Tidak ada yang menginginkan hubungan Indonesia dan Australia terus memburuk. Seperti juga, tidak ada yang menginginkan anda bermusuhan dengan tetangga sebelah. Sebagai catatan di masa depan, berikut analisis untung rugi ketergantungan Indonesia-Australia
Pertama, posisi geografis Indonesia jelas lebih menguntungkan dibandingkan Australia yang berada di pojok dan bertetangga dengan Antartika. Australia membutuhkan Indonesia untuk seluruh hubungan, baik laut dan udara untuk menjangkau mitra dagang penting yang seluruhnya berada di sebelah Utara Australia. Bagi Indonesia, Australia adalah satu-satunya mitra di Selatan.
Kedua, beberapa rakyat Australia yang tidak mengikuti kondisi Indonesia dan menganggapnya negara miskin dan butuh bantuan Australia dalam bentuk AusAid. Ancaman menghentikan AusAid akan membuat Indonesia melunak atau setidaknya melupakan kasus penyadapan. Padahal, AusAid yang tahun depan nilainya $ 640 juta atau sekitar Rp. 6,5 T hanya setara dengan 0,0033% dari total APBN 2014 Indonesia yang berjumlah Rp. 1.842 T. Sejak awal terpilih, Abbott justru memotong anggaran AusAid secara signifikan termasuk restrukturisasi AusAid dengan menggabungkan dalam Kemenlu Australia (DFAT). Secara matematis, angka itu tidak signifikan tetapi diperlukan dalam bentuk managemen pemerintahan dan transfer ilmu. Bagaimanapun, Australia adalah negara maju terdekat dari Indonesia. Indonesia membutuhkan Australia dalam bentuk policy transfer dalam banyak hal.
Ketiga, pada tahun 2030, Indonesia diperkirakan akan masuk sepuluh negara terkuat secara ekonomi di dunia, mengalahkan Australia. Saat Indonesia terus meningkatkan APBN nya, Australia justru memotong budget untuk sektor-sektor strategis. Tahun ini sudah ada pemotongan anggaran untuk perguruan tinggi, disamping efisiensi pegawai di banyak sektor. Dalam kerangka jangka panjang, Australia jelas membutuhkan Indonesia secara ekonomi karena berpotensi menjadi pasar potensial karena banyaknya jumlah kelas menengah.
Keempat, setiap tahun, melalui AusAid, Australia membiayai sekitar 800 mahasiswa Indonesia untuk belajar di Australia. Jumlah ini sangat kecil dibandingkan dengan 17 ribu mahasiswa Indonesia yang belajar ke Australia dengan biaya sendiri. Indonesia adalah penyumbang kelima terbanyak mahasiswa asing di Australia. Pendidikan merupakan sektor ekonomi unggulan Australia yang paling diharapkan. Kehilangan mahasiswa Indonesia, merupakan kerugian yang tak akan diharapkan Australia. Sebaliknya, mahasiswa dengan biaya sendiri dari Indonesia bisa berpindah ke Eropa atau Amerika.
Kelima, Australia sangat bergantung kepada Indonesia terkait isu manusia perahu yang menjadi isu utama politik nasional. Pentingnya isu manusia perahu di Australia setara dengan korupsi di Indonesia. Para pencari suaka yang banyak berasal dari Timur Tengah dan Asia Selatan, masuk Indonesia melalui Malaysia dan kemudian menyeberang ke Australia melalui laut. Kerjasama Indonesia-Australia sejauh ini cukup efektif menangkal manusia perahu. Sudah lebih dari lima ribu orang berada di pusat detensi di Indonesia. Jika kerjasama ini berhenti total, ribuan pencari suaka yang sekarang masih bersembunyi di Indonesia akan sangat merepotkan Australia. Australia harus melobi Papua Nugini agar menambah pusat detensinya di Pulau Manus dan Pulau Nauru yang kondisinya masih dibawah standar.
Keenam, jika kerjasama penanggulangan terorisme terhenti, Australia akan terancam. Selama ini, upaya menangkal teroris dilakukan dengan menjadikan Indonesia sebagai benteng untuk tidak masuk ke Australia. Australia sadar betul bahwa tanah mereka adalah lahan menggiurkan bagi para teroris. Daripada menembak polisi yang akan sholat Subuh, lebih baik “berjihad” ke Australia. Australia memiliki seluruh syarat ideal teroris: kulit putih, bukan muslim dan sekutu terdekat Amerika. Dengan sedikit kursus bahasa Inggris, ribuan teroris yang ada di Indonesia akan siap menjemput 70 bidadari mereka di Australia.
Ketujuh, penghentian ekspor sapi ke Indonesia tahun 2011 merugikan tidak hanya Indonesia, tetapi juga Australia. Ratusan peternak Australia, terutama di negara bagian Queensland hampir bangkut karena larangan ekspor. Beberapa peternak bahkan membunuh sapinya agar makanan tetap tersedia. Dampak ini masih dirasakan Australia sampai sekarang. Indonesia memang harus memikirkan swasembada sapi. Tapi sapi bukan melulu hanya bisa didapatkan dari Australia. Negara lain seperti Brazil, New Zealand dan India harus dijajaki. Ketergantungan terhadap sapi Australia harus dihentikan. Indonesia juga bisa memaksimalkan lahan menganggur di Indonesia, terutama di luar Jawa.
Kedelapan, Indonesia secara politik sama sekali tidak tergantung dengan politik Australia. Sejak reformasi, isu hubungan luar negeri dengan Australia tidak pernah ditawarkan dalam pemilu. Sebaliknya, seluruh calon pemenang pemilu di Australia akan selalu berjanji menjaga hubungan baik dengan Indonesia.
Kesembilan, hubungan dagang dengan Australia, walaupun terus meningkat, bukan negara prioritas Indonesia. Australia hanya menyumbang 2,8% impor Indonesia dan ekspor Indonesia ke Australia hanya 2,6% (DFAT 2012). Walaupun bertetangga, Australia hanya menempati urutan ke 12 dari mitra dagang Indonesia. Ekspor utama Australia ke Indonesia seperti minyak, kapas dan terigu, mudah dicari Continue reading “Apakah Indonesia Membutuhkan Australia ?”