Partai dan Korupsi

Kedaulatan Rakyat, Analisis, 21 Oktober 2013. Download PDF

UnknownDalam empat tahun sejak pemilu 2009, berita politik di Indonesia dihiasi dengan potret buram korupsi yang dilakukan oleh petinggi atau pengurus partai politik. Walaupun perilaku korup wakil rakyat yang terhormat tersebut sudah terjadi sejak 1999, cakupannya berbeda. Pada periode 1999-2004 korupsi dilakukan berjamaah oleh seluruh anggota dewan di daerah tanpa pandang bulu. Setelah selesai menjabat, mereka bersidang bersama di ruang penjara. Sekarang menyasar pengurus pusat di Jakarta.

Sejak tahun 2009, korupsi menjadi isu politik yang dimainkan secara bergiliran. Tak pelak, dukungan terhadap partai, dilihat dari survey, melorot tajam. Sejak tiga  tahun lalu, korupsi menerpa partai Demokrat, meruntuhkan elektabilitas partai sampai dibawah 10%. Tiga bulan lalu isu korupsi menerpa PKS, yang mengancamnya gagal lolos batas minimal di DPR. Sejak dua minggu ini, korupsi menerpa partai Golkar. Hanya tinggal PDIP lah partai besar yang relatif masih aman. Mari kita bahas satu-persatu.

Jika tidak didera isu korupsi, bukan tidak mungkin Anas Urbaningrum menjadi presiden RI. Anas memiliki semua kriteria yang dibutuhkan, memiliki jaringan kuat, muda dan berpengalaman. Dia menjadi ketua HMI tahun 1997 (28 th) dan dua tahun berikutnya terlibat dalam perumusan paket UU politik, lalu menjadi salah satu tim seleksi partai untuk pemilu 1999. Pada umur 32 tahun, Anas menjadi anggota KPU termuda yang sukses dalam dua hal: menyelenggarakan pemilu 2004 dan tidak terjerat korupsi seperti kolega-kolega seniornya.

Continue reading “Partai dan Korupsi”

Konflik Keraton Solo

DOBRAK-PINTU-solo-260813-Sunaryo-HB-solopos

Kedaulatan Rakyat, Analisis, 29 Agustus 2013

Konflik keraton Solo yang memuncak Senin lalu, meninggalkan corengan hitam terhadap proses perebutan kuasa, yang sepertinya memang nampak berharga untuk diperebutkan.

Konflik bermula tahun 2004 ketika Pakubuwono XII tidak menunjuk pewaris tahta Kasunanan Solo. Sejarah mencatat, tak cukup banyak yang bisa diapresiasi dari kepemimpinan PB XII yang bertahta sejak 1945. Pada saat masa awal menjabat, Sunan muda dihadapkan pada pilihan sulit untuk mendukung republik. Tak seperti Sultan HB IX yang supportif, Sunan terkesan menunggu dan pada akhirnya kehilangan momentum. Dirinya sempat diculik Barisan Benteng dan akhirnya status pemerintahan mandiri diturunkan menjadi karisidenan karena dianggap gagal mengelola ketertiban Surakarta.

Pada masa colonial, Belanda yang hanya memiliki SDM terbatas, cenderung memanfaatkan aristokrat lokal untuk menjamin stabilitas daerah. Dengan aristokrat ini, Belanda membuat kontrak jangka panjang dan pendek. Sebagai imbalannya, bangsawan lokal mendapatkan konsesi dari Belanda. Satu-satunya aristokrat yang kritis terhadap kontrak Belanda hanyalah Sultan HB IX (Cribb 2000) yang akhirnya setuju bertanda tangan setelah menerima bisikan leluhur. Jepang tak banyak merubah kondisi ini karena fokusnya hanya memenangkan peperangan.  Continue reading “Konflik Keraton Solo”

Elang Riswandha

Pak-RisTahun ini, tujuh tahun yang lalu 4 Agustus 2006, seorang guru saya Riswandha Imawan dipanggil Allah. Waktu itu hari Jumat, mobil berjalan tergesa ke Panti Rini, tempat Pak Ris dirawat setelah pingsan di Bandara Adisucipto. Ketika sampai di Maguwoharjo, SMS duka datang dari kolega yang terlebih dulu sampai.

Dua hari sebelumnya, Rabu sore, Pak Ris yang sangat baik terhadap kami, asisten di Jurusan Ilmu Pemerintahan, mentraktir Mie Pasar Baru bagi semua asisten yang ada di kantor sore itu. Waktu itu, Mie Pasar Baru memang baru dibuka di Yogyakarta. Pak Ris tidak ikut makan mie. Hanya membayar dan pergi. Sambil menunggu pesanan di teras kantor, Pak Ris sempat mengeluhkan sakit pegal di dada sebelah kiri. Saya tak tahu, hanya menyarankan

“Mungkin hanya perlu istirahat dan dipijat Pak Ris.”

Tentu saja, saran yang percuma karena beliau banyak aktifitas.

Dalam empat tahun sebelum meninggal, saya cukup dekat dengan sosok Pak Ris. Saya adalah asistennya asisten untuk proyek penyiapan paket UU Politik yang menjadi kepakarannya. Pernah suatu ketika, karena tak percaya diri melamar sekolah ke luar negeri, saya curhat ke Pak Ris saat sarapan pagi di sebuah hotel di Jakarta. Pak Ris yang selalu memotivasi murid-muridnya itu malah menunjukkan bagaimana dia lebih parah bahasa Inggrisnya ketika sekolah Master di NIU. Mungkin itu cuma caranya memotivasi saya, tapi paling tidak itu berguna. Continue reading “Elang Riswandha”

Ramadhan ini: Maafkan Aku Anakku

Di bulan puasa ini, bapak minta maaf membawamu berpuasa di negeri seberang, dimana tetangga bawah mengetuk pintu jika engkau bersuara terlalu keras saat sahur.

Di negeri orang kafir ini, kau tak bisa merasakan nikmatnya berpuasa seperti yang dulu pernah bapak alami. Kau tak akan tahu bagaimana serunya pulang keringatan di dini hari, setelah berkeliling kampung membangunkan orang sahur, dengan bedug kecil yang tertambat di gerobak.

Engkau juga mungkin tak akan pernah merasakan, bagaimana bapakmu rela berjalan ke Masjid Besar untuk sholat Subuh, dan setelahnya berjalan-jalan di Pecinan. Tentu saja sambil menyalakan satu – dua mercon cap Leo di depan toko-toko atau di manapun yang bapakmu mau.

Waktu bapak seusiamu, nyaris tak pernah menghabiskan waktu di rumah. Bulan puasa selalu penuh dengan kejutan, permainan dan teman-teman baru.

Menjelang berbuka, makanan-makanan serba manis mendadak hadir di meja makan. Eyang putrimu Continue reading “Ramadhan ini: Maafkan Aku Anakku”

Penentuan 1 Ramadhan dan 1 Syawal

Sudah lama sebenarnya saya ingin menulis tentang penentuan permulaan puasa dan lebaran, walaupun baru kesampaian sekarang di 1 Ramadhan 2013, lebih baik daripada tidak sama sekali. Tadi malam, sidang isbat memutuskan Ramadhan jatuh besok hari Rabu, 10 Juli 2013. Muhammadiyah menentukan Ramadhan adalah hari ini Selasa 9 Juli 2013. Perbedaan ini sepertinya akan terus berlangsung karena dasar yang dipakai berbeda. Walaupun sepertinya merupakan fenomena yang terus berulang, penentuan waktu itu sangat penting.

Seluruh peradaban besar di dunia sadar bahwa waktu merupakan sesuatu yang sangat vital. Daniel J Boorstin dalam dua volume bukunya yang saya beli di toko loak di Montreal menjelaskan bahwa waktu adalah temuan paling penting dalam sejarah umat manusia. Waktu mengatur seluruh elemen kehidupan manusia dan ritual yang dilakukannya. Semuanya berdasarkan hitungan dan waktu-waktu tertentu. Bahasan tentang agama dan peradaban yang ditentukan oleh waktu bisa dilihat disini.

Nah bagaimana dengan penentuan awal Ramadhan dan Syawal? Pertanyaan ini penting terjawab ketika memulai puasa di negara bukan Islam dan sekuler dimana “ulil amri” memisahkan hubungan antara agama dan pemerintahan. Saya mengikuti perhitungan kalender dengan dua alasan:

Pertama, perhitungan kalender tidak pernah salah dan selalu tepat memprediksi berbagai fenomena langit. Kecanggihan ilmu astronomi sejauh ini belum pernah membuat saya kecewa. Ilmu Astronomi selalu akurat mempredikti kapan gerhana akan datang, kapan matahari tepat berada di atas Ka’bah , kapan supermoon terjadi dan lain sebagainya. Bahkan ilmu astronomi dengan tepat memprediksi kapan Komet Helley yang hanya terlihat di bumi tiap 75-76 tahun sekali. Komet Helley bahkan sudah ditemukan 300 tahun lalu. Jika ilmu astronomi tak pernah salah memperkirakan peredaran benda langit yang jauh, mengapa kalender bisa salah menentukan revolusi bulan yang kasat mata dan merupakan benda langit yang paling mudah diamati dan bahkan sudah pernah diinjak manusia 30 tahun lalu? Umat manusia sekarang memiliki teropong Hubble yang bahkan bisa melihat  sampai juta tahun cahaya. Dengan jarak bulan yang paling dekat dengan bumi, permukaan bulan sangat mudah dilihat. Continue reading “Penentuan 1 Ramadhan dan 1 Syawal”

Canberra-Sydney-Canberra

 

RadarSudah sebulan ini saya bolak–balik tiap minggu menapaki rute Canberra-Sydney. Keluarga tinggal di Wiley Park di Sydney karena istri sekolah di UNSW, sementara saya di ANU Canberra. Posting ini akan mengurai tentang pengalaman beberapa kali melintasi Sydney-Canberra.

Jarak kedua kota itu adalah 266 km yang bisa ditempuh dalam 3-3,5 jam. Jalan nya mulus dengan variasi semen dan aspal dengan 2-3 jalur masing-masing yang di tengahnya dibatasi vegetasi semak-semak.  Kecepatan maksimal yang diperbolehkan dilewati adalah 110 km/jam walaupun sangat mudah memacu mobil sampai 150 km/jam.

Di jalur Canberra-Sydney, ada dua Safety T-Cam yang otomatis memotret nomor kendaraan jika melebihi 110 km/jam. Di jalur Sydney-Canberra ada tiga Safety T-Cam dengan dua camera mengukur average speed. Di sepanjang jalur itu, polisi lalu lintas yang sudah dibekali teknik kamuflase yang luar biasa canggih, bisa memotret kendaraan anda menggunakan Lidar (radar tembak). Tempat polisi ini tidak dapat diprediksi dan ada di sepanjang lintasan yang sueeepi itu. Sistem pengawasan dan control terhadap kecepatan ditingkatkan dari waktu ke waktu. Denda untuk speeding dan parking di NSW merupakan salah satu pemasukan utama pemerintah negara bagian NSW. Sehingga setiap mobil yang melintas di jalur tersebut akan menjadi sasaran pemasukan pemerintah (dan mungkin juga polisi).

Sistem denda  yang dipadu dengan system IT yang diberlakukan secara konsisten membuat denda menjadi mekanisme efektif untuk menambah pendapatan negara. Setiap tahun, mobil akan terdata ke dalam system pajak yang dibuktikan dengan tempelan stiker di kaca depan. Biaya pajak mobil per tahun sekitar $830. Jika tertangkap kamera anti ngebut, sebuah “surat cinta” akan dikirimkan ke alamat rumah sesuai dengan alamat registrasi berdasarkan plat nomor. Jika tidak membayar  denda, yang tergantung berapa KM/jam pelanggaran, dalam 43 hari, akan ada denda lanjutan karena terlambat membayar. Jika tetap tidak membayar denda, mobil anda tidak akan bisa diregistrasi untuk tahun berikutnya atau SIM nya dicabut. Jika mengendarai mobil tanpa registrasi dan tertangkap, berpotensi menghuni hotel prodeo. Jadi pendeknya, system hukum yang impersonal tidak memungkinkan pelanggar untuk bernegoisasi dan mengakalinya.  Continue reading “Canberra-Sydney-Canberra”

Tiga Karakter Kekuasaan

Kedaulatan Rakyat, 26 April 2013

 Bakal Jatah-Kursi-Parlemencalon Legislatif telah diserahkan partai politik ke KPU. Ada yang senang karena berhasil melewati rintangan partai, ada yang sedih karena gagal.  Politisi memang bukan tujuan selanjutnya setelah mendapatkan popularitas. Politisi adalah profesi yang mengutamakan negoisasi yang dengan seksama mengutamakan otak dan mulut sekaligus.

Demokratisasi di Indonesia telah menawarkan cara pandang yang sama sekali baru dalam melihat kekuasaan. Mereka yang akan bertarung tahun depan harus ingat kekuasaan saat ini memiliki tiga karakter: sulit didapatkan, sulit digunakan dan mudah terlepas.

Pertama, kekuasaan sulit didapatkan. Lihatlah tingkat persaingan yang tinggi untuk mendapatkan kekuasaan. Pemilu yang sebelumnya penunjukan dan tanpa persaingan, mendadak menjadi pemilu dengan tingkat persaingan paling tinggi di dunia. Pada pemilu 2009 lalu 7.391 caleg bersaing untuk memperebutkan 560 kursi di DPR. Akhirnya, hanya 7,5% yang berhasil.

Tahun depan yang diikuti 12 partai, tidak kalah kompetitif. Dalam Pasal 54 UU Pemilu, partai boleh mengajukan sampai 100% jumlah kursi di setiap Dapil. Karena jumlah partai yang sedikit partai yang tidak lolos akan bergabung dengan partai peserta pemilu dan sekaligus menitipkan calegnya. Sehingga kuota mendekati 100% digunakan secara maksimal untuk menjaring pemilih yang terbentuk angka 6.576 nama.

Di eksekutif, persaingan juga tinggi. Syarat menjadi kepala daerah yang sah “hanya” mendapatkan legitimasi dari 30% pemilih juga tak mudah. Padahal, dengan tingkat partisipasi sekitar separuh, pasangan kandidat hanya perlu mendapatkan dukungan solid dari 15% pemilih untuk menang di suatu daerah. Tetapi kenyataannya tak mudah memenangkan dalam satu putaran saja. Dukungan rakyat semakin sulit dan semakin mahal.

Kedua, kekuasaan sulit digunakan.  Continue reading “Tiga Karakter Kekuasaan”

Hidup Tergantung Skripsi

 

1661376_20130211071938Tulisan ini ditujukan untuk sebagian kecil mahasiswa yang menghabiskan waktu bertahun-tahun untuk mengerjakan skripsi atau tugas akhir. Karena tidak dikerjakan, bertahun-tahun itu menjadi tahun-tahun yang kurang berharga. Tulisan ini tidak ditujukan untuk mahasiswa yang baru saja mengerjakan skripsi dan terus mengerjakannya. Tetapi jika anda yang sedang bersemangat ingin mengambil hikmah ya silakan saja.

Sebenarnya pengalaman saya menyelesaikan skripsi juga tidak mudah. Saya lulus dalam lima tahun tiga bulan tetapi menghabiskan dua tahun lebih untuk skripsi. Tepatnya, beberapa bulan penelitian lapangan dan hampir dua tahun tidak menulis skripsi atau dua tahun seolah-olah mengerjakan skripsi. Sampai akhirnya dengan dukungan istri saya, saya bisa menyelesaikannya dalam waktu sekitar enam minggu. Tiga-empat minggu betul-betul menulis skripsi dari materi yang berserakan dan sekitar dua-tiga minggu untuk editing.

Menulis skripsi waktu itu seperti pertarungan tidak hanya intelektual, tetapi lebih kepada psikologis. Terlalu banyak gangguan di luar sana yang membuat skripsi tidak dikerjakan. Sayangnya daya dukung untuk membantu mahasiswa yang bermasalah di skripsi masih harus ditingkatkan, baik dari Universitas, Fakultas maupun Jurusan. Umumnya mahasiswa angkatan “dua ribu tua” akan merasa ketakutan untuk datang ke kampus. Semakin lama, ketakutan ini semakin besar. Jangankan untuk mengirim email ke dosen pembimbing, melihat gedung kampus saja ketakutan. Kalau sudah sampai pada tahap ini, sebaiknya pikirkan lagi niatan anda untuk lulus S1 daripada menghabiskan waktu bertahun-tahun “seolah” mengerjakan skripsi.

Saya punya beberapa kisah untuk diceritakan, semoga yang bersangkutan tidak tersinggung. Saya punya teman yang luar biasa cerdas. Istilahnya dia memiliki apa yang disebut sebagai photographic memory, kalau belajar gampang tahu dan sulit lupa, sebut saja namanya Mr. Cerdas. Matanya berbinar-binar saat berbicara, mirip dengan Prof. Amien Rais. Saking cerdasnya mas Cerdas ini, waktu SMP dan SMA di sekolah terbaik di Magelang, dia selalu berdiri di depan saat upacara kenaikan kelas karena nilainya selalu masuk di sepuluh besar pararel dari ratusan siswa dari lima kelas di SMP dan tujuh kelas di SMA. Mas Cerdas ini kira-kira adalah idaman ibu-ibu muda yang selalu menjadi konsumsi iklan untuk mencari susu terbaik agar anaknya tumbuh cerdas, tampan dan berbadan proporsional.

Setelah lulus SMA, dia diterima dengan mudah di jurusan favorit di Fakultas Ekonomi UGM dan kebetulan kos dekat dengan kos saya. Waktu itu kami tidak terlalu sering bersama. Kuliahnya lancar-lancar saja dalam beberapa tahun pertama. Saya tidak tahu apa yang terjadi semasa akhir kuliahnya, tetapi saya heran dan kaget ketika tahu beberapa tahun setelah saya lulus,  Mr. Cerdas ini tidak juga menyelesaikan skripsinya di UGM. Terakhir ketemu dengannya di tahun ketiga, nilai-nilai kuliahnya cukup untuk meluluskannya dengan cumlaude dengan hampir sempurna, dan perusahaan tentu akan memberi karpet merah untuk lulusan Continue reading “Hidup Tergantung Skripsi”

Sang Pemegang Kunci

DSC05009Anda pernah bergaul selama 300 jam dengan orang gila (psikotik) dan gelandangan? Jika belum cobalah. Hal itu akan menjadi pangalaman yang akan terus anda kenang. Peristiwa itu saya alami tahun 2006 sebagai salah satu matakuliah saat menempuh Master Interdisciplinary Islamic studies on Social Work. Pekerjaan social begini menguji kemanusiaan kita

Walaupun sekarang pekerjaan yang saya lakukan dan bidang ilmu yang ditekuni agak berbeda dengan Sosial Work, pengalaman menjadi pekerja social memberikan bekal hidup yang bermakna. Waktu itu saya ditempatkan di Panti Sosial Bina Karya di daerah Kricak Yogyakarta. Teman satu kelas yang lain ada yang ditempatkan di panti untuk PSK, panti wreda, panti asuhan dls. PSBK terdiri dari dua bagian penting, bagian gelandangan dan bagian psikotik. Bagian psikotik terpisah dengan gelandangan dan ditutup dengan pagar berduri. Selain beberapa kamar, ada satu sel yang mirip penjara yang dipakai untuk mengurung psikotik yang ngamuk.

Saya terlibat di dalam proses di panti, mulai dari rapat-rapat, pemeriksaan psikologi yang dilakukan dua minggu sekali, sampai “sekolah” untuk psikotik. Karena terganggu jiwanya, tentu saja seluruh proses itu menjadi unik dan menarik. Saya juga terlibat di proses penjaringan gelandangan agar mau menetap di Stasiun Lempuyangan dan Tugu yang menjadi kantong gelandangan. Hanya sekedar membujuk mereka untuk tinggal.

psbk2

Psikotik yang ditempatkan di PSBK bisa berasal dari beberapa tempat. Mereka yang terjaring di jalan-jalan ditempatkan dulu di sekitar jalan Sisingamangaraja untuk kemudian, setelah cukup bersih, ditempatkan di PSBK. Psikotik lain adalah “alumni” RSJ Pakem (Sekarang RSU Pakem) yang ditempatkan di PSBK sebelum dikembalikan ke keluarga, jika ada. Pendeknya, ini adalah proyek social yang menjadi tanggung jawab negara yang sering diabaikan. Continue reading “Sang Pemegang Kunci”

Jokowi Presiden?

Kedaulatan Rakyat, 6 Maret 2013

Versi PDF silakan didownload disini

berseragam-korpri-jokowi-nekat-masuk-ke-gorong-gorong-001-mudasirSalah satu cara untuk menganalisis kondisi politik Indonesia adalah dengan teori kekuasaan Jawa. Teori ini berbeda atau bahkan berseberangan dengan teori kekuasaan barat yang selama ini mendominasi

Kekuasaan Jawa sebagaimana ditulis oleh Ben Anderson (1972) berbasis kepada bentuk, asal, jumlah dan sifat kekuasaan. Orang Jawa percaya kepada kuasa yang bentuknya konkrit, berasal dari semesta yang tunggal, jumlahnya tetap dan sifatnya mutlak sehingga tidak perlu dipertanyakan legalitasnya. Kebalikannya, kekuasaan barat bentuknya abstrak, asalnya heterogen, jumlahnya bisa berubah dan selalu dipertanyakan atau menjadi subjek gugatan.

Bagi orang Jawa, kekuasaan itu bisa berada pada benda kongkrit seperti keris, tombak bahkan gamelan atau kareta kuda. Jika Barat melihat kekuasaan dicapai melalui partai politik atau organisasi, orang Jawa percaya kuasa dari Tuhan yang hanya diberikan kepada mereka yang mendapat “Wahyu Kedathon” atau pulung kekuasaan. Apabila seseorang sudah kejatuhan pulung sebagai bentuk kongkrit kekuasaan, semesta akan mengikutinya. Cepat atau lambat yang bersangkutan akan menjadi penguasa

Wahyu Kedathon ini dipercaya berada di rahim Ken Dedes, sehingga semua bayi yang keluar dari rahimnya, entah siapa bapaknya, akan menjadi penguasa Jawa saat masa Singosari. Wahyu Kedathon juga pernah mewujud dalam air kelapa milik Ki Ageng Giring yang secara tak sengaja diminum Ki Ageng Pemanahan. Keturunan Pemanahan, kita tahu, adalah penguasa Mataran Islam hingga terus menetes ke Solo dan Yogyakarta sampai saat ini. Di keraton Yogyakarta, pemegang keris Joko Piturun lah yang akan menjadi penguasa yang saat ini otomatis menjadi Gubernur DIY.

Seluruh proses itu tidak membutuhkan jawaban dari pertanyaan: mengapa? Penguasa adalah juga wakil Tuhan di muka bumi yang menjadi sumber dari semesta yang menghasilkan kesejahteraan.

Tengoklah gelar keempat raja di tanah Jawa yang tersisa, Hamengkubuwono (memangku dunia), Pakubuwono (paku dunia), Pakualam dan Mangkunegaran (memangku negara). Semuanya menjadi pusat dari segala sesuatu. Sehingga kekuasaan itu tak terbagi sehingga tak ada matahari kembar.

Menariknya, mengetahui siapa yang mendapatkan wahyu kedathon dapat dilacak dari siapa sumber atau pusat dari jagat politik dan kuasa yang tengah terjadi. Jika pada jaman dulu sumber berita selalu berada di seputaran keraton, sekarang tidak lagi. Media memainkan posisi yang sentral.

Kalau diperhatikan pemberitaan media selama enam bulan terakhir terfokus di satu politisi: Jokowi. Tanpa diminta dan dikomando, hampir seluruh awak media mengirimkan tim khusus yang memantau gerak-gerik gubernur baru. Tanpa dinyana berita seputar Jokowi selalu menarik untuk dibaca. Media yang bekerja salah satunya berdasar permintaan pasar, mau tak mau mengikuti selera pelanggannya. Saking dasyatnya pesona Jokowi, beritanya bahkan sudah merambah tidak hanya di meja politik tetapi juga di infotainment. Gerak-gerik Jokowi bahkan tak hanya menarik Continue reading “Jokowi Presiden?”

Indonesia Australia Dialogue Day 2

550037_10151474396141072_929621083_nPada hari kedua, Indonesia-Australia Dialogue diisi dengan dialog yang diawali dengan oleh trigger speaker yang terdiri dari beberapa tema yang dilanjutkan dengan dialog dan tanya jawab. Menlu Australia, Bob Carr memberikan sambutan untuk acara ini dan pada saat makan siang, Shadow Foreign Minister Julie Bishop dari Partai Liberal memberikan pidato setelah makan siang.

Saya ditempatkan di baris kedua dialog, walaupun justru menjadi sangat dekat dengan peserta dialog utama. Jarak saya dengan Julie Bishop di deretan depan hanya 5 meter. Sebenarnya bentuk mejanya melingkar, hanya karena di belakang pembicara utama ada podium, maka deretan ini dapat dikatakan deretan depan. MEreka yang duduk di deret ini adalah Julie Bishop, Pak Dubes, Convener (John McCarthy dan Rizal Sukma), Menlu Bob Carr dan Mantan Menlu Hassan Wirrajuda.

Acara hari kedua intinya memplenokan temuan dalam diskusi yang dilakukan kelompok kecil di hari pertama tentang Education and Culture, Science, Business dan Media. Sebelum dimulai dialog, diawali dengan trigger speech. Bedanya dialog dengan seminar adalah, dalam dialog, trigger speaker tetap duduk di posisi duduk yang sama dan setara, dan pertanyaan peserta tidak hanya ditujukan kepada trigger speaker, tetapi kepada seluruh peserta. Peserta lain juga dapat menjawab dan berkomentar terhadap pertanyaan yang diajukan. Jadi pada prinsipnya lalu lintas pertanyaan bisa kepada siapa saja.

Acara diakhiri dengan mendiskusikan Continue reading “Indonesia Australia Dialogue Day 2”

Indonesia Australia Dialogue Day 1

550037_10151474396141072_929621083_nKawan di kantor, Colum Graham, buru-buru menunjukkan tarif Intercontinental Hotel Sydney begitu saya tunjukkan undangan menghadiri Indonesia Australia Dialogue. Harga termurah sekitar satu bulan gaji golongan IIIB.

Selain fasilitas hotel kelas satu yang langsung menghadap Harbour Bridge dan Sydney Opera House yang menjadi mascot Australia, peserta Indonesia Australia Dialogue ini juga kelas satu. Peserta adalah nama-nama yang sering sekali muncul di media Indonesia atau Australia. Ada mantan Menlu Hassan Wirajuda, Anies Baswedan (Paramadina/Indonesia Mengajar), Bachtiar Efendi (Fisip UIN Jakarta), Eva Sundari (DPR-PDIP), Rizal Sukma (CSIS), Abdillah Thoha (Advisor Wapres), Nadjib Riphat (Dubes), Dimas (Jakarta Post) sampai pebisnis John Riady (Lippo Group). Di pihak Australia ada Bob Carr (Menlu), Julie Bishop (Wakil Pemimpin Oposisi), John McCarthy (Mantan Dubes utk RI), Rodney Bloom (CSIRO), Stepan Creese (Rio Tinto), Andrew McIntyre (Dean at ANU), Tim Lindey (Unimelb), Mark Scott (ABC).  Jadi harap maklum jika saya sering sibuk minta foto karena semua nama-nama itu selalu muncul di TV dan berita Indonesia dan Australia. Bagi orang Jawa , penting untuk bersalaman dan berfoto sekaligus ngalap berkah, semoga kesuksesan yang diraih menular kepada saya.

Acara hari ini cukup padat, setelah afternoon tea, kami dibagi menjadi dua delegasi besar Indonesia Australia untuk mendengarkan (untuk delegasi Indonesia), penjelasan Dubes Continue reading “Indonesia Australia Dialogue Day 1”

Membuat Keris, Menulis Thesis

5pendawa5Setelah satu setengah bulan bertapa di padepokan ANU, saya baru menyadari bahwa sejatinya membuat tesis sama dengan membuat keris. Kalau toh ada yang berbeda, hal itu tidak esensial.

Pertama-tama adalah mengumpulkan bahan. Bahan untuk keris diperoleh dari tempat yang sulit, bahkan jauh. Tetapi sekarang lebih mudah karena sudah diidentifikasi beradasarkan nama kimia yang dimiliki masing-masing bahan tersebut. Bahkan sejumlah keris menggunakan bahan dari meteor yang berasal dari angkasa. Kasunanan Solo masih memiliki memiliki meteor ini yang disebut Kandjeng Kiai Meteor. Kasultanan Yogyakarta juga masih memiliki walaupun sisanya tinggal sedikit sekali. Terakhir, menurut alm Mpu Djeno, dibuat untuk keris pesanan HB X yang dikerjakan almarhum.

Membuat tesis juga demikian. Bedanya bahan-bahannya adalah buku dan tulisan-tulisan. Kalau dulu harus berburu tulisan di perpustakaan, sekarang lebih mudah melalui jurnal elektronik. Namun demikian, fungsi perpustakaan tak pernah betul-betul secara signifikan berkurang. Berburu bahan thesis ini bisa menarik karena tidak terbatas sumbernya. Tantangan terbesarnya justru memilahnya sehingga yang digunakan betul-betul yang dibutuhkan. Tanpa petunjuk yang jelas, bahan thesis ini seperti akan menyesatkan seperti di rimba raya.

Setelah bahan baku terkumpul, dimulailah proses pembuatan keris. Bahan baku yang awalnya sekitar 12 kg tersebut dibakar dengan suhu 1200  derajat celcius dan kemudian dibentuk. Dalam prosesnya, teknik membut keris disebut sebagai Damascus Technique yang mengadopsi gaya yang digunakan di Damaskus. Teknik ini adalah teknik lipatan dengan jumlah tertentu mengikuti bilangan 2, 4, 8, 16, 32 dan seterusnya sampai ribuan. Dalam proses lipatan ini, bisa dipadukan teknik tempaan tertentu sehingga menciptakan “gambar” di bilah keris yang disebut pamor. Nama pamor ini bermacam-macam misalnya Udan Mas, Blarak Sineret, Ilining Warih dst.

Dalam proses penempaan ini, bahan keris yang tadinya seberat 12 kg hanya menjadi keris dengan berat 0,6 kg atau menghilangkan 11,4 kg. Bagian yang menjadi keris ini adalah intisari dari bahan-bahan sebelumnya dengan kualitas terbaik. Bagian yang bukan inti dibuang. Inilah proses paling panjang dan paling melelahkan dari pembuatan keris. Hampir semua keris yang sudah jadi, akan dapat berdiri tegak karena proses simetris pada tiap bilahnya yang dibuat dengan sangat teliti.

Keris yang hampir jadi kemudian ditatah, diasah dan dihias sesuai dengan yang diinginkan. Keris dengan Pamor Nagasasra misalnya, menghabiskan waktu dan biaya yang sangat tinggi justru ketika dihias dengan emas, intan dan pemata. Bagian warangka atau sarungnya, dengan beberapa pernik-perniknya juga tidak kalah rumit dibuat. Setelah diasah dan diwarang atau diberi arsenic sebagai racun sekaligus pelindung bilah keris, keris jadi.

Continue reading “Membuat Keris, Menulis Thesis”

Oh… PKS

Kedaulatan Rakyat, 1 Februari 2013

Versi PDF dapat didownload disini

602728_599731220043338_1861022271_nBerita mengejutkan itu datang ketika Presiden PKS, Luthfi Hasan Ishaaq (LHI) ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan KPK. Citra PKS yang selama ini dikenal (atau diisukan) bersih dari segala macam praktek kotor korupsi langsung guncang.

LHI ditetapkan menjadi tersangka ketika suruhannya, AF tertangkap tangan menerima suap dan berdua di kamar hotel bersama seorang perempuan muda.

Sejak didirikan, tidak ada satupun anggota PK atau PKS yang menjadi tersangka apalagi terpidana kasus korupsi. Kader PKS yang cukup menghiasi layar berita adalah Misbakhun dengan kasus LC fiktif dan Arifinto yang membuka gambar porno di DPR. Misbakhun belakangan dibebaskan dan namanya direhabilitasi sedangkan Arifinto, yang juga pendiri PK , mengundurkan diri dari DPR.

Berbeda dengan dua kasus di atas, kali ini pukulan telak diterima PKS. Dengan tingkat kesuksesan perkara yang nyaris 100%, seluruh tersangka KPK akan menjalani proses hukum untuk akhirnya menghuni hotel prodeo. Belum pernah ada tersangka yang terkait dengan kasus tertangkap tangan KPK, dapat bebas dari jeratan kasus hukum.

Seluruh proses mengejutkan PKS ini terjadi diantara tiga ketidakberuntungan sekaligus:

Pertama, tersangka korupsi yang ditangkap KPK adalah Presiden PKS, pimpinan tertinggi yang menjalankan seluruh aktifitas eksekutif partai . Posisi Luthfi di PKS sejajar dengan Anas Urbaningrum di Demokrat, Megawati di PDIP atau Aburizal Bakrie di Golkar. Lebih dari itu, Luthfi juga salah satu pendiri PK.

Continue reading “Oh… PKS”

Partai yang Gaduh

Kompas, 17 Januari 2013. Versi Pdf bisa didownload disini.

Ritual menjelang pemilu hampir selalu mirip. Seluruh partai politik, termasuk partai kecil dan partai baru, optimistis dapat memenuhi syarat menjadi peserta pemilu saat Undang-Undang Pemilu disahkan.

Setahun kemudian, mereka gaduh karena tidak lolos persyaratan dan gagal menjadi peserta pemilu. Sasaran kegaduhan adalah penyelenggara pemilu. Mereka tak mungkin mengutuk partai pesaingnya di DPR karena telah telanjur optimistis. Mereka juga tidak mungkin menerima begitu saja karena kehormatan dan terutama uang telah telanjur ditanamkan.

Hanya saja, tahun ini kegaduhan semakin menjadi. Tengoklah kegaduhan yang baru lalu, hujan interupsi telah datang bahkan sebelum Komisi Pemilihan Umum (KPU) selesai mendengarkan presentasi KPU daerah. Mirip pasar malam yang penuh pedagang yang memasarkan dagangannya sendiri. Partai-partai yang bersemangat menegakkan demokrasi, tetapi justru membahayakan demokrasi.

Penyebabnya antara lain partai-partai tersebut sudah telanjur diberi hati. Continue reading “Partai yang Gaduh”