Ambon: Post Conflict Divided Societies dan Dilema Provinsi Kepulauan

Ambon adalah salah satu daerah yang terletak di wilayah kepulauan. Sebagaimana daerah lain, kapal dan pelabuhan merupakan transportasi penting sebagai pemasok kebutuhan dari luar daerah yang sangat bergantung kepada cuaca dan musim. Apabila musim ombak sedang tinggi, nelayan lokal hanya mengandalkan tangkapan dari sekitar pantai, tak berani melaut terlalu jauh. Ambon memiliki teluk yang tenang dengan bentuk pulau yang melingkar sehingga jarak antara satu bagian pulau dengan bagian pulau yang lain lebih cepat dilalui dengan feri, daripada jalan darat yang memutar.

Selain itu, Ambon baru sepuluh tahun selesai dari konflik horizontal dengan agama sebagai sebab utama (Brown et al, 2005, CGI 2000). Konflik agama ini menyebabkan terjadinya segregasi sosial di masyarakat yang dampaknya masih terasa lekat hingga saat ini. Konflik yang dimulai dari pertikaian di Kota Ambon, menyebar hingga ke seluruh pulau Ambon dan merangsek dan memanaskan kepulauan Maluku hingga ke Maluku Utara.

Saat ini, jejak konflik masih terasa jelas. Setiap orang masih hapal terhadap reruntuhan bangunan yang menjadi ciri di setiap sudut Ambon. Konflik redam salah satunya karena pembagian wilayah yang jelas antara komunitas Islam, Kristen dan wilayah netral. Warga muslim yang tinggal di komunitas Kristen terpakssa atau sukarela pindah ke komunitas Islam dan sebaliknya. Zoning ini jelas mampu meredam dan menghentikan konflik secara signifikan, tetapi belum mengembalikan kondisi kondusif sebagaimana sebelum konflik.
Setting daerah Ambon terkait desentralisasi asimetris dan sistem integritas akan berpijak pada dua kata kunci ini, daerah kepulauan dan masyarakat pasca konflik. Kedua kondisi ini sangat mempengaruhi bagaiamana sistem integritas diterapkan untuk menciptakan pelayanan publik yang lebih baik. Bagian pertama tulisan ini akan menguraikan tentang daerah kepulauan yang akan diikuti oleh post conflict divided societies.

Daya Jangkau Daerah Kepulauan

Ambon adalah ibukota Provinsi Maluku yang terletak di tengah pulau Maluku yang merupakan yang menjadi salah satu dari kepulauan Maluku. Maluku terbentang di bagian Timur Indonesia. Sebelum mekar menjadi dua provinsi di tahun 1999, Provinsi Maluku merupakan provinsi terluas di Indonesia yang membentang 850.000 km persegi (Monk et.al 1997). Provinsi Maluku mekar menjadi Maluku Utara dengan ibukota sementara di Seram sebelum pindah ke Sofifi. Wilayah kedua provinsi ini 90% merupakan wilayah kepulauan yang terdiri lebih dari 1.000 pulau. Terdapat tarik-menarik kepentingan agar ibukota Maluku Utara terkait kesiapan fisik dan politik (JPP 2010).

Dalam kondisi kepulauan yang tersebar dalam kondisi geografis yang luas, komuntias di Ambon menuntut adanya pengelolaan baru terhadap disain pemerintahan agar mampu menjangkau kepentingan masyarakat yang tersebar. Universitas Pattimura, bersama dengan tujuh provinsi kepulauan lainnya sedang mengupayakan terselesaikannya proses pembahasan RUU Daerah Kepulauan yang saat ini didiskusikan di tingkat pusat, walaupun mengalami perkembangan yang lambat. Perkembangan RUU daerah kepulauan………..
RUU Daerah Kepulauan dianggap paling sesuai untuk melaksankaan pemerintahan yang baik dalam karakter geografis yang terpisah oleh laut. Menurut diskusi yang muncul dalam FGD,  Undang Undang yang selama ini diberlakukan di seluuruh Indonesia telah menempatkan Provinsi yang terdiri dari banyak pulau tidak berada pada posisi yang ideal bagi pelayanan publik. Penyusun kebijakan membayangkan provinsi dengan karakter darat sebagai acuan dan mengesampingkan karakter laut seperti di beberapa provinsi, termasuk Maluku.

Paling tidak terdapat tiga isu yang menguat dalam diskusi tentang RUU Daerah Kepulauan yaitu: Pertama, daerah-daerah  kepulauan diperperlakukan berbeda dalam pelaksanaan Undang Undang yang membutuhkan perhatian spesifik berkaitan dengan karakter geografis kepulauan, misalnya berkaitan dengan revenue sharing, alokasi budget dan pengelolaan pemerintahan. Kedua, pelayanan publik harus mempertimbangkan karakter kepulauan dengan memberikan fasilitas mobile dengan pemanfaatan teknologi IT. Ketiga, struktur organisasi pemerintahan di daerah kepulauan idealnya berbeda dengan memprioritaskan unit dibawah Kabupaten. Detail poin ini akan dibahas sebagai berikut.

Sejalan dengan isu dalam RUU Daerah Kepulauan, muncul usulan untuk memperkuat peran kecamatan di Provinsi Maluku. Penguatan peran kecamatan di daerah kepulauan diharapkan mampu memperbaiki pelayanan publik dasar seperti pendidikan dan kesehatan dengan mendekatkan pelayanan ke masyarakat. Daya jangkau instansi teknis di Kabupaten dianggap terlalu jauh, terlalu lambat dan berbiaya besar untuk dapat memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat terutama terkait mobilitas dan responsifitas.
Dalam UU 32/2004, kecamatan merupakan perangkat daerah yang dapat diberikan kewenangan tertentu sesuai dengan keinginan kepala daerah dan kebutuhan daerah. Kewenangan yang diberikan kepada camat memiliki karakteristik yang unik karena kewenangan diberikan dalam konteks kewilayahan dan bukan pada konteks sektoral seperti yang diberikan kepada dinas, badan, kantor dls. Pada transfer kewenangan di instansi teknis, kewenangan yang diberikan berfokus pada sektor tertentu dibawah koordinasi Setda. Pada penyerahan kewenangan kepada kecamatan, perbedaan terletak bukan pada penyerahan urusan sektoral, tetapi pemberian kewenangan koordinatif lintas sektoral. Fungsi kecamatan merupakan coordinator sektoral dalam lingkup kewilayahan sektoral.

Sampai saat ini, pengaturan tentang kecamatan hanya menyerahkan urusan ke kepala daerah dan tidak pada proses koordinatif lintas sektoral. Dari beberapa penelitian yang dilakukan Jurusan Politik dan Pemerintahan Fisipol UGM di beberapa Kabupaten/Kota misalnya di Kota Yogyakarta, Kota Magelang dan Kabupaten Kutai Kartangara (JPP……., Kurniadi 2011) menunjukkan bahwa penguatan kecamatan adalah sebuah keharusan untuk menjamin pelayanan publik yang lebih baik.  Penguatan tersebut diberikan dengan memberikan beberapa urusan wajib yang standar untuk seluruh kecamatan dan ususan khusus yang memberikan kewenangan lebih beberapa sektor sesuai dengan karakter dan kemampuan kecamatan. Rekomendasi ini diberikan sebagai upaya untuk memperkuat kecamatan di dalam regulasi yang ada saat ini, misalnya di PP 41/2007.

Pada tahap selanjutnya perlu pengaturan yang lebih detail dan spesifik berkaitan dengan pemanfaatan kecamatan di kondisi geografis kepulauan. Hal ini memiliki konsekuensi terhadap daya dukung dan eselonisasi Camat. Camat idealnya memiliki eselon yang berada di atas Kepala Dinas dan dibawah Setda. Untuk daerah kepulauan, Camat dikembalikan fungsinya sebagai kepala wilayah yang memiliki fungsi koordinatif lintas sektoral dalam wilayahnya. Selain pemberian kewenangan di kecamatan, penguatan daya dukung terkait personnel, keuangan dan lainnya mutlak diperlukan. Penguatan Kecamatan ditambah dengan personel dan anggaran untuk kepentingan koordinatif. Selain itu instansi teknis dapat staf-stafnya nya di kecamatan. Konsekuensi selanjutnya, struktur organisasi di kecamatan harus disesuaikan dengan karakter urusan yang menjadi tanggungjawab di wilayahnya. Artinya, kecamatan tidak hanya melakukan fungsi koordinatif yang nyaris sulit dilakukan karena ketiadaan wewenang, tetapi menjadi lebih bergigi dengan  memberikan tanggungjawab sektoral yang menempatkan Camat dalam posisi yang lebih strategis untuk membantu Bupati memimpin urusan sektoral di wilayahnya.

Usulan penguatan kecamatan diharapkan mampu menekan keinginan daerah untuk memekarkan diri menjadi kabupaten baru. Pemekaran kabupaten dapat diredam dengan mendekatkan pemerintahan kepada rakyat. Selama ini, salah satu dalih untuk memerkan Kabupaten adalah untuk mendekatkan pelayanan kepada rakyat. Faktanya, tidak ada perubahan signifikan terhadap pelayanan karena kabupaten baru sibuk dengan pembangunan infratruktur pendukung desentralisasi di daerah baru dan menyisakan sedikit sekali untuk pelayanan kepada masyarakat, Anggaran dibelanjakan untuk pembangunan infrastruktur pemerintah seperti kantor, dinas-dinas, sarana pendukung dan membiayai cycle pergantian politik di daerah. Hanya sisa sedikit yang diberikan untuk pembangungan pendidikan dan kesehatan.

Memperkuat peran kecamatan mampu meredam isu politik pemekaran tetapi sekaligus mampu menghadirkan pelayanan kepada masyarakat. Satu-satunya infratruktur yang perlu dibangun hanyalah kantor kecamatan yang semakin sibuk dengan pemberian berbagai kewenangan sektoral. Hal ini semakin baik apabila kecamatan mampu menggunakan teknologi IT dan jaringan bergerak.
Kondisi Masyarakat Terbelah Pasca Konflik

Ambon merupakan kota yang mencetuskan konflik horizontal terburuk di Indonesia sejak pembantaian anggota PKI tahun 1965-1966. Konflik antara Islam 49,1% dan Kristen 51% agama yang dikombinasikan dengan faktor sejarah, kepemimpinan nasional yang lemah yang terjadi di tengah lemahnya institusi negara membawa dampak yang masih sangat terasa saat ini. Lebih dari 7.000 orang meninggal dan tidak kurang dari 200.000 orang menjadi IDPs.

Continue reading “Ambon: Post Conflict Divided Societies dan Dilema Provinsi Kepulauan”

Manokwari: Sewindu setelah Otsus

Saya  pertama kali datang ke Manokwari pada 6 September 2003 untuk penelitian selama 10 hari. Waktu itu Manokwari adalah ibukota dari Provinsi Irian Jaya Barat yang baru terbentuk sesuai UU 45 tahun 1999. Pusat ekonomi Irian Jaya sebelah Barat tetap berada di Sorong yang memang relatif lebih maju secara ekonomi dan sosial. Hanya saja, karena Manokwari dianggap memiliki “hak kesulungan” karena peradaban pertama kali masuk ke tanah Papua lewat Pulau Mansinam pada 5 Februari 1885, ibukota Irjabar berada di Manokwari.

Artinya, Manokwari pada saat itu tak lebih seperti kota-kota kecil lainnya di Irian. Manokwari memiliki bandara kecil yang hanya bisa dilewati pesawat Fokker dari Ujung Pandang. Motor masih bebas melintas di wilayah dan hampir tak ada batas antara pengantar dan pengunjung karena bandara lebih mirip terminal bis dimana semua orang dapat melaju ke ruang tunggu. Frekuensi pesawat yang masih rendah menyebabkan area di bandara yang beraspal bagus dapat digunakan untuk latihan mengendarai motor. Di pinggir landasan, masih banyak sapi berkeliaran.

Walaupun memiliki pelabuhan, ukurannya relatif kecil dan hanya dapat disinggahi kapal kecil dan sedang dengan angkutan yang tidak ramai. Hanya ada beberapa belas kontainer yang berada di pelabuhan yang terlihat dari jalan raya. Pada tiga hari pertama saya menginap di Hotel Mangga yang berada di sebelah pelabuhan sehingga bisa mengamati aktifitas pelabuhan. Tak banyak aktifitas yang dilakukan di sana. Kantor Bea dan Cukai juga kecil, sesuai dengan ukuran dan kapasitas pelabuhan.

Beberapa kantor dan bank masih minim. Bank terbesar tetap BRI dan agak sulit menemukan lokasi ATM Mandiri karena letaknya hanya di sekitar pasar Sanggeng atau Pasar Tingkat sesuai sebutan masyarakat. Hotel terbaik adalah Hotel Mutiara yang letaknya persis di depan Pasar Sanggeng yang runtuh akibat gempa tahun 2009. Restoran terbaik adalah Billi restoran yang ber-AC dan menjual kepiting besar yang didatangkan dari Bintuni. Hampir setiap hari kami makan di restoran Billi karena hampir tak ada alternatif lainnya. Sekitar 5 km naik ke atas, kita hanya menemukan hutan rimba yang tak ada manusia berani ke sana. Hanya Unipa yang menjadi pusat keramaian di luar pusat kota Manokwari. Satu-satunya menara sinyal handphone hanyalah menara Telkomsel di tengah kota. Jika menara ini mati, terputuslah seluruh komunikasi seluler.

Continue reading “Manokwari: Sewindu setelah Otsus”

Tentang Ketololan

Freeport bergejolak. Tambang yang diameter galiannya bisa dilihat dari stasiun ruang angkasa tersebut meradang. Freeport mencatat, kerugian akibat aksi mogok karyawan tersebut ditaksir US $ 20 juta per hari. Well well well, luar biasa besar. Mungkin yang dimaksud disini bukan kerugian tetapi opportunity cost yang hilang akibat tambang tidak tergali. Freeport tentu saja cukup sudah kaya raya dengan kontrak untuk tembaga, tetapi menambang emas dan perak. Tempatnya saja namanya Tembagapura bukan Emaspura. Seharusnya jika mengikuti “pura-pura” seperti Japurura, namanya seharusnya Emaspura. Tetapi bukankah kita memang senang berpura-pura? Padahal di Grasberg yang menjadi bagian dari Tembagapura, terdapat cadangan Tembaga ketiga terbesar di dunia dan cadangan Emas TERBESAR di dunia.

Masalah semakin pelik karena tidak ada yang bisa mengutik-utik kontrak freeport yang diperbaharui setahun sebelum Soeharto jatuh, yang menyumbang sangat kecil untuk negara. Janganlah membayangkan ada nasionalisasi perusahaan seperti masa Soekarno dulu, yang mengambil perusahaan dari Belanda untuk di “Indonesiakan” melalui program Bentengnya. Tren sekarang lebih bergerak untuk menjual atau menginternasionalisasikan BUMN milik negara, menjadi BUMSSAK (Badan Usaha Milik Siapa Saja Asal Kaya).

Selain itu, Freeport yang terlanjur kaya ini punya semuanya. Dia membuat sendiri banyak layanan yang selama ini dibayangkan hanya dapat diberikan oleh negara. Freeport membuat sendiri Bandara, Pelabuhan dan pasokan avtur untuk pesawat. Akibatnya, ketika karyawan meminta pasokan avtur untuk maksapai milik Freeport, Airfast, dihentikan, terhenti pulalah pasokan untuk seluruh penerbangan perintis di Papua. Freeport tak mau mengisi avtur untuk maskapai lain, ketika Airfast diboikot. Berhentilah denyut nadi ekonomi dan pemerintahan di provinsi paling terbelakang di Indonesia ini.

Kasus Freeport ini menunjukkan lemahnya tata kelola negara, dihadapkan pada konglomerasi kaya yang bergerak jauh lebih taktis.

Continue reading “Tentang Ketololan”

Topi Anyaman Nazarrudin

Kemunculan ketiga Nazarrudin di MetroTV menyita perhatian publik. Bukan karena isu yang diusung, tetapi karena tampil dalam wujud audio-visual melalui Skype. Nazarrudin tidak turun 18 kilogram dan tampak bersemangat, tidak seperti penderita sakit jantung. Seluruh pembelaan Sutan, Ruhut dan petinggi Demokrat lain terhadap Nazarrudin di awal, hanyalah kebohongan untuk menutupi borok Demokrat yang sekarang terkuak.

Hanya saja publik bertanya-tanya, mengapa Nazarrudin lebih memilih berbicara di media daripada kembali ke Indonesia dan menyerahkan bukti-bukti yang dimilikinya? Terlepas dari benar tidaknya ucapan buronan Nazarrudin, penampilan santainya dengan topi anyaman memberikan kita beberapa perlajaran. Continue reading “Topi Anyaman Nazarrudin”

Rejowinangun Versus Carrefour

Pada hari Kamis, 26 Juni 2008, api menghanguskan pasar Rejowinangun, pasar kebanggaan penduduk Kota Magelang. Nyaris tak ada yang tersisa dari kebakaran besar tersebut. Dua tahun berlalu dan tidak ada tanda-tanda pembangunan kembali pasar akan segera dilakukan. Sebagai gantinya, hanya 500 meter di sebelah Barat Pasar, Giant supermarket membuka cabang baru, lengkap dengan upaya perluasannya. Posisi Giant ini, berhimpitan dengan tempat penampungan sementara pedagang ex pasar Rejowinangun yang sebagian besar sudah rupuh dimakan usia.

Saat ini, hampir tiga tahun setelah kebakaran tersebut. Belum juga ada pertanda pembangunan pasar Rejowinangun akan dilakukan. Upaya Pemkot, dengan semangat baru hasil Pilkada 2010 melalui kerjasama dengan pihak ketiga, tak pernah bisa mencapai target yang diharapkan. Enam hari setelah peletakan batu pertama tanggal 29 Maret 2011, Walikota mengumumkan pembatalan kerjasama. Batu pertama, sekaligus menjadi batu terakhir.

Ironisnya, tak sampai dua kilometer di sebelah Selatan lokasi Pasar, pembangunan Armada Town Square (AMTOS) sedang dalam kondisi puncak. Setiap hari, warga Magelang bisa melihat progress pembangunan yang cepat. Di dalam AMTOS , rencananya akan dibangun jaringan ritel Perancis, Carrefour. Carrefour merupakan jaringan ritel kedua terbesar di dunia setelah Wal-Mart. Pertanyaan pentingnya, apa yang bisa dibaca dari lambatnya Pemkot membangun Pasar Rejowinangun dan kegesitan swasta membangun “pasar” Carrefour.

Continue reading “Rejowinangun Versus Carrefour”

Reformasi Korupsi

Nama Gayus Tambunan menampar wajah Kementrian Keuangan (Kemkeu) sebagai Kementrian yang pertama kali menerapkan reformasi birokrasi. Salah satu poin dari reformasi birokrasi adalah penambahan renumerasi yang berarti penambahan penghasilan resmi per bulan. Penambahan ini diiringi dengan peningkatan kinerja birokrat yang berujung pada peningkatan pelayanan masyarakat.

Selain itu, reformasi birokrasi juga dimaksudkan untuk menurunkan tingkat korupsi di Indonesia. Selain Polri sebagai institusi terkorup (Transparency International (TI) 2007) Kemkeu merupakan salah satu sarang para koruptor, terutama untuk penyuapan. Alasan bahwa korupsi di Kemkeu terjadi karena rendahnya gaji pegawai dapat ditepis dengan memberikan tambahan pengasilan yang signifikan. Untuk Gayus dengan golongan IIIA, gaji PNS nya sekitar 2,4 juta dengan renumerasi 8,2 juta. Ditambah beberapa sumber “halal” lainnya, dia menerima gaji bulanan sekitar 12 juta. Gaji PNS di Kemkeu kira-kira lima kali lipat PNS dari kementrian lainnya yang belum “mereformasi”, yang sangat layak untuk hidup.

Korupsi secara literatur didefinisikan sebagai selama ini didefinisikan sebagai ”the use of public office for private gain” (TI, Hart 2001, Sherlock 2002, Larmour 2007) atau penggunaan posisi publik untuk keuntungan pribadi. Definisi ini luas dan idealmenjerat koruptor dengan efektif. Sayangnya di Indonesia, hal ini direduksi dengan mamasukkan unsur merugikan keuangan atau perekonomian negara. Dengan reduksi ini, pelaku penyuapan lebih sulit dijerat di pengadilan apabila tidak merugikan keuangan dan perekonomian negara. Selain itu, pembuktian terbalik juga tidak berlaku. Aparat tidak bisa meminta Gayus Tambunan membuktikan rumah mewah di Gading Park View dan rekening 25 miliar  dari gaji 12 jutanya.

Selain itu, jangan lupa bahwa pelaku korupsi juga mereformasi diri. Sebagian besar perilaku korupsi yang berbentuk penyuapan semakin canggih dalam menyuap. Proses penyuapan berlangsung semakin rumit, dengan melibatkan banyak aktor dan semakin sulit terlancak. Seandainyapun korupsi itu terlacak, sudah ada sebarisan pengacara yang faham betul bagaimana menyiasati peraturan yang menghasilkan resiko hukuman yang minimal. Ditambah mafia kasus, semuanya semakin bisa diatur.

Continue reading “Reformasi Korupsi”

Pemilu di Canberra

Kemarin saya memilih di Canberra. Kapan lagi memilih di luar negeri :grin:, sekaligus ingin merasakan bagaimana menariknya pesta demokrasi ini, sebesar apa sih kerta suaranya, seperti apa sih calonnya, dls. Penasaran saja mengingat pemilu di Indonesia selalu menarik. Bahkan pemilu di jaman Soeharto pun selalu menarik. Pengalaman melewati empat kali pemilu (1997, 1999, 2004, 2008) akan saya tulis disini.

PEMILU 1997

Tidak ada yang menduga Soeharto akan jatuh setahun kemudian. Tetap ada tiga partai, PPP, Golkar, PDI (Soerjadi) dilaksanakan Mei 1997. Sebagai pemilih pertama, seharusnya pemilu waktu itu menjadi ajang yang menarik. Tetapi tidak, sebabnya, saya sudah terilfiltrasi beberapa majalah PRD yang didapatkan secara sembunyi-sembunyi. Karena sudah sore (saya datang dari Jogja untuk persiapan UMPTN) , petugas KPPS di Bogeman Kidul, Magelang datang ke rumah, menanyakan mengapa saya tidak datang (ini bukan bentuk represi, tetapi bentuk semangat kekeluargaan). Akhirnya saya datang, dan membuat suara tidak sah. Ini pemilu terburuk karena beberapa minggu sebelumnya kena marah ibu karena memiliki kaos PPP dan ketahuan menyimpan tabloid PRD. Tapi ada yang lucu ketika penghitungan suara. Instead of noblos, ada satu suara yang digunting lambang bintangnya, menicptakan coblosan terbesar :lol:. Petugas KPPS akhirnya menganggap suara itu sah.

PEMILU 1999

Continue reading “Pemilu di Canberra”

Electionist dalam Sistem Presidensial

Banyak pihak memperkirakan angka Golput akan naik pada pemilihan 2009 dengan berbagai alasan, mulai dari kontestasi politik, regulasi hingga kinerja KPU. Faktor yang jarang diperbincangkan tetapi penting berkaitan dengan bosannya pemilih karena terlalu banyaknya pemilihan. Mungkinkah ini menjadi faktor utama tingginya Golput dan bagaimana hubungannya dengan sistem presidensial yang dipakai Indonesia saat ini?

Dalam praktek pemilu di banyak negara, tingkat partisipasi politik dalam pemilu dihitung bukan berdasarkan pada pemilih yang tidak hadir (Golput) tapi dihitung berdasarkan tingkat pemilih yang hadir (voters’ turnout). Munculnya fenomena terbalik di Indonesia disebabkan antitesis atas dominasi Golkar di era 70 an yang tersimbolkan dalam pilihan frasenya: Golput sebagai lawan dari Golkar. Jika di luar negeri pemilu diupayakan untuk meningkatkan jumlah voters’ turnout, di Indonesia pemilu diusahakan untuk menurunkan jumlah Golput.

Tidak dapat dipungkiri, pemilu merupakan elemen terpenting demokrasi. Demokrasi hanya bisa hadir dalam partai politik yang tumbuh bebas yang bertarung dalam pemilu yang jujur (Duverger 1963). Hadirnya institusi pemilu yang mantap juga sangat vital dalam konsolidasi demokrasi. Selain itu, pemilu juga sarana efektif untuk menyalurkan partisipasi politik rakyat dan menjamin terpilihnya elit politik yang sesuai dengan keinginan rakyat. Sejak reformasi, pemilu di Indonesia bisa dikategorikan jujur dan menjadi rujukan kisah sukses terkait dengan konsolidasi demokrasi di negara berkembang.

Continue reading “Electionist dalam Sistem Presidensial”

Reformasi KBRI

Sungguh teknologi dapat memudahkan banyak hal, termasuk membaca koran. Edisi electronic kompas di epaper.kompas.com dan tempo di epaper.korantempo.com bisa sedikit mengobati kerinduan tentang kondisi Indonesia, terutama kebiasaan di Jogja. Setiap pagi, hampir tanpa kecuali, saya selalu membaca kompas di teras rumah, lesehan dan ditemani rokok dan segelas teh manis. Kebiasaan ini hanya terganggu oleh hujan atau anak-anak. Saya harus membaca cepat karena teras yang menghadap ke timur menjadi panas dan terlalu terang jika matahari sudah beranjak naik. Satu -satunya yang agak kurang dari epaper ini adalah berita lokal Jogja.

Di halaman dua kompas edisi 15 September 2008, kolom pinggir yang nyempil di ujung kiri bawah, ada berita tentang Bekas Konjen di Kinabalu Malaysia, Johan Budi yang jadi tersangka korupsi. Sebelumnya, Dubes RI untuk Malaysia, Rusdihardjo dan Hadi Al Wayarabi telah dicekok lebih dulu. Modusnya sederhana, ada tarif tinggi yang harus dibayar WNI dan tarif bawah yang disetor ke Depkeu. Selisih dari keduanya dibagi-bagi diantara sesama diplomat. Membaca tulisan ini, saya tergelitik untuk menulis tentang KBRI Australia di Canberra yang sebenarnya sudah saya rencanakan sejak pertama kali datang di Canberra. Pertama kali datang, pertama kali kecewa.

Beberapa saat setalah datang, 1 Suro lalu, teman-teman penerima beasiswa ADS yang 90% PNS langsung memasukkan lapor diri ke KBRI sebagai agenda penting. Sekedar catatan,  jalan ke KBRI  tidak dilalui jalur bis dan agak ngoyoworo kalau jalan kaki. Untuk ke sana, harus diantar senior bermobil yang biasanya berombongan. Saya tidak ikut rombongan karena selain tidak muat, lapor ke KBRI juga bukan prioritas.

Ternyata, KBRI Australia memiliki aturan diskrimanasi untuk pemegang paspor biru (PNS/dinas) dan paspor hijau (bukan PNS). Pemegang paspor biru lapor gratis, sementara pemegang paspor hijau membayar sebesar  A$10 sebagai bagian dari Penghasilan Negara Bukan Pajak. Selain itu, pemegang paspor biru juga gratis menerjemahkan SIM A nya ke dalam bahasa Inggris. Untuk tujuan yang sama, pemegang paspor hijau harus membayar A$ 25.  Belum selesai disini, pembayaran tidak dapat dilakukan cash atau melalui EFTPOS (gesek debit/credit card) yang lazim di hampir semua toko di Canberra. Pembayarannya harus melalui Bank Draft yang bisa didapatkan di Bank atau di Kantor Pos. Biayanya pembuatannya A$ 5.  Selain harus antri di Bank dan Kantor Pos, apa tidak ada mekanisme lebih cerdas untuk mencari uang? Bayangkan, baru mendengar ceritanya saja, sudah kecewa dengan KBRI, apalagi kalau ke sana ????

Continue reading “Reformasi KBRI”

1945 atau 1949 ?

Teks ProklamasiDi bulan Agustus, setiap Indonesian akan sangat hapal tentang kapan Negara Indonesia berdiri. Jawabannya mudah, jelas dan pasti, 17 Agustus 1945. Jika tidak hapal jumlah bulu di ekor dan sayap Burung Garuda, paling tidak kita masih ingat angka tahunnya, 1945. Negara Indonesia ada sejak 1945. Ini harga mati.

Tapi persoalan merdeka dan menentukan nasib sebagai sebuah bangsa ternyata tidak cukup dengan klaim atau proklamasi. Dalam percaturan politik International, international recognition menjadi salah satu syarat penting berdirinya sebuah Negara baru, yang tidak cukup hanya mengandalkan syarat territory, people, rule of law dan pemerintah. Pengalaman paling mutahir tentang pentingnya campur tangan international ini dapat dilihat dari proses pembentukan negara-negara baru pecahan Yugoslavia dan Uni Sovyet. Lobi-lobi dilancarkan untuk memuluskan langkah menjadi sebuah Negara.

Continue reading “1945 atau 1949 ?”

Bunuh…..

Perjuangan politik adalah perjuangan melawan lupa…

Perjuangan melawan kekuasaan adalah perjuangan ingatan melawan lupa (Milan Kundera)

 

Barangkali itulah semangat yang ingin dimunculkan M Yuanda Zara, mahasiswa sejarah UGM angkatan 2003, melalui bukunya: Kematian Misterius Para Pembaru Indonesia. Seperti biasa, buku bahasa Indonesia yang mampir di stock buku baru Chiefley library, perpus Sosial politik ANU, bisa menjadi semacam ‘refresing’ membaca saya. Telah dua buku tentang ‘masa lalu’ yang saya baca, yang pertama buku tentang ‘Tommy Soeharto’ dan yang kedua buku Zara ini. Buku semacam ini, tak lebih dari 3 jam dibaca, begitu dipinjam, dibaca di perpustakaan dan langsung dikembalikan.

 

Buku ini bercerita tentang enam tokoh Pembaru Indonesia yang meninggal karena dibunuh atau dihilamgkan. Keenamnya adalah Tan Malaka, Marsinah, Udin, Wiji Thukul, Baharuddin Lopa dan Munir. Keenamnya ditulis dengan gaya deskriptif dan lebih banyak naratif sembari bertutur. Tapi berbeda dengan tulisan lainnya yang cenderung interogative, tulisan ‘adik’ ini menarik karena ditulis dengan memanfaatkan berbagai sumber, termasuk internet dan blog.

 

Keenam orang itu adalah misteri bagi bangsa Indonesia. Hidup keenamnya adalah perjuangan dan akhirnya adalah sebuah misteri. Tan Malaka ditembak dan mayatnya dibuang di kali Brantas, Marsinah disiksa selama tiga hari sebelum dibunuh tentara, Udin dieksekusi pembunuh di rumahnya di jalan Parangtritis, istrinya sempat melihat pembunuh suaminya, Wiji Thukul hilang, Lopa dan Munir dikabarkan dibunuh dengan arsenic.

 

Continue reading “Bunuh…..”

SBY’s Kitchen Cabinet

Berbarengan dengan naiknya harga bahan kebutuhan pokok seiring dipangkasnya subsidy BBM, Indonesia digemparkan dengan temuan BBM (Bahan Bakar Motor) dari Air (H2O) yang diberi nama Blue Energy. Temuan yang diklaim Djoko Soeprapto ini kemudian masuk ke lingkar dalam SBY, menipunya, sehingga didukung orang no 1 di Indonesia. JS dikenalkan ke SBY melalui ‘staf pribadi‘ Heru Lelono dan kemudian membangun perusahaan di Cikeas, 2 kilometer dari rumah SBY. Tulisan ini akan mengurai bagaimana Indonesia hanya memberikan cek kosong bagi siapapun presiden negeri ini yang dengan leluasa membangun kitchen cabinet.

Sejarah telah mencatat terdapat sedikitnya empat kali kasus penipuan besar yang melibatkan presiden dan pejabat negara. Penipuan pertama dilakukan Raja Idris dan Ratu Markonah yang mengaku dapat membantu Soekarno membebaskan Irian Barat. Setelah mengaku sebagai pemimpin Suku Anak Dalam dan tinggal berminggu-minggu di hotel, Markonah yang ternyata adalah pelacur kelas kambing di Tegal dan Idris yang tukang becak ketahuan belangnya.

Continue reading “SBY’s Kitchen Cabinet”

PoDIUM DeTIK

Setiap buku selalu memiliki keistimewaannya sendiri-sendiri. Buku-buku best seller selain bagus, juga mampu memuaskan selera lebih banyak orang sehingga terus diburu dan penjualannya meningkat. Sehingga, karena lebih sebagai konsumsi umum, buku-buku best seller tidak selalu istimewa bagi pembaca dengan segmen tertentu. Artinya, setiap pembaca berhak menentukan sendiri setiap buku yang menempati urutan tertinggi kegunaannya (value-nya) sebagai sebuah buku. Walaupun bukan best seller, salah satu buku yang memberikan banyak inspirasi kepada saya adalah buku karangan AS LAKSANA yang berjudul PoDIUM DeTIK. Entah berapa kali sudah buku itu terbaca, mungkin lebih dari 20 kali dan selalu dibawa jika bepergian jauh. Setiap kali membaca buku ini yang biasanya langsung sampai habus, selalu saja ada makna beru yang ditemukan. Buku ini sekarang menjadi satu-satunya buku berbahasa Indonesia di perpustakaan pribadi yang mulai dikumpulkan satu-persatu di Queanbeyan, 16 km dari Canberra, tempat saya tinggal.

 

Bagaimana buku ini menjadi penting, disamping ribuan yang telah terbaca, berikut kisahnya.

 

Buku PoDIUM DeTIK Esei dan Perlawanan merupakan kumpulan tulisan AS Laksana di Tabloid Mingguan DeTIK yang kemudian dibredel penguasa Orba pada 21 Juni 1994. Sebelum dibredel, pada kolom PoDIUM yang berada di bagian bawah Tabloid DeTIK, tulisan AS Laksana yang hampir semuanya berbentuk esei memberikan inspirasi terhadap pembaca DeTIK atas peristiwa yang terjadi minggu itu. Artinya, seluruh tulisan dalam PoDIUM DeTIK dihasilkan sebelum Juni 1994. AS Laksana banyak menggunakan metaphor dalam menginspirasi pembaca DeTIK, karena, bahkan dengan metaphor pun, DeTIK akhirnya dibredel. Hampir seluruhnya dari 66 tulisan yang terkumpul dalam 4 Podium menyuarakan Perlawanan terhadap Soeharto dan Rejimnya. Tapi lebih dari itu, setiap pembaca berhak memberikan penafsiran sendiri dari setiap tulisan yang hampir pasti menyertakan pesan moral yang tidak akan pudar seiring waktu. Inilah salah satu alasan buku ini menarik untuk terus dibaca.

 

Continue reading “PoDIUM DeTIK”

Where is Indonesia ?

Hari ini, 9 Februari 2008 acara NATIONAL MULTICULTURAL FESTIVAL di Canberra mulai menunjukkan kemeriahannya. Acara yang digelar 10 hari sejak 8 Februari itu menyita energi publik, yang untuk ukuran Canberra, bisa dibilang luar biasa. Nama Canberra memiliki dua arti, pertama, nama itu diambil dari bahasa Aborigin, Kamberra, yang berarti tempat berkumpul. Kedua, ahli sejarah lainnya menyatakan sebagai Woman’s Breast, Karena dari jauh, Mount Ainslie dan Black Mountain seperti sepasang dada wanita. Percaya yang mana, terserah pembaca.

 

Acara national multicultural festival diadakan di Civic, sebutan untuk pusat kota Canberra yang sedikit lebih ramai dari pusat kota Klaten. Namanya saja national multicultural festival, momen ini adalah ajang promosi Negara-negara yang ada di Australia yang menggemborkan multiculturalism. Penduduk Australia terlanjut mamasukkan acara ini dalam agenda mereka, tepat setelah Australia Day. Tenda-tenda telah dipersiapkan seminggu sebelumnya, yang memadati Civic yang memang tidak besar. Dengan segala hiruk pikuk itu, moment ini tidak hanya penting, tetapi juga menjadi tolak ukur banyak hal.

Hampir semua Negara mempertunjukkan kultur khasnya, tidak terkecuali Indonesia. Saya tidak sempat menonton atraksi Indonesia yang digelar di salah satu dari empat panggung yang ada di empat jalan penjuru Civic. Atraksi Indonesia dengan tarian serampang dua belas, katanya cukup menarik penonton.

 

Disepanjang jalan di empat panggung itu didirikan kios-kios temporer yang dapat dikategorikan setidaknya menjadi dua macam. Deretan kios pertama berisi makanan dan minuman khas banyak Negara. Kita bisa menemukan Dutch Pancake yang kecil menggoda itu, Vodka asli rusia yang membuat pening kepala, Kari India, jajanan Bosnia sampai semacam gabungan Siomay dan Bakpao dari Tibet. Pendeknya, inilah ajang memperkenalkan makanan khas masing-masing Negara.

Kios kedua lebih sebagai ajang promosi yang membuat tertarik pengunjung untuk meluangkan waktu di ke Negara itu, atau hanya sekedar memperkenalkan budaya dan keunikan yang ada. Disini dibagikan pamflet, poster, buku, bendera, gantungan kunci, peta sampai kaos. Setiap stan promosi dibuat cantik untuk menarik pengunjung datang.

 

Continue reading “Where is Indonesia ?”

Matinya Soeharto di Negeri Seberang

_41399527_seated_1967_ap.jpgMeninggalnya Soeharto terasa begitu biasa di Australia. Soeharto yang ketika sakit disebut oleh media local Australia sebagai Dictator’s General, berubah menjadi Indonesian Former President sesaat setelah meninggal. Soeharto meninggal tepat pada saat perayaan Australia Day yang jatuh hari Senin. Artinya Soeharto dimakamkan pada saat seluruh jalan di Canberra sepi dan mayoritas toko tutup. Saya menunggu detik-detik kematian Soeharto di Crawford School of Economics and Government, ANU, sendirian.

 

Pada saat membaca di detik.com (yang katanya sempai menambah server untuk mengantisipasi membludaknya netter) bahwa Soeharto sudah sangat-sangat kritis, saya merasa takdirnya mungkin tidak lama lagi. Sejak itu, saya menunggu detik demi detik perkembangannya di detik.com sampai akhirnya dinyatakan pertama kali oleh Kapolsek Kebayoran Baru bahwa yang bersangkutan ternyata memang telah meninggal. Inilah pertama kalinya saya merasa begitu terasing di Australia. Terasing dengan perasaan begitu inginnya hadir dalam suasana bersejarah bangsa Indonesia. Hadir dalam hiruk pikuk SCTV dengan wartawan seadanya yang tidak tahu harus mencari berita kemana, dan hadir ketika semua orang Indonesia tumpah ruah untuk mengenang dan sekaligus memaki Soeharto. Pendeknya, saya telah alpa dalam sebuah moment penting Indonesia, dan untuk itu, saya merasa sangat kesepian. Langkah kaki dari Crawford ke Toad Hall terasa begitu jauh, sepi dan lama.

 

Secara pribadi, bangsa Indonesia berhutang pada Soeharto. Berhutang karena tidak berhasil menyelesaikan dugaan korupsi kepadanya. Empat presiden dan tujuh (kayaknya) Jaksa Agung gagal membuktikan apakah Soeharto sebenarnya Korupsi. Persis seperti kata cak Nun bahwa bukan hanya bangsa Indonesia yang menginginkan keadilan, Soeharto juga menginginkan keadilan. Setelah itu, terserah pada masing-masing pribadi untuk memaafkan atau tidak. Tapi, bagaimana kita bisa memaafkan jika kita tidak berhasil, secara legal, membuktikan Seoharto bersalah?

 

Dosa politik Soeharto teramat besar untuk dimaafkan, sehingga tak sudi saya hadir di acara tahlilan di KBRI yang digelar esok harinya. Soeharto telah berhasil menciptakan rantai korupsi yang susah diurai empat presiden, apalagi diselesaikan. Soeharto telah berhasil menciptakan rantai kesenjangan luar biasa antara si kaya dan si miskin. Lebih dari itu, Soeharto telah mewarisi keturunannya dengan harta haram yang tidak habis dibagi tujuh turunan yang didapatkan dengan merampas dengan paksa uang rakyat, mulai dari langganan wajib koran Suara Karya di SD yang dipotong dari gaji setiap guru di SD, sampai dengan korupsi proyek dengan nilai fantastis. Akibat dari itu telah terlihat dari penderitaan dirinya selama 10 tahun sejak 1998 dengan melihat bagian-bagian terdekat dirinya dilanda masalah bertubi-tubi. Continue reading “Matinya Soeharto di Negeri Seberang”