mengeja kata yang dipilih secara acak dari toples. Setiap peserta memiliki 6 kesempatan untuk menjawab. Juri terdiri dari 4 native speakers yang membacakan soal secara bergantian.

Saya melihat panitia, termasuk juga juri, baik secara sengaja maupun tidak melakukan kecurangan yang menguntungkan peserta A. Beberapa kecurangan yang menjadikan kami menarik diri dari kompetisi tersebut adalah:

Pertama, pada babak pertama, peserta A dengan sangat-sangat jelas, salah mengeja STRAWBERRY, akhiran yang seharusnya (Y), diucapkan (I). Anehnya, juri memberi kesempatan kedua untuk menjawab lagi setelah terlebih dahulu juri membaca soal sekali lagi dan akhirnya jawaban kedua benar. Dalam babak ini, karena  kecurangan tadi, nilai tiap peserta menjadi sama yaitu 5. Padahal, Satu kesalahan yang dilakukan Jilan dan satu kesalahan yang dilakukan Afkar, Juri langsung mengatakan INCORRECT. Satu-satunya soal yang diucapkan dua kali oleh juri dan memberi kesempatan kedua bagi peserta A dari 18 soal yang disampaikan di babak pertama adalah kata STRAWBERRY.

Continue reading “Spelling Bee EF Yogyakarta sucks”

Politik Hiburan Rakyat

KR, Analisis 26 Februari 2011

Jika rakyat bertanya kepada pemerintah kapan perut mereka akan kenyang, badan sehat dan sekolah terjamin, butuh waktu lama untuk menjawabnya. Perlu koordinasi lintas sektoral dan energi yang besar untuk mengatasi masalah-masalah dasar tersebut. Jawaban cepat dari pertanyaan itu adalah memberi hiburan kepada rakyat. Perut memang tetap lapar, tapi setidaknya, hati gembira dan sebentar terlupa dari kemiskinan.

Ini adalah resep lama yang sudah dipraktekkan sejak ribuan tahun lalu. Jika rakyat menuntut perbaikan taraf hidup, pemerintah menyediakan fasilitas hiburan. Kaisar Nero di Roma membangun Colloseum yang mampu menampung lebih dari 50 ribu penonton, 70 tahun sebelum masehi. Secara rutin, manusia diadu dengan manusia lain atau binatang buas. Darah merembes di lantai pasir dan sorak-sorai rakyat yang lupa akan perut mereka yang lapar. Eksebisi demi eskebisi membungkam protes atas perut yang lapar.

Ide ini mungkin coba diikuti pemerintah SBY dengan membungkam kritik dengan memberi hiburan kelas rakyat yaitu sepakbola. Sepakbola adalah hiburan murah, ditonton semua kalangan dan pada titik tertentu menumbuhkan nasionalisme. Pada final piala AFF yang lalu, laga ini ditontong tak kurang dari 80% pemirsa televisi. Jika proyek hiburan ini sukses, bisa jadi rakyat lupa perut lapar, karena Timnas menang di mana-mana. Sorak sorai kegembiraan akan membahana, media akan sebentar melupakan kasus Gayus, cek perjalanan dan sederet skandal yang menghambat bangsa ini untuk maju.

Sayangnya mesin hiburan ini sedang mogok. Rakyat tidak puas karena Timnas jarang menang. Rakyat juga geram karena PSSI dipimpin oleh orang yang pernah dua kali menjadi terpidana dengan sekretarisnya yang sepanjang masa. Pemerintah berusaha melakukan intervensi. Merebut lagi hiburan rakyat sebagai placebo kemiskinan dan carut-marutnya pemerintahan.

Continue reading “Politik Hiburan Rakyat”

Kanker Payudara Ibuku: Paperless Hospital

Tulisan ini adalah bagian dari cerita-cerita mendampingi ibu saya yang terkena kanker payudara. Tulisan akan dibagi menjadi beberapa bagian berdasarkan tema-tema yang dipilih. Tema kedua adalah tentang sistem record pasien dan sistem managemen yang masih manual.

Internet telah dikenalkan di dunia pada 1989 dan mulai dikembangkan pada fase 1990an. Internet dikembangkan berdasarkan temuan yang berawal pada komputer jaringan. Di Indonesia, seiring dengan perkembangan teknologi komputer baik hardware maupun software, internet berkembang di awal 2000an dan terus berkembang sampai kini. Sayangnya penggunaannya secara maksimal, terutama berkaitan dengan data pasien dan sistem obat belum berjalan maksimal.

Pasien masih diharuskan membawa kemana-mana berkas yang berisi hasil print berlembar-lembar dengan warna yang berbeda-bedas berkaitan dengan klinik yang menjadi tujuan. Sesampai di klinik, lembar tententu diserahkan dan lembar lainnya diserahkan di loket dan bagian lain sebagai basis verifikasi. Dokter melihat riwayat pasien yang terkotak-kotak dalam setiap klinik. Seandainya ada proses pengambilan dari database terpusat (yang tetap saja paperbased), butuh waktu yang jauh lebih lama dari lamanya dokter memeriksa. Pendeknya, komputer masih sebatas alat pengganti mesin ketik. Ibaratnya, walaupun perangkat sudah dilengkapi sistem Windows 7, pola pikir masih tetap saja Brother, merk mesin ketik terkenal ketika itu.

Menariknya, sekitar 200 meter dari Sardjito, Gadjah Mada Medical Center (GMC) semacam puskesmasnya UGM, sudah cukup canggih menerapkan IT dalam sistem pemeriksaan. Petugas pendaftaran mengklik dan kemudian mempersilahkan pasien masuk ke ruang dokter. Dokter melihat record pasien di komputer dan kemudian melakukan pemeriksaan. Selesai diperiksa, pasien menulis resep di komputer dan kemudian diteruskan ke apotek. Pasien keluar dan mengambil obat di apotek. Seluruh proses itu berlangsung tanpa kertas dan waktu terlama adalah berada di ruang dokter (walaupun seringkali cepat juga hehehe).

Continue reading “Kanker Payudara Ibuku: Paperless Hospital”

Kanker Payudara Ibuku: Registrasi Askes Sarjito

Tulisan ini adalah bagian dari cerita-cerita mendampingi ibu saya yang terkena kanker payudara. Tulisan akan dibagi menjadi beberapa bagian berdasarkan tema-tema yang dipilih. Tema pertama adalah tentang sistem registrasi Askes RS Sardjito Yogyakarta.

Ada revolusi dalam sistem pendaftaran di RS Sardjito dalam empat bulan terakhir. Sayangnya, sistem ini tidak memudahkan konsumen Askes yang ingin berobat, tetapi semakin lama justru semakin merepotkan. Dari dulu, sistem pendaftaran paling banyak dikeluhkan konsumen. Pasien Askes yang sudah sakit, semakin parah secara fisik dan mental menghadapi registrasi di RS Sardjito.

Empat bulan lalu atau setelah lebaran, pasien Askes Sardjito tidak harus menunggu untuk memperoleh nomor antrian. Trik ini tentu saya dapatkan setelah beberapa kali menunggu hingga terasa cepat tua di bangku registrasi Askes. Caranya sederhana, pasien atau keluarga pasien yang sudah datang sejak jam 4 dinihari menumpuk berkas Askes yang terdiri dari Surat Rujukan Puskesmas, Kartu Askes dan Kartu Sardjito yang diklip di depan pintu masuk registrasi. Tidak lupa, selipkan nomor antiran dari kertas manila yang ditulis tangan di dalam klip ini. Selanjutnya, anda pulang satpam akan menumpuknya ke counter. Jika datang setelah loket dibuka, proses yang sama anda lakukan di counter 1 Askes. Anda tinggal datang 2-3 jam kemudian ke loket 6 Askes dan menyebutkan nomor di klip anda. Petugas akan menyerahkan lembaran yang anda bawa ke klinik yang dituju. Tentang antrian di klinik dan lamanya menunggu dokter itu soal lain, tetapi paling tidak, waktu tidak habis menunggu pendaftaran.

Dua bulan lalu, PT Askes membuat perubahan. Perubahannya sebenarnya sederhana, hanya saja dampaknya tidak. PT Askes mengganti nomor antrian kertas manila dengan print out dari computer sehingga pasien ter-record secara digital. Record dibagi menjadi dua, yaitu antrian untuk ke klinik dan antrian untuk ke laboratorium atau terapi. Masing-masing satu computer. Caranya juga mudah, hanya menyorongkan kartu Askes ber-barcode di mesin scan dan nomor antrian akan keluar. Bagi yang kartunya masih lama, anda memasukkan nomor Askes di layar touch screen sensitif. Setelah mendapatkan nomor antrian, anda menaruh berkas dan nomor antrian tersebut di counter 1, seperti antrian kertas manila. Selama dua bulan, PT Askes memberikan dua pekerja yang membantu operasionalisasi dua computer antrian elektronik tersebut. Sejak awal tahun 2011, setiap orang harus melakukan scanning sendiri. Dampak dari sistem ini luar biasa besar, karena implementasi kebijakannya tidak difikirkan.

Continue reading “Kanker Payudara Ibuku: Registrasi Askes Sarjito”

Tidak Terbayangkan

Terduduk di kamar hotel Santika Sepinggan Balikpapan, mau tak mau, akhirnya saya tergerak untuk menulis sesuatu tentang Gayus seperti yang tertayang di Metro TV. Ada hasrat untuk menahan diri menulis tentang Gayus terutama ketika digempur dengan agenda yang menumpuk.

Indonesia memang sangat unik. Kejahatan yang terjadi sering sekali berada di luar nalar kita. Artinya, seluruh bayangan saya tentang kejahatan, kejahatan yang terjadi lebih buruk daripada bayangan terburuk itu. Ada banyak sekali contohnya, misalnya ketika Sumanto nekat memakan bangkai perempuan tua mbok Minah, tetangganya yang meninggal beberapa hari sebelumnya karena penyakit dalam. Saking anehnya, tidak ada pasal yang bisa dikenakan untuk pemakan bangkai. Sumanto dihukum karena dianggap mencuri mayat. Proses mutilasi dan pembuatan Sop Mbok Minah, sehingga hanya menyisakan sedikit daging di bagian kemaluan, tak terkena pasal karena memang kejahatan model ini tidak pernah dibayangkan akan terjadi.

Lainnya, soal Ayin yang akan dibebaskan bersyarat minggu depan. Ayin penyogok aparat kejaksaan memiliki penjara yang lebih nyaman daripada hotel berbintang, lengkap dengan karaoke, AC, Kulkas, tempat tidur empuk, ruang rapat perusahaan, permainan anak-anak, perawatan kulit dan peralatan SPA. Untuk kemewahan inipun, Ayin tak kena pasal apapun.Karena sekali lagi, kejahatan model begini tidak pernah terbayangkan sebelumnya.

Contoh yang lebih kontemporer misalnya Nurdin Halid, memerintah PSSI dan menentukan wasit yang bisa memberi finalti dari dari penjara untuk kasus korupsi. Nugroho Besoes, menjadi Sekjen PSSI sejauh ingatan saya tentang sepakbola. Belum lagi kasus narapidana yang sengaja ditukar dengan orang lain dengan bayaran 10 juta. Saya kira ini juga tidak ada pasal yang bisa menjeratnya secara spesifik, karena kejahatan ini tidak terbayangkan sebelumnya.

Gayus tentu saja mendapatkan peringkat tertinggi saat ini. Hanya sekian tahun bekerja, dirinya sudah mampu mengumpulkan ratusan milyar rupiah, belum termasuk yang tidak ketahuan. Ketika ditahan di Rutan Brimob selama Juli-November 2010, dirinya pernah keluar tahanan sebanyak 68 kali, dan terungkap ketika ada wartawan foto di Bali yang menangkap gambarnya memakai wig ala kadarnya. Setelah isu Bali mereda, muncul lagi bukti Gayus pergi ke Singapura, Malaysia dan Makau. Gayus menggunakan paspor asli dengan foto berkacamata.

Seperti saya, anda boleh membayangkan sebuah kejahatan dengan sejahat-jahatnya, dan sayangnya kenyataannya kejahatan yang terjadi tetap lebih jahat dari bayangan tersebut. Agak sulit membayangkan kondisi Indonesia saat ini. Apa kata-kata yang tepat untuk menggambarkan kondisi ini?

Timur Pradopo pernah berjanji akan mengungkap kasus Gayus ke Bali dalam sepuluh hari. Selain ingkar terhadap janjinya, tugasnya sekarang menjadi semakin berat yang mungkin menjadi sebuah mission impossible. Membongkar bagaimana Polisi bisa disuap ibarat menghancurkan korps polisi yang harus dipertahankannya. Siapa yang berani menanggung jika hasil dari seluruh pembongkaran itu berakhir dengan pembubaran Polisi, karena memang  hampir semuanya bisa dibayar? Continue reading “Tidak Terbayangkan”

Merinding

Ketika Indonesia dikalahkan Uruguay 1-7, saya hanya menonton babak pertama dan baru tahu skor itu pagi harinya. Waktu itu, saya sempat berpikir, apa bangganya menjadi bagian dari Indonesia? Menegasikan kaos yang ditawarkan Amri, bikinan PPIA (Perkumpulan Pelajar Indonesia Australia) yang cukup sering dipakai di kampus dengan tulisan besar PROUD TO BE INDONESIAN.

Coba bayangkan, Indonesia yang memiliki penduduk lebih dari 230 juta jiwa, tak mampu menyediakan 11 pemain berikut beberapa pemain cadangan, untuk bisa cukup bernama di sepakbola, bahkan hanya untuk level Asia Tenggara. Setali tiga uang dengan itu adalah bulutangkis. Sedikit demi sedikit, pemain-pemain Pelatnas tumbang, bahkan di babak-babak awal melawan pemain yang tidak diunggulkan, Asian Games kali ini menunjukkan hal itu. Hal ini jauh berbeda dengan suasana pemutaran film KING produksi ALENIA di Coombs Building hampir setahun lalu. Nia Zulkarnaen sempat terisak ketika di akhir film, hampir seluruh penonton berdiri, memberikan apresiasi yang tinggi terhadap karya tentang keteguhan mengejar cita-cita itu. Semangat nasionalisme kami terangkat sedemikian tinggi. Begitu bangganya menjadi Indonesia.

Apakah semangat nasionalisme mendadak menjadi tinggi ketika kita tinggal di luar negeri? Bisa jadi jawabannya adalah “ya”. Nasionalisme adalah rasa emosional. Seperti rasa yang lainnya, ia begitu dibutuhkan justru ketika menjauh. Mirip-mirip suasana rindu kepada kekasih. Semakin jauh, semakin rindu.

Tetapi begitu menginjakkan kaki kembali ke Indonesia, sontak seluruh rasa itu seperti hilang. Di Jakarta sana, kejahatan yang tidak bisa dibayangkan terjadi dengan sangat terang-terangan. Lihatlah kasus Gayus yang menonton pertandingan tenis internasional ketika seharusnya berada di bawah pengawasan polisi. Sejak Juli, sudah 68 kali Gayus pergi dari tahanan. Polisi begitu gampang disogok, hukum begitu gampang dibeli.

Di panggung derita yang lain, bibir atas Sumiati hampir hilang akibat pukulan kayu bertubi-tubi. Lebih konyol lagi adalah solusi bapak Presiden yang terhormat, dengan mempersenjatai TKW yang diberi Handphone. Bapak presiden gagal melihat sumber dari masalah, akar masalah, atau meta-masalah. Meta-masalahnya adalah adanya ketimpangan relasi kuasa antara TKW dan majikan yang menganggapnya sebagai budak, disamping managemen TKW yang buruk, bukan kepada akses komunikasi. Relasi kuasa yang timpang tidak dapat diselesaikan dengan memberi HP sebagai sarana komunikasi. Jangankan HP, paspor yang merupakan identitas personal saja disita majikan, apalagi HP. Belum lagi masalah charging baterai, pulsa dls. Jangankan berharap bapak Presiden menyelesaikan masalah, mencari akar persoalannya pun gagal. Dalam teori analisa kebijakan publik, kegagalan mencari meta-masalah dari sebuah fenomena adalah pangkal dari kebijakan yang salah. Ibarat dokter, kesalahan mendiagnosis sebab sebuah penyakit tidak pernah akan menghasilkan kesembuhan karena treatment yang pasti akan salah sasaran.

Di sudut Merapi yang dekat, para pengungsi masih menjerit. Pemerintah datang dengan janji membeli sapi, para pedagang mendekat dengan uang kontan. Stadiun Maguwoharjo yang menjadi sentra pengungsi, dipenuhi penjual mainan dan aneka macam jajanan. Jika pengungsi hanya membawa selembar baju, apa yang akan mereka lakukan ketika anaknya meminta mainan yang tidak gratis itu?

Kegagalan kita menjadi bangsa, yang menjadi salah satu sumbu sentimentalisme nasionalisme itu seolah merangsek pada seluruh aspek kehidupan. Benarkah? Ternyata tidak.

Continue reading “Merinding”

Mbah Maridjan dan Sujudnya

Saya mengenal sosok mbak Maridjan dari Almarhum Prof. Riswandha Imawan yang merupakan sahabat mbah Maridjan.  Awalnya saya tak percaya. Isu yang dibawa Alm. Pak Ris selalu controversial dan dibawakan dengan gaya yang khas. Salah satunya ketika almarhum mengatakan mendaki Merapi dengan sepeda bersama mbah Maridjan. Semua itu kemudian dibuktikannya dengan menunjukkan sejumlah foto-foto mendaki gunung (termasuk memakai sepeda) bersama Mbah Maridjan muda ketika Pak Ris masih mahasiswa. Mbah Maridjan juga terlihat melayat Pak Ris, yang biasa disapanya dengan sebutan “Mas Guru”.

Kini keduanya telah meninggal dunia. Keduanya juga mendapatkan publikasi yang cukup luas ketika meninggal. Saya tak mengenal Mbah Maridjan cukup dekat, hanya sekali menemuinya sebelum Merapi meletus tahun 2006. Keluguan dan ketulusannya sangat mudah dibaca dalam 15 menit pertemuan itu. Saya mencoba mengingat apa yang disampaikan Alm. Pak Ris tentang mbah Maridjan. Pertanyaan-pertanyaan kunci yang masih belum menemukan jawaban di benak banyak orang.

Mengapa Mbah Maridjan menolak mengungsi?

Mbah Maridjan mendapatkan amanat untuk menjaga gunung Merapi dari Sri Sultan HB IX. Perintah menjaga ini difahami sebagai perintah untuk tidak meninggalkan Kinahrejo, dusun tertinggi di lereng Merapi yang berjarak 4 km dari puncak. Meninggalkan pos tersebut difahami sebagai desersi. Itu sebabnya, menjadi masuk akal ketika mbah Maridjan meninggal di Kinahrejo, karena dia menjaga amanah yang diberikan kepadanya.

Sultan HB IX telah meninggal, bagaimana kelanjutan amanah tersebut?

Mbah Maridjan meyakini, bahwa amanah tersebut belum pernah dicabut dan masih berlaku. Dia percaya, walaupun Sultan HB IX telah meninggal, dia dapat berkunjung kapan saja melalui mimpi kepada mbah Maridjan jika ingin mencabut amanahnya tersebut.

Bukankah Sultan HB IX sudah digantikan oleh Sultan HB X, mengapa Mbah Maridjan menolak turun ketika diminta HB X tahun 2006?

Walaupun sama-sama sebagai raja Kasultanan Yogyakarta, kepatuhan Mbah Maridjan tidak kepada Sultan HB X melainkan kepada Sultan HB IX. Kesetiaan abdi dalem tidak begitu saja berubah ketika kepemimpinan berubah. Struktur kekuasaan Jawa tidak dapat dimaknai seperti struktur kekuasaan modern dimana ketaatan bergantung kepada penguasa saat itu. Ada dimensi immaterial (termasuk Jagad Cilik dan Jagad Gedhe) yang menjadi pertimbangan kesetiaan. Dilihat dari posisinya meninggalnya yang bersujud, beliau mengedepankan nilai kepasrahan terhadap sang Pencipta. Ada stuktur yang lebih berkuasa dari dirinya, untuk itulah beliau bersujud. Sebuah level kepasrahan sempurna.

Continue reading “Mbah Maridjan dan Sujudnya”

Membongkar Kabinet LEGO

Kedaulatan Rakyat, Analisis, 19 Oktober 2010

Wacana untuk membongkar-pasang kabinet begitu terasa setelah satu tahun perjalanan KIB II. Momen tuntutan pergantian kabinet ini bersinggungan dengan ulang tahun ke 9 Partai Demokrat dan Rapim Golkar. Seandainya akan ada pergantian menteri, SBY dan PD tetap akan memperhitungkan kemungkinan jangka panjang, terutama menyambut 2014 yang semakin dekat. Tak ada salahnya kita menyimak survey LSI.

Menurut survey Lingkaran Survey Indonesia yang dirilis akhir minggu lalu, hanya PD dan Golkar yang menunjukkan tren peningkatan suara pada pemilu 2014. Berdasarkan survey di seluruh Indonesia tersebut, perolehan untuk PD meningkat dari 20,9% menjadi 26,1%. Golkar meningkat dari 14,5% menjadi 17,3%. Ketiga partai lainnya, menunjukkan tren tetap atau menurun yaitu PDIP, PKS dan PAN. Empat partai lain yang duduk di DPR saat ini diperkirakan tidak akan mampu melewati Parliamentary Threshold (PT) jika dinaikkan menjadi 5%. Suara mereka diperkirakan akan menyebar ke lima partai yang lain. Walaupun terlalu dini untuk berspekulasi, survey tersebut layak menjadi bahan evaluasi.

Dilihat dari kecenderungan beberapa minggu terakhir, Golkar dan Demokrat masing-masing memasang perang urat syaraf. PD mengindikasikan kinerja menteri dari Golkar tidak maksimal, sementara Golkar mengancam keluar dari Setgab. Besar kemungkinan, Golkar tak akan keluar dari Setgab dan tak ada satupun menteri Golkar yang diganti karena keduanya saling membutuhkan. Tantangan Demokrat, selalu akan ditanggapi enteng Golkar karena merasa masih kuat di daerah dengan memenangkan lebih dari 50% pilkada.

Dalam teori tentang Presidentialisme, Lijphart (1992) menyatakan bahwa presiden memiliki masa jabatan yang tetap dan memiliki otoritas dalam menentukan menteri-menteri. Hal ini tergambar jelas dalam konstitusi kita. Tetapi dalam prakteknya, semua orang tahu, bukan hal itu yang terjadi. Kemenangan satu putaran menyakinkan di Pilpres tak cukup kuat untuk membawa 20% suara PD di Pileg menjadi percaya diri. Hal ini yang menyebabkan kombinasi multipartai dan presidensialisme kita tidak menghasilkan presidensialisme yang efektif (Mainwaring 1993). Hal ini juga yang membuat Cheibub (2007) menyatakan parliamentarisme lebih stabil dibanding presidensialisme, dengan mengambil studi di negara-nagara Amerika Latin.

Continue reading “Membongkar Kabinet LEGO”

Buat Pak Presiden Tercinta

Saya membuka Kompas.com. Kakak saya sedang mudik menuju Magelang, saya harus membantunya memantau berita mudik. Tak sengaja saya membaca berita tentang ulang tahun Bapak Presiden yang ke 61. Saya turut mendoakan bapak disini, semoga bapak diberi pencerahan oleh Allah tentang sisa waktu bapak menjadi Presiden.

Kemarin saya menangis di jalan raya. Di depan saya, ada keluarga pemudik menggunakan motor berplat B. Satu anak balita diantara kedua orang tuanya. Si Ibu di belakang, kesulitan menutupi balita dari semburan asap knalpot yang berwarna hitam. Saya teringat kisah beberapa tahun lalu, saking eratnya sang ibu mendekap anaknya, tak sadar bahwa jalan nafasnya tertutup. Lama kelamaan, tubuh sang anak menjadi dingin, setelah malaikat maut menjemputnya. Saya gemetar membayangkan sang ibu yang menjadi pembunuh anaknya tercinta, tanpa sengaja. Keluarga itu, tentu tak segembira bapak besok pagi.

Saya tidak tahu apakah bapak Presiden membaca berita itu. Seandainya tidak, semoga sekian banyak orang yang selalu siap menerima perintah bapak, menyampaikan berita pilu itu. Saya berdoa agar bapak diberi ketabahan untuk mendengar semua cerita itu.

Pada saat bapak menjadi presiden untuk yang pertama, nama bapak tidak pernah masuk dalam bursa Presiden setahun sebelumnya. Bapak cukup luar biasa melaju mengalahkan kandidat terkuat Megawati dalam dua putaran. Bapak sangat terlihat santun di media. Gaya bapak memukai banyak orang untuk memilih bapak. Mungkin itu sebabnya, bapak menang satu putaran saja tahun lalu.

Tetapi selama enam tahun bapak menjabat presiden, setiap menjelang lebaran, cerita sedih yang sama selalu saja muncul. Macet disini, pasar tumpah disana, banjir disitu, terlambat di terminal dan seterusnya dan seterusnya. Berita menyedihkan mudik yang selalu panjang. Saya tidak tahu kenapa, bapak masuk lubang yang sama selama enam kali. Guru SD saya pernah bilang, kita dilarang masuk ke lubang yang sama dua kali, hanya orang bodoh yang melakukan itu. Saya tahu bapak bukan orang bodoh. Bapak adalah lulusan terbaik di Magelang dan berkarier dengan otak untuk menjadi jenderal.

Saya sedih karena kakak saya terpaksa harus menyewa mobil yang melelahkan, 23 jam dari Depok ke Magelang. Jalanan di Indonesia, selalu dipenuhi malaikat maut yang siap mencabut nyawa pengendara, terutama pemudik bermotor. Tak ada transportasi mudik yang nyaman dan kalau bisa murah. Panjang Rel Kereta api sekarang, habis dipotong-potong selama kita merdeka. Jika ada kereta, mungkin kakak saya bisa naik kereta dari Depok ke Magelang setelah transit di Yogyakarta. Sayang, rel Yogyakarta-Semarang, sudah habis terjual di tukang loak.

Saya berdoa, anak bapak yang bersekolah di Australia dan Amerika tentu bisa bercerita tentang bagaimana nyamannya mereka berkendara di sana dan menikmati angkutan publik. Jika malam hari, “lampu kucing” yang ada di kiri dan tengah jalanan menjadi lampu yang menyala terang. Jika menyalip, tidak perlu mengambil jalan seberang, dimana malaikat maut rajin menunggu. Kereta juga nyaman dan jarang sekali terlambat.

Saya tahu bahwa semua itu butuh biaya yang mahal. Tetapi saya yakin pula kalau semua itu bisa diusahakan, terutama jika uang pembangunan tidak dikorupsi. Saya sedih sekali bapak presiden memberikan remisi kepada para koruptor kemarin itu. Tapi saya maklum, mungkin itu upaya untuk menyenangkan bapak menjelang ulang tahun.

Saya hanya berdoa, semoga mudik tahun depan, pemudik motor semakin sedikit, dan fasilitas mudik semakin banyak. Syukur-syukur jalur ganda rel kereta api bisa dipercepat dan jalur lain selain jalur Daendels sudah bisa diandalkan. Semoga, saya tak perlu lagi mengingat petuah Guru SD saya.

Memindah Ibukota

Kedaulatan Rakyat, Analisis, 2-8-2010

Wacana usang untuk memindah ibukota negara kembali bergulir. Beban ekonomi, psikologis dan sosial Jakarta sudah sangat mengganggu. Area yang dipersiapkan Belanda untuk menampung tidak lebih dari 10 juta jiwa ini, dipaksa menjadi tempat hidup oleh lebih dari 20 juta jiwa di siang hari, atau setara dengan jumlah penduduk Australia. Selalu seiring dengan pemindahan itu, Kota Palangkaraya di Provinsi Kalimantan Tengah dicalonkan menjadi ibukota baru. Marilah kita mencoba melihat seluruh kemungkinan ini.

Pemisahan ibukota pemerintahan dan pusat bisnis menjadi hal normal yang terjadi di banyak negara misalnya di Amerika yang memisahkan New York dan Washington. Contoh lainnya adalah pilihan Australia untuk membuat ibukota pemerintahan di pegunungan tandus Canberra, yang terletak 3 jam (darat) dari Sydney dan 7 jam dari Melbourne, dua kota bisnis  yang saling bersaing untuk memperebutkan ibukota. Kemajuan  Canberra tidak pernah seperti kota dengan akses laut.

Hanya saja, negara-negara yang menjadi tolok ukur tersebut tidak pernah dihadapkan dengan masalah dimana 7% dari luas sebuah negara dihuni oleh 50% dari seluruh jumlah penduduk atau sekitar 120 juta jiwa. Karena itu, Jawa dinobatkan The Guiness Book of Record sebagai “the most populous island in the world” atau pulau paling banyak dihuni di dunia. Indonesia mewarisi kesalahan ratusan tahun lalu yang menjadikan Jawa sebagai konsentrasi aktifitas. Pembangunan tidak pernah diupayakan untuk menyebarkan konsentrasi ekonomi ke luar Jawa.

Hal ini membuat pemindahan ibukota ke luar jawa tidak sesederhana seperti memindah rumah. Infrastuktur dasar seperti jalan, listrik, air, telekomunikasi dll, tentu dapat dipersiapkan dalam 10-15 tahun. Yang menjadi masalah serius sebenarnya adalah tercerabutnya separuh penduduk Indonesia dari dekatnya akses ke pemerintahan. Artinya, Jakarta memang bisa jadi tidak macet lagi, tetapi apa artinya menghilangkan kemacetan dengan terhambatnya pelayanan publik. Continue reading “Memindah Ibukota”

Legalisasi Politik Uang

Usulan Partai Golkar (PG) untuk mendapatkan dana aspirasi 15 milliar per anggota dewan dapat dibaca dari beragam sudut pandang. Setidaknya terdapat dua hubungan sebab akibat. Pertama, usulan PG merupakan wujud riil dari kontestasi politik di DPR. Kedua, kontestasi itu menghasilkan upaya legalisasi politik uang yang tercermin dalam usulan dana aspirasi.

Alasan kontestasi politik dapat dilacak sejak kekalahan Partai Demokrat (PD) dan koalisinya di DPR dalam membendung isu Century, yang ternyata berimplikasi serius dan berjangka panjang. Dalam hitungan matematis pada masa awal setelah Pilpres, koalisi memiliki 317 kursi (atau 423 kursi jika Golkar bergabung), sementara gabungan PDIP, Hanura dan Gerinda hanya memiliki 137 kursi. Waktu itu, koalisi PD sangat yakin mampu mensukseskan suara dan program pemerintah di DPR. Nyatanya gabungan antara pengalaman politik, kemampuan personal dan kecanggihan menggiring isu menggunakan media lebih penting dari sekedar hitungan matematis. Pasca Century, posisi tawar PG menjadi signifikan dalam konstelasi politik DPR. Sebaliknya, PD kehilangan PD (Percaya Diri) dan terus berupaya untuk tetap mendapat dukungan PG, setidaknya sampai 2014. Harapannya, usulan dana aspirasi (karena diusulkan PG), akan disetujui Pemerintah dan koalisi PD yang butuh dukungan PG di DPR.

Hal ini mirip dengan melegalkan politik uang (walaupun berwujud program), langsung kepada konstituen. Dana aspirasi digunakan sebagai upaya untuk mendapatkan dan menjaga dukungan politik. Rakyat akan terus memilih anggota dewan A karena jembatan telah dibangunnya, dan jalan diaspal oleh anggota partai B. Klaim semacam ini yang pasti akan muncul, tidak sehat untuk pendidikan politik rakyat.

Usulan dana aspirasi jelas menguntungkan PG yang memiliki pendukung kuat dan cukup merata di Indonesia Barat, Tengah dan Timur. PG yang terbiasa mendapatkan dukungan dana besar selama Orba, harus mencari sumber alternatif untuk dapat merawat dukungan politik. Walaupun sebagai dampaknya, dana aspirasi akan merubah anggota DPR menjadi inisiator atau pimpinan proyek. Continue reading “Legalisasi Politik Uang”