PoDIUM DeTIK

Setiap buku selalu memiliki keistimewaannya sendiri-sendiri. Buku-buku best seller selain bagus, juga mampu memuaskan selera lebih banyak orang sehingga terus diburu dan penjualannya meningkat. Sehingga, karena lebih sebagai konsumsi umum, buku-buku best seller tidak selalu istimewa bagi pembaca dengan segmen tertentu. Artinya, setiap pembaca berhak menentukan sendiri setiap buku yang menempati urutan tertinggi kegunaannya (value-nya) sebagai sebuah buku. Walaupun bukan best seller, salah satu buku yang memberikan banyak inspirasi kepada saya adalah buku karangan AS LAKSANA yang berjudul PoDIUM DeTIK. Entah berapa kali sudah buku itu terbaca, mungkin lebih dari 20 kali dan selalu dibawa jika bepergian jauh. Setiap kali membaca buku ini yang biasanya langsung sampai habus, selalu saja ada makna beru yang ditemukan. Buku ini sekarang menjadi satu-satunya buku berbahasa Indonesia di perpustakaan pribadi yang mulai dikumpulkan satu-persatu di Queanbeyan, 16 km dari Canberra, tempat saya tinggal.

 

Bagaimana buku ini menjadi penting, disamping ribuan yang telah terbaca, berikut kisahnya.

 

Buku PoDIUM DeTIK Esei dan Perlawanan merupakan kumpulan tulisan AS Laksana di Tabloid Mingguan DeTIK yang kemudian dibredel penguasa Orba pada 21 Juni 1994. Sebelum dibredel, pada kolom PoDIUM yang berada di bagian bawah Tabloid DeTIK, tulisan AS Laksana yang hampir semuanya berbentuk esei memberikan inspirasi terhadap pembaca DeTIK atas peristiwa yang terjadi minggu itu. Artinya, seluruh tulisan dalam PoDIUM DeTIK dihasilkan sebelum Juni 1994. AS Laksana banyak menggunakan metaphor dalam menginspirasi pembaca DeTIK, karena, bahkan dengan metaphor pun, DeTIK akhirnya dibredel. Hampir seluruhnya dari 66 tulisan yang terkumpul dalam 4 Podium menyuarakan Perlawanan terhadap Soeharto dan Rejimnya. Tapi lebih dari itu, setiap pembaca berhak memberikan penafsiran sendiri dari setiap tulisan yang hampir pasti menyertakan pesan moral yang tidak akan pudar seiring waktu. Inilah salah satu alasan buku ini menarik untuk terus dibaca.

 

Continue reading “PoDIUM DeTIK”

Where is Indonesia ?

Hari ini, 9 Februari 2008 acara NATIONAL MULTICULTURAL FESTIVAL di Canberra mulai menunjukkan kemeriahannya. Acara yang digelar 10 hari sejak 8 Februari itu menyita energi publik, yang untuk ukuran Canberra, bisa dibilang luar biasa. Nama Canberra memiliki dua arti, pertama, nama itu diambil dari bahasa Aborigin, Kamberra, yang berarti tempat berkumpul. Kedua, ahli sejarah lainnya menyatakan sebagai Woman’s Breast, Karena dari jauh, Mount Ainslie dan Black Mountain seperti sepasang dada wanita. Percaya yang mana, terserah pembaca.

 

Acara national multicultural festival diadakan di Civic, sebutan untuk pusat kota Canberra yang sedikit lebih ramai dari pusat kota Klaten. Namanya saja national multicultural festival, momen ini adalah ajang promosi Negara-negara yang ada di Australia yang menggemborkan multiculturalism. Penduduk Australia terlanjut mamasukkan acara ini dalam agenda mereka, tepat setelah Australia Day. Tenda-tenda telah dipersiapkan seminggu sebelumnya, yang memadati Civic yang memang tidak besar. Dengan segala hiruk pikuk itu, moment ini tidak hanya penting, tetapi juga menjadi tolak ukur banyak hal.

Hampir semua Negara mempertunjukkan kultur khasnya, tidak terkecuali Indonesia. Saya tidak sempat menonton atraksi Indonesia yang digelar di salah satu dari empat panggung yang ada di empat jalan penjuru Civic. Atraksi Indonesia dengan tarian serampang dua belas, katanya cukup menarik penonton.

 

Disepanjang jalan di empat panggung itu didirikan kios-kios temporer yang dapat dikategorikan setidaknya menjadi dua macam. Deretan kios pertama berisi makanan dan minuman khas banyak Negara. Kita bisa menemukan Dutch Pancake yang kecil menggoda itu, Vodka asli rusia yang membuat pening kepala, Kari India, jajanan Bosnia sampai semacam gabungan Siomay dan Bakpao dari Tibet. Pendeknya, inilah ajang memperkenalkan makanan khas masing-masing Negara.

Kios kedua lebih sebagai ajang promosi yang membuat tertarik pengunjung untuk meluangkan waktu di ke Negara itu, atau hanya sekedar memperkenalkan budaya dan keunikan yang ada. Disini dibagikan pamflet, poster, buku, bendera, gantungan kunci, peta sampai kaos. Setiap stan promosi dibuat cantik untuk menarik pengunjung datang.

 

Continue reading “Where is Indonesia ?”

Matinya Soeharto di Negeri Seberang

_41399527_seated_1967_ap.jpgMeninggalnya Soeharto terasa begitu biasa di Australia. Soeharto yang ketika sakit disebut oleh media local Australia sebagai Dictator’s General, berubah menjadi Indonesian Former President sesaat setelah meninggal. Soeharto meninggal tepat pada saat perayaan Australia Day yang jatuh hari Senin. Artinya Soeharto dimakamkan pada saat seluruh jalan di Canberra sepi dan mayoritas toko tutup. Saya menunggu detik-detik kematian Soeharto di Crawford School of Economics and Government, ANU, sendirian.

 

Pada saat membaca di detik.com (yang katanya sempai menambah server untuk mengantisipasi membludaknya netter) bahwa Soeharto sudah sangat-sangat kritis, saya merasa takdirnya mungkin tidak lama lagi. Sejak itu, saya menunggu detik demi detik perkembangannya di detik.com sampai akhirnya dinyatakan pertama kali oleh Kapolsek Kebayoran Baru bahwa yang bersangkutan ternyata memang telah meninggal. Inilah pertama kalinya saya merasa begitu terasing di Australia. Terasing dengan perasaan begitu inginnya hadir dalam suasana bersejarah bangsa Indonesia. Hadir dalam hiruk pikuk SCTV dengan wartawan seadanya yang tidak tahu harus mencari berita kemana, dan hadir ketika semua orang Indonesia tumpah ruah untuk mengenang dan sekaligus memaki Soeharto. Pendeknya, saya telah alpa dalam sebuah moment penting Indonesia, dan untuk itu, saya merasa sangat kesepian. Langkah kaki dari Crawford ke Toad Hall terasa begitu jauh, sepi dan lama.

 

Secara pribadi, bangsa Indonesia berhutang pada Soeharto. Berhutang karena tidak berhasil menyelesaikan dugaan korupsi kepadanya. Empat presiden dan tujuh (kayaknya) Jaksa Agung gagal membuktikan apakah Soeharto sebenarnya Korupsi. Persis seperti kata cak Nun bahwa bukan hanya bangsa Indonesia yang menginginkan keadilan, Soeharto juga menginginkan keadilan. Setelah itu, terserah pada masing-masing pribadi untuk memaafkan atau tidak. Tapi, bagaimana kita bisa memaafkan jika kita tidak berhasil, secara legal, membuktikan Seoharto bersalah?

 

Dosa politik Soeharto teramat besar untuk dimaafkan, sehingga tak sudi saya hadir di acara tahlilan di KBRI yang digelar esok harinya. Soeharto telah berhasil menciptakan rantai korupsi yang susah diurai empat presiden, apalagi diselesaikan. Soeharto telah berhasil menciptakan rantai kesenjangan luar biasa antara si kaya dan si miskin. Lebih dari itu, Soeharto telah mewarisi keturunannya dengan harta haram yang tidak habis dibagi tujuh turunan yang didapatkan dengan merampas dengan paksa uang rakyat, mulai dari langganan wajib koran Suara Karya di SD yang dipotong dari gaji setiap guru di SD, sampai dengan korupsi proyek dengan nilai fantastis. Akibat dari itu telah terlihat dari penderitaan dirinya selama 10 tahun sejak 1998 dengan melihat bagian-bagian terdekat dirinya dilanda masalah bertubi-tubi. Continue reading “Matinya Soeharto di Negeri Seberang”

Malam Satu Suro

Tidak seperti malam satu Suro yang selama ini terlewati dengan biasa-biasa saja, setelah diawali dengan undangan nikah yang tidak habis-habis, malam satu suro kali ini benar-benar istimewa. Bagaimana tidak, malam tahun ini, 9 Januari 2008, saat menyambut satu Suro yang berpindah pada saat maghrib, diiringi dengan seluruh rush dan preparation ke Canberra. Sekali lagi, perjalanan panjang Sumedang-Jakarta yang untuk selanjutnya terbang abroad diulangi. Artinya, tahun baru kali ini betul-batul dimulai dengan sesuatu yang baru, tinggal di negara baru dan memulai kehidupan baru. Untungnya, sekian banyak blessing yang mendoakan saya, terimakasih banyak untuk mereka semua.

Perjalanan ke Sydney dengan Qantas tidak seistimewa ketika menuju Amsterdam dengan Malaysia Airlines. Keistimewaan disini sekali lagi perlu didefinisikan sebagai ada tidaknya TV di kursi penumpang. Jika ada, berarti masih kategori istimewa, karena tidak perlu kebingungan menghabiskan waktu dengan tidur yang sama tidak nyamannya dengan Bis. Saya masih teringat betul perjalanan ke Montreal dulu memakai Cathay Pasific. Perjalanan yang sangat jauh itu terasa terhibur dengan film Kung Fu Husle yang ditonton 3 kali. Anehnya, tidak bosan menontonnya, mungkin karena Stephan Chow yang sedang bersinar kariernya kala itu.

Tiba di Sydney 6, 5 jam kemudian, kira-kira jam 7 pagi waktu Sydney yang sangat panas cuacanya. Panas, kering dan membakar. Perjalanan ke Canberra dilanjutkan dengan pesawat dengan dua baling-baling yang berisi 76 penumpang 2-2, mirip bis Bandung Cepat, hanya sedikit lebih panjang. Eh tidak ding, lebih nyaman Bandung Cepat karena jarak kakinya lebih longgar. Dengan tidak sedikit guncangan ketika mendarat, sampailah saya di Canberra yang disambut dengan standing Banner Crawford School of Economics and Government, the Australian National University.

Continue reading “Malam Satu Suro”

Negeri Para Kumpeni, sebuah catatan perjalanan (satu)

rokkenTanggal 16 Oktober 2007 pagi, empat hari setelah Idul Fitri, perjalanan panjang Jakarta-Kuala Lumpur-Schiphol dimulai. Keberangkatan pagi-pagi dari Sumedang ke Jakarta tidak disambut dengan hiruk pikuk dan kemacetan Jakarta yang terpaksa menyertai selama dua bulan terakhir. Hanya kantor-kantor yang tidak peduli idul fitri saja, yang tetap menjalankan aktivitas seperti biasanya, salah satunya Kedutaan Belanda, dimana visa schegen diurus dan diambil siang itu untuk keberangkatan sore harinya.

Bandara Soekarno-Hatta sepertinya tidak malu membawa nama besar pemimpin kelas dunia ini, Hal ini sangat terasa ketika pertama kali menginjakkan kaki di Bandara KL, dua jam setelah lepas landas dari Jakarta. Bandara KL sudah mirip dengan bandara kelas dunia yang dapat ditemukan di negara maju. Indikatornya gampang, air yang langsung dapat diteguk, jadi PAM betul-betul singkatan dari Perusahaan Air Minum dan bukan Perusahaan Air Mandi. Jadi pendeknya, keinferioran sebagai bangsa tertinggal, miskin dan tidak maju langsung terasa, hanya dalam 2 jam dari Jakarta. Sebenarnya enggan kami naik Malaysia Airlines mengingat sebagian keuntungannya dipakai untuk membayar empat polisi yang memukul Ketua Juri Karate Indonesia Donald Pieter Luther Kolopita beberapa saat lalu. Tapi bagaimana lagi, selain relatif lebih murah, tidak ada maskapai Indonesia yang diijinkan terbang di seluruh dataran Eropa, bahkan beberapa negara membuat travel warning agar warganya tidak naik pesawat ketika berada di Indonesia. Waduh, memalukan memang, tapi itulah realitasnya. Dalam dunia yang semakin terasa kecil dan teknologi yang semakin maju, ada banyak hal yang membuat kita harus berkaca.

Continue reading “Negeri Para Kumpeni, sebuah catatan perjalanan (satu)”

Rejeki Gusti di Kereta Ekonomi

06kereta.gifBagi pekerja “kontrakan”, masa paling mendebarkan yang berlangsung setiap tahun adalah hari-hari mendekati akhir kontrak. Bagaimana tidak, seringkali keputusan untuk memperpanjang kontrak kerja dilakukan pada saat terakhir yang mendebarkan itu. Setiap tahun pula, sholat lebih dikhusyukkan, doa lebih serius diminta, semata-mata agar rejeki Allah tidak berhenti untuk satu tahun ke depan. Saking mendebarkannya, seringkali doa yang dipanjatkan berbunyi begini bunyinya

 

Ya Allah, yang Maha Kaya dan menguasai segala sesuatu. Janganlah engkau jadikan kami tidak amanah terhadap pekerjaan kami, dan janganlah engkau jadikan majikan kami tertutup pintu hatinya untuk menjadi saluran rizkiMu. Berilah kami kekuatan dan kesabaran untuk bekerja sungguh-sungguh dan amanah dan bukalah pintu hati majikan kami untuk menjadi jalan atas rizkiMu kepada kami. “

 

Kondisi ekonomi dan politik buruh membuat harapan pekerja dan keinginan majikan tidak menemukan titik ideal. Keinginan pekerja untuk amanah terhadap pekerjaannya tidak jarang dibalas dengan PHK dari majikan karena hal itu satu-satunya pilihan yang dapat diambil demi kelangsungan usaha. Alasan majikan sederhana, “hal ini dilakukan demi menjaga rizki pekerja-pekerja lainnya.” Bisa jadi, terdepaknya kita dari sebuah pekerjaan membuat putus asa atas rejeki Allah yang masuk lewat jalan yang tidak terduga, berhembus laksana angin, mengalir melalui air, menetap seperti tanah dan bergelora bagaikan api. Kita luput dari pelajaran Allah tentang rizki yang dapat kita saksikan setiap hari, dalam kereta antar kota kelas ekonomi. Maklum, sebagai pengguna jasa ini, tidak ada hal lain yang bisa dilakukan kecuali mengamati bagaimana kehidupan di kereta berjalan. Continue reading “Rejeki Gusti di Kereta Ekonomi”

Pekerja Dunia, KPK, Kancil dan Timun Mas

kancil.jpgMinggu ini, akhir oktober 2007, minggu terakhir di Jakarta, dua orang teman mengajak bertemu. Teman pertama adalah teman sekelas di Interdisciplinary Islamic Studies-Social Work dan yang kedua kakak kelas ketika di Jurusan Ilmu Pemerintahan. Posting kali ini akan membahas tentang kesan bertemu kedua orang tersebut.

Teman pertama saat ini bekerja di salah satu lembaga international di Jakarta yang berpusat di Jenewa. Tidak mengherankan memang, teman ini bisa bekerja di lembaga Internasional. Sejak masih kuliah dulu, yang bersangkutan memang rajin menulis buku.

Saya banyak belajar dari teman ini. Walaupun kemampuan bahasa inggrisnya tidak terlalu istimewa, dan tidak pernah kuliah jurusan sastra Inggris, temen kita satu ini berhasil menulis buku yang membedah jeroan TOEFL dan IELTS. Buku-buku TOEFL nya menjadi best seller di hampir seluruh toko buku. Beberapa minggu sebelum bertemu, ketika jalan-jalan di sebuah toko buku di Mall Ambasador, buku TOEFL nya telah mengalami metamosposis sempurna, lebih lengkap dan hebatnya lagi, tetap best seller. Buktinya, bukunya dipajang di jajaran buku laris Gramedia. Teman kita satu ini mengajarkan bahwa menulis buku ternyata butuh kemampuan melihat pasar, merangkum ide dan menciptakan buku menjadi menarik. Pendeknya, idealisme saja tidak cukup. Selain itu, tesisnya yang berkisah tentang Rekonsiliasi PKI dan NU di tahun-tahun setelah 1965 sudah diminta untuk diterbitkan, hanya saja yang bersangkutan masih harus belajar untuk membagi waktu mengedit bukunya.

Continue reading “Pekerja Dunia, KPK, Kancil dan Timun Mas”

Bahasa Inggris, Politik Dunia

Minggu ini, hampir seluruh penerima beasiswa ADS (Australian Development Scholarships) akan mengikuti ujian IELTS (International English Language Testing System), baik itu untuk kelas persiapan 6 bulan, 3 bulan, dan 8 minggu, hanya kelas 9 bulan yang akan ujian 3 bulan lagi. IELTS terbagi menjadi empat materi utama, yaitu Listening (40 Soal), Reading (40 soal), Writing (2 Tasks) dan Speaking (3 tahap). Biasanya seluruh materi itu diujikan dalam satu hari, sekitar 3 jam. Tapi untuk ujian kali ini, terbagi menjadi dua hari, mungkin karena kebanyakan peserta yang ikut.

 

Walaupun sudah dua kali mengalami EAP (English for Academic Purposes), pertama di IALF Bali selama 6 bulan atas beasiswa CIDA (Canadian International Development Agency) dan kali ini 8 minggu atas beasiswa AusAid yang menyatu dalam skema ADS, bahasa Inggris buat tetap merupakan bahasa yang asing. Lebih karena materi tes yang diberikan tidak mampu secara jujur melihat kemampuan bahasa Inggris calon mahasiswa. Oleh karena itu, saya beruntung mendapat teacher Wendy Sahanaya, expert di bidang ini dan khusus diterbangkan dari Curtin, Perth Australia untuk mengajar kelas kami selama 8 minggu, dan setelah itu, kembali lagi ke Perth. Beliau lebih mempersiapkan kami untuk study di Australia dengan memberikan materi tentang bagaimana cara menulis yang baik dibandingkan dengan IELTS dan ini akan terasa lebih bermanfaat.

 

Bahasa Inggris menjadi bahasa International yang dipakai secara akademik belum genap 200 tahun. Pada abad ke 17, bahasa inggris tidak memberikan gengsi kepada para peneliti dan ilmuwan. Seluruh penemuan penting pada abad tersebut sampai pada awal abad 20 ditulis dan didiskusikan dalam bahasa latin. Selain memberikan kerahasiaan terhadap hasil temuan, bahasa latin juga digunakan untuk menyeleksi tingkat social waktu itu.

 

Pendeknya bahasa menentukan siapa bergaul dengan siapa, bahasa adalah social control. Bahasa inggris menjadi bahasa universalis lebih karena bahasa itu mampu mencampuradukkan seluruh bahasa yang ada di dunia dalam proses adaptifnya. Sampai saat ini, mirip dengan bahasa Indonesia, bahasa inggris tidak pernah dapat ditemukan penutur aslinya (native speaker katanya). Tidak ada yang berani menunjuk hidung sendiri bahwa seperti inilah bahasa inggris “yang sesungguhnya” atau asli. Bahasa inggris memberikan ruang bagi seluruh bahasa untuk masuk menjadi bagiannya, seperti kata durian dan rambutan. Sehingga bahasa Inggris selain adaptive juga selalu berubah, sesuai dengan dinamika social yang berubah di dunia. Pendeknya, bahasa inggris seperti kapitalisme, membuka pintu (kalau perlu mengajak) seluruh orang untuk masuk walaupun dalam ritme bahasa inggris. Bahasa Inggris mencengkeram hampir seluruh umat di dunia ini ketika dipakai lebih dari 1,8 milyar (Bahasa China 1,1 milyar). Mau tidak mau suka tidak suka, harus belajar bahasa Inggris untuk dapat bersaing. Walaupun sekali lagi, jauh lebih mudah daripada menghapalkan skrip tulisan China.

 

Di dunia ini, banyak standar untuk menentukan kemampuan bahasa Inggris seseorang, duopoly terbesar adalah TOEFL dan IELTS. TOEFL terutama dipakai di Amerika dan IELTS dipakai di Inggris, Australia dan beberapa negara Eropa. Negara-negara yang memakai IELTS sebagai standar masih mau menerima TOEFL, walaupun Amerika menolak IELTS. Dari bacaan pendek ini saja, sudah jelas tergambar bagaimana perang budaya dan politik antara Amerika dengan Anglo Saxon terasa jelas di system bahasa Inggris. Duopoly tes tersebut juga menggambarkan bagaimana politik dunia bermain. Soal TOEFL, seperti juga Amerika, hanya menawarkan multiple choices kepada candidat yang ikut tes. Tidak ada essay dalam TOEFL, semuanya serba terbatas. Amerika juga tidak pernah memberikan pilihan bagi negara untuk mengembangkan ideologinya. Semuanya harus demokrasi katanya, variasinya terbatas hanya pada demokrasi liberal, demokrasi deliberatif, demokrasi radikal, demokrasi representative dan demokrasi partisipatif. Pendeknya tetap memakai kata demokrasi.

Pada sisi lainnya, IELTS lebih memberikan ruang bagi kandidat. Ada banyak variasi soal, mulai multiple choices, filling the gap, filling the form, heading macthing, dan lainnya. Inggris dan Australia juga sepertinya memberi banyak pilihan bagi Indonesia, tapi tetap saja, semakin banyak pilihan semakin besar kemungkinan salahnya. Jadi walaupun maksudnya benar tapi spellingnya salah tetap saja salah. Maksud kita benar dengan jajak pendapat di Timor Timur, tapi karena sosialisasi kita salah dan kurang, Australia yang untung, walau tentu saja dengan dalih yang dibuat masuk akal.

 

Terakhir, Universitas Amerika menolak IELTS dan universitas di Australia dan Eropa masih menerima TOEFL. Mengapa??? Jelas karena Amerika tidak mau tunduk pada negara manapun. Sedang Inggris dan Australia, tentu saja tidak punya pilihan atas tawaran Amerika. Berapapun banyak yang menentang, toh kedua negara ini mengirim tentaranya ke Irak. Pendeknya, English testing system bukan hanya sekedar testing tapi lebih sebagai cermin politik dunia…

 

Anehnya hanya ada satu bahasa yang tidak pernah berubah dari hampir 14 abad yang lalu, yaitu bahasa Arab. Selain sebagai bahasa yang paling sulit dipelajari, bahasa Arab tidak pernah berubah, baik secara struktur, pengucapan, penulisan dll. Artinya buku tulisan dalam bahasa Arab yang ditulis Al Ghozali lebih dari 10 abad lampau akan dipahami secara sama oleh orang yang membacanya baik saat ini maupun ketika buku itu pertama kali ditulis. Bedanya lebih kepada setting sosial saja. Hal ini menjawab pertanyaan saya ketika temen-temen saya di Montreal dulu meminjam Fabel bahasa Arab yang ditulis tahun 1300-an di perpustakaan Islamic Studies McGill University, yang konon salah satu perpustakaan kajian Islam terbaik yang terletak di Barat. Agak susah saat ini membayangkan membaca boekoe edjaan lama jang sampeolnja soedah kekoening-koeningan, dengan paham betoel isinja. Konon katanya, tidak adanya perubahan di bahasa Arab ini menjadi bukti Al Qur’an tetap terjaga.

 

Walau demikian, guru saya di Bali dulu, Steve Bolton pernah menulis di papan tulis yang diambil dari penulis terkenal, “the limits of my world are the limited of my language”. Dan sepertinya, tidak ada pilihan selain berjuang untuk belajar bahasa Inggris lebih baik.

 

Nyamuk-nyamuk: Jakarta, Jogja, Montreal

nyamuk.jpgMungkin hanya para peneliti dan ahli kesehatan yang tahu darimana nyamuk berasal. Pelajaran di sekolah memang selalu memberikan masukan bahwa nyamuk berkembang biak di air, melalui metamorfosis sempurna dari jentik selama beberapa hari bertahan dalam air. Kualitas dan kebersihan air menjadi ciri bagi spesies nyamuk tertentu untuk berkembang biak. Nyamuk betina (dan mungkin juga jantan, karena kita tidak pernah tahu cirinya ketika digigit) menghisap darah sebagai amunisi untuk bertelur. Itu teorinya.


Tapi berdasarkan pengalaman komparasi lapangan di Jakarta, Jogja dan Montreal, dan sedikit dari Melbourne, sepertinya teori ini tidak sepenuhnya benar. Selain, tentu saja, perbedaan iklim dan cuaca, nyamuk ternyata beradaptasi dengan kondisi lingkungan dan sosial dimana dia hidup. Atau berkolerasi dan belajar dari manusia yang merupakan makhluk paling sempurna. Continue reading “Nyamuk-nyamuk: Jakarta, Jogja, Montreal”

PERUT

Jaman kuliah dulu, ketika saya kos di sekitar Klebengan Yogya tahun 1999, setahun setelah krisis, ada warung murah-meriah yang menjadi langganan anak kos. Warung makan itu namanya SADEWA, terletak di pinggir jalan, tempat orang jalan kaki menuju kampus UGM. Pemilik warung sangat terampil meracik menu makanan yang dapat disajikan dengan harga yang semurah-murahnya. Waktu itu, satu porsi nasi dan sayur (yang disajikan oleh pemilik warung) harganya 750 rupiah, es jeruk 200 rupiah dan tempe segitiga 150 rupiah. Pendeknya dengan modal 1500 rupiah bisa memilih menu yang ada, begitu kiriman dari Magelang datang. Jika puasa begini, antri untuk makan sahurnya bisa 30 menit sendiri, itupun kalau tidak kesiangan.

 

Ketika mencoba datang lagi tahun 2006, variasi makanannya tidak banyak berubah dengan harga yang tidak terpaut jauh. Tahun 2006 saya habis 1800 dengan pilihan menu yang 7 tahun sebelumnya hanya bisa dinikmati seminggu sekali, walaupun dengan suasana yang jauh lebih sepi. Tetapi belakangan, ketika lewat lagi, warungnya sudah tutup. Dugaan sementara, tingginya SPP kuliah membuat banyak mahasiswa miskin seperti saya, tidak mampu lagi kuliah, yang bisa dilihat dari jarangnya sepeda ditemukan di kampus Fisipol. Mahasiswa sekarang ogah makan di tempat murah (yang walaupun tidak murahan).

 

Continue reading “PERUT”

PASPOR ku PASPOR mu PASPOR kita semua

Saya sedang memperpanjang paspor yang habis September tahun ini di Kantor Imigrasi Jakarta Selatan. Sebuah berita bagus mengingat saat ini seluruh penduduk Indonesia dapat membuat paspor di kantor Imigrasi manapun dengan melengkapi syarat-syaratnya. Syaratnya pun gampang: asli dan FC dari KK, KTP dan ijasah atau akte atau surat nikah. Berhubung saya sedang “ngluruk“, jadi seluruh persyaratan yang seharusnya bisa salah satu tersebut terlengkapi plus sebuah surat dari lembaga dengan gambar teratai coklat di ujung kiri atas.

Pada hari pertama, rabu 5 September, saya mengurus sendiri ke sana pake busway, sebuah terobosan cerdas Pemkot DKI, sekitar jam 2 siang. Proses pemberkasan hanya 15 menit termasuk antri dan setelah itu saya disuruh kembali lagi 10 September untuk membayar, foto (katanya biometrik) dan sidik jari yang saya lakukan siang ini (sekitar 40an menit seluruhnya) dan saya disuruh kembali lagi 3 hari lagi. Jadi totalnya saya butuh 3 kali bolak-balik dengan setiap proses yang tidak terlalu lama pada setiap kedatangan, walaupun harus tanya petugas kesana kemari karena tidak tercantum prosedur proses dan meja informasi. Continue reading “PASPOR ku PASPOR mu PASPOR kita semua”

Industri Pertama Australia

trepang-largeSetelah melewati jam-jam yang melelahkan dan menguras energi (walaupun menyenangkan) di kelas Wendy Sahanaya, beliau akhirnya mengijinkan muridnya untuk menonton presentasi sejarawan Australia. Pak sejarawan ini adalah Prof. David Reeve, ketua Departement of Chinese and Indonesia di University of New South Wales. Kebetulan, beliaunya ini juga sangat fasih berbahasa Indonesia dan Jawa, karena telah lebih dari sepuluh tahun mengajar di UI, UGM dan UMM.

Presentasinya tentang Industri pertama yang ada di Australia. Tidak seperti dugaan banyak orang bahwa goldseeker datang ke Australia untuk membangun industi emas, sekitar 200 tahun sebelum Captain Cook mendarat di Australia, nelayan Indonesia dari Bugis dan Makasar telah lebih dulu Continue reading “Industri Pertama Australia”

Pertama di Jakarta, Pertama di IALF

Jakarta selalu menakutkan banyak orang, terutama bagi banyak pendatang seperti saya yang ketiban sampur harus kursus bahasa dan persiapan kultur di IALF. Pesan Bang Napi yang beberapa kali terlihat di RCTI di kala break makan siang mau tak mau membuat semua orang waspada terhadap situasi Jakarta. Walaupun saya sudah terlampau sering pergi ke Jakarta untuk berbagai urusan, biasanya hanya beberapa hari, dan itupun tidak jauh juh dari hotel, taxi dan ruang rapat. Inilah pertama kalinya Jakarta memaksa saya untuk tinggal agak lama sampai kos segala.

 

Banyak orang bilang jika ingin menjadi orang penting di negeri ini, cepat-cepatlah datang ke Jakarta. Jakarta menjadi tempat bagi penyelesaian urusan yang sebenarnya ”sepele” untuk daerah, tapi demi menjaga citra pejabat daerah, harus tetap datang ke Jakarta. Continue reading “Pertama di Jakarta, Pertama di IALF”

Dari Barat Selalu Hebat

PERTAMA

Menjamurnya Spa membuat saya berpikir keras. Walaupun belum pernah spa, dari beberapa brosur Club Arena yang dicetak di Cakrawala, sebuah perusahaan milik mas Agus Heri, saya melihat sekilas tentang perempuan yang tengkurap di bak mandi dilengkapi dengan banyak bunga yang mengambang. Sekejap sempat terpikir bahwa ini adalah mandi kembang, sebuah mandi gaya khas beberapa budaya di Jawa. maklum orang jawa gak gaul yang tidak kenal spa. Setelah diteliti lebih detail, Club Arena yang merupakan EO spa di hotel-hotel memastikan itu bukan mandi kembang, tapi SPA!

KEDUA

Pada saat saya berjalan lewat di koridor Galeria Mall, ada bau-bauan yang menusuk hidungku yang memang agak sensi. Sepintas (sekali lagi) saya kira ada kemenyan yang dibakar di sekitar situ, tapi akal sehat berbicara, masa sih bakar kemenyan di Mall. Tenyata, di jalan tersebut (island istilah mallnya), sedang dijajakan apa yang disebut sebagai AROMATHERAPHY yang terdiri dari beragam bentuk, mulai dari sesuatu yang mirip penerangan minyak di desa, lilin dan banyak lagi. Saya sekali lagi memastikan itu bukan bau kemenyan tetapi Aromatheraphy!

KETIGA

Liputan Kompas minggu beberapa bulan lalu memberitakan tentang Yoga, (kalau ini saya agak ngerti), sebuah bisnis yang menghasilkan milyaran rupiah per harinya di Indonesia. Sebuah bisnis yang menjanjikan ketenangan bagi yang melalukannya. Wujud gerakan yoga bermacam-macam, salah satunya adalah sebuah meditasi, perenungan terhadap makna hidup. Melihat foto di kompas, saya yakin professional muda yang sedang duduk bersila dengan mata terpejam itu sedang meditasi. Tapi apa bedanya dengan bertapa ala orang jawa? mengapa orang mau mengeluarkan sekian banyak uang untuk diam??

Continue reading “Dari Barat Selalu Hebat”